Selasa, 13 Desember 2022
TENTANG NIFAS
TENTANG HAID
A. Definisi Haid
Haid adalah darah yang keluar dari rahim secara berkala melalui vagina – bukan setelah melahirkan– pada usia subur (9 tahun lebih).
B. Hukum Mempelajari Haid
Setiap wanita wajib mempelajari haid dan hal-hal yang terkait. Bahkan sang suami tidak boleh melarang istrinya keluar rumah untuk belajar tentang hukum-hukum haid kecuali bila ia sanggup mengajar sendiri istrinya.
C. Usia Haid
Wanita dapat mengalami haid minimal sejak usia 9 tahun kurang 16 hari dengan hitungan kalender Hijriyah .
Wanita yang mengalami pendarahan beberapa hari sebelum usia minimal haid. Dan memanjang hingga memasuki usia minimal haid. Maka yang dihukumi haid hanya darah yang masuk pada usia minimal haid. Misalnya jika mengalami pendarahan 10 hari pada usia 9 tahun kurang 20 hari. Maka 4 hari pertama dari darahnya tidak dihukumi haid. Dan 6 hari berikutnya dihukumi haid.
Pendarahan yang terjadi pada masa monopouse dihukumi haid (bila tidak kurang dari 24 jam).
D. Masa Haid
Minimal masa haid adalah 24 jam jika darahnya keluar terus. Maksimalnya 15 hari 15 malam (360 jam) walaupun darahnya putus-putus, namun bila dijumlah darahnya mencapai 24 jam atau lebih.
Contoh; wanita yang pada tanggal 1 mengalami pendarahan 2 jam dan bersih 72 jam (3 hari). Kemudian mengalami pendarahan lagi 20 jam lalu bersih 10 hari. Selanjutnya keluar darah lagi 2 jam. Maka semua darahnya dihukumi haid. Karena jika dijumlah mencapai 24 jam dalam kurun waktu 15 hari.
Ulama berbeda pendapat mengenai masa bersih di sela-sela haid. Ada yang menghukumi haid, ada pula yang menghukumi suci.
Oleh karena itu wanita yang haidnya putus-putus, setiap darahnya berhenti wajib bersesuci dan shalat (bila mengikuti pendapat yang kedua).
Semisal ada orang mengalami haid 2 hari lalu bersih. Ia mengira dirinya sudah suci. Kemudian melaksanakan puasa. Selang 10 hari kemudian ternyata keluar darah lagi 2 hari. Maka semua darahnya dihukumi haid. Sedangkan puasa yang ia lakukan di masa bersih, bila mengikuti pendapat yang kedua, hukumnya sah. Namun bila mengikuti pendapat yang pertama (haid) ia wajib mengulangi lagi puasanya, sebab tidak sah.
Wanita yang kebiasaan haidnya 9 hari, lalu pada suatu saat mengalami pendarahan dua hari, dan bersih. Jika ada kemungkinan darahnya akan keluar lagi, ia boleh menunggu (tidak shalat) hingga hari ke 9. Namun jika ternyata darahnya tidak kembali lagi, ia harus mengqadha’ shalatnya .
Wanita yang mengalami haid dapat mengetahui bahwa darahnya bersih dengan cara memasukkan segumpal kapas ke dalam vagina. Bila pada kapas tersebut ada bercak (sekalipun hanya cairan keruh) berarti belum bersih / suci. Meskipun cairan tersebut tidak sampai mengalir ke vagina bagian luar (bagian yang tampak ketika sedang jongkok buang air) .
Banyak mereka yang salah paham dan menganggap cairan keruh keputihan bukan haid. Padahal kenyataannya empat mazhab menjelaskan yang sedemikian itu disebut haid .
Kesalahpahaman ini berakibat fatal. Sebab sebagian besar wanita mengalami pendarahan haid seperti berikut. Mula-mula keluar cairan keruh keputihan. Dan itu berlangsung hingga 2 hari (misalnya). Lalu keluar merah 4 hari. Kemudian keluar cairan keruh lagi 2 hari. Maka haidnya 8 hari. Sementara ada anggapan bahwa yang dihukumi haid hanya darah merah (yang 4 hari) saja. Sedangkan yang keruh dihukumi suci. Jadi pada saat merahnya berganti keruh, ia pun mandi. Kenyataannya ia masih dalam keadaan haid. Maka mandinya tidak sah. Kelak ketika haidnya benar-benar telah suci dengan bersihnya cairan keruh, ia berkewajiban shalat. Dan shalatnya tidak akan pernah sah kecuali ia melakukan mandi hadats.
Setiap wanita haid wajib melihat keadaan darahnya ketika hendak tidur dan setiap menjelang akhir waktu shalat. Untuk mengetahui shalat yang wajib dilaksanakan bila darahnya berhenti (dan tidak kembali lagi).
Namun menurut mazhab Maliki walaupun darahnya akan kembali lagi tetap wajib shalat. Sebab mazhab Maliki sepakat bahwa masa bersih di sela-sela haid dihukumi suci.
Wanita yang mengeluarkan darah putus-putus selama 15 hari 15 malam tetapi setelah dijumlahkan masa keluarnya tidak sampai 24 jam, tidak dihukumi haid. Dalam masalah ini imam Abil Abbas dari kalangan Syafi’iyah menghukuminya haid (beserta masa bersih di sela2nya)
Wanita hamil yang mengalami pendarahan, menurut mazhab Syafii dan Maliki disebut haid. Namun menurut Hanafi dan Hambali bukan haid .
Sabtu, 10 Desember 2022
HUKUM BELAJAR DAN MEMAHAMI MASALAH HAID
Referensi kitab tentang hukum belajar masalah haid.
وَيَجِبُ عَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَعَلَّمَ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ مِنْ أَحْكَامِ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَالْإِسْتِحَاضَةِ فَإِنْ كَانَ زَوْجُهَا عَالِمًا لَزِمَهُ تَعْلِيْمُهَا وَإِلَّا فَلَهَا الْخُرُوْجُ لِسُؤَالِ الْعُلَمَاءِ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهَا وَلَيْسَ لَهُ مَنْعُهَا إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ هُوَ وَيُخْبِرُهَا فَتَسْتَغْنِيْ بِذَلِكَ.
Artinya: Hukumnya wajib bagi seorang wanita akan mengaji sesuatu yang dibutuhkan dari hukum-hukum haid, nifas dan istihadlat. Apabila suaminya pintar, maka wajib mengajar istrinya, dan apabila suaminya tidak pintar, maka boleh, bahkan wajib bagi istrinya keluar dari rumahnya untuk keperluan bertanya kepada ulama. Dan hukumnya haram bagi suami yang melarang istrinya keluar dari rumahnya untuk keperluan itu, kecuali suaminya akan bertanya kepada ulama, kemudian mengajarkan hukum-hukum itu kepada istrinya, sehingga istrinya itu tidak perlu lagi keluar rumah”. (Hasyiyah Al-Bajuri, 1/113).
BAB HAID
Definisi Haid
Haid menurut bahasa artinya ialah mengalir. Adapun menurut istilah syara’ sebagaimana telah dijelaskan dalam Fathul Qarib, yang mana memiliki ciri-ciri berwarna merah semu hitam menghanguskan.
فَالْحَيْضُ هُوَ) اَلدَّمُ (الْخَارِجُ) فِيْ سِنِّ الْحَيْضِ، وَهُوَ تِسْعُ سِنِيْنَ فَأَكْثَرُ (مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَّةِ)، أَيْ لَا لِعِلَّةٍ، بَلْ لِلْجِبِلَّةِ (مِنْ غَيْرِ سَبَبِ الْوِلَادَةِ).
Artinya: Haid adalah darah yang keluar ketika sudah masanya haid, yakni sembilan tahun atau lebih [dari kemaluan seorang wanita dalam kondisi sehat], yang bukan karena darah penyakit melainkan karena kodrati [di mana tidak disebabkan karena melahirkan. (Fathul Qarib: 10 )
Ukuran Masa Seputar Haidh
Penuturan memadai berkaitan hal ini disebutkan dalam Fathul Qarib:
(وَأَقَلُّ الْحَيْضِ) زَمَنًا (يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ) أَيْ مِقْدَارُ ذَلِكَ وهو أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُوْنَ سَاعَةً على الْإِتِّصَالِ الْمُعْتَادِ في الحَيْضِ (وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرُ يَوْمُا) بِلَيَالِهَا, فَإِنْ زَادَ عليها فهو إِسْتِحَاضَةٌ, (وَغاَلٍبُهُ سِتٌ أَوْ سَبْعُ) وَالْمُعْتَمَدُ في ذلك الإِسْتِقْرَاءُ.
(وَأَقَلُّ الطُّهْرِ) الْفَاصِلِ (بَيْنَ الْحَيْضَتَيْنِ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا) وَاحْتَرَزَ الْمُصَنَّفُ بقوله بَينْ الْحَيْضَتَيْنِ عن الفاصِلِ بَيْنَ حَيْضٍ وَنَِفَاسٍ إذَِا قُلْنَا بِالأصحِّ إنَّ الْحَامِلَ تَحِيْضُ فَإِنَّهُ يَجْوْزُ أَنْ يَكُوْنَ دُو}نهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمَا, (وَلاَ حَدَّ لِأَكْثَرِهِ) اَيِ الطاهِرْ فَقَدْ تَمَكَّثَ الْمَرْأَةُ دَهْرَا بِلاَ حَيْضٍ. أَمَّا غَالِبُ الطُّهْرِ فَيُعْتَبَرُ بِغَالِبِ الْحَيْض] فَإنْ كَان الْحَيْضُ سِتًّا فَالطَّهْرُ أَرْبَعُ وَعِشْرُوْنَ يَوْمَا, أوْ كَانَ الْحَيْضُ سَبْعًا فَالطَّهْرُ ثَلاَثَةٌ وَعِشْرُوْن يَوْمُا.
"(Paling sedikitnya haidh) dari segi waktunya (adalah sehari semalam) yakni ukuran paling sedikit haidh adalah dua puluh empat jam secara terus-menerus sewajarnya. (Paling banyaknya adalah lima belas hari) beserta malamnya. Bila lebih dari lima belas hari maka kelebihannya disebut dengan darah istihadhah. (Sedangkan yang umum terjadi adalah haidh selama enam atau tujuh hari). Landasan dari ukuran tadi diperoleh dari penelitian lapangan.
(Paling sedikitnya masa suci) yang memisah (antara dua siklus haidh adalah lima belas hari). Ucapan mushannif 'antara dua siklus haidh' sebagai antisipasi dari pemisah antara haidh dan nifas, ketika kita mengikuti qaul ashah bahwa wanita hamil mungkin haidh, sebab dimungkinkan masa suci antara haidh dan nifas kurang dari lima belas hari. (Tidak ada ketentuan mengenai ukuran paling lamanya masa suci) kadang dijumpai wanita yang tidak pernah haidh semasa hidupnya. Sedangkan masa suci yang umum terjadi adalah diukur dari umumnya masa haidh yang dialami. Bila haidhnya enam hari maka masa sucinya dua puluh empat hari, atau haidhnya tujuh hari maka masa sucinya berarti dua puluh tiga hari." (Fathul Qarib: 11)
و الله اعلم بالصواب
Minggu, 30 Oktober 2022
HUKUM MENDEHEM DALAM SEMBAHYANG
Oleh: Tgk Dailami, M.Pd
Untuk menjawab pertanyaan apa mendehem dapat membatalkan sembahyang, berikut ini kita kaji pembahasan para ulama tentang mendehem dalam sembahyang:
1. Syekh Zakariyya Al-Anshari mengatakan:
ولا بتنحنح لتعذر ركن قولي ) لا لتعذر غيره كجهر ؛ لأنه ليس بواجب فلا ضرورة إلى التنحنح له
Artinya, “Dan (tidak batal) disebabkan berdehem karena sulitnya mengucapkan rukun qauli, bukan sulitnya bacaan lainnya, seperti anjuran membaca keras, karena hal tersebut tidak wajib, maka tidak ada keterdesakan untuk berdehem,”
(Syekh Zakariyya al-Anshari, Fathul Wahhab Hamisy Hasyiyatul Bujairimi ‘alal Wahhab, juz I, halaman 245)
2. Syekh Sulaiman Al-Bujairimi menegaskan:
والظاهر أن المراد ظهر بكل مرة من التنحنح ونحوه حرفان فأكثر لأن الصوت الغفل لا عبرة به كما صرح بذلك وفي كلامه ولو نهق كالحمار أو صهل كالفرس أو حاكى شيئا من الطيور ولم يظهر من ذلك حرف مفهم أو حرفان لم تبطل صلاته وإلا بطلت.
Artinya, “ Dan yang jelas bahwa maksud nampak dengan tiap kali dari berdehem dan semisalnya adalah menampakkan dua huruf atau lebih. Karena suara yang tidak dikenal tidak dianggap sebagaimana dijelaskan oleh sang pengarang. Dan dalam statemennya, bila mushalli bersuara seperti suara keledai atau meringkik seperti suara kuda atau menceritakan satu dari beberapa suara burung dan tidak memperlihatkan satu huruf yang memahamkan, atau dua huruf, maka tidak batal shalatnya. Bila tidak demikian, maka batal,”
( Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi ‘ala Syarhi Manhajit Thullab, juz I, halaman 245).
3. Imam Nawawi menyebutkan:
وأما التنحنح فحاصل المنقول فيه ثلاثة أوجه الصحيح الذى قطع به المصنف والاكثرون ان بان منه حرفان بطلت صلاته والا فلا والثانى لا تبطل وان بان حرفان قال الرافعي وحكى هذا عن نص الشافعي والثالث ان كان فمه مطبقا لم تبطل مطلقا والا فان بان حرفان بطلت والا فلا وبهذا قطع المتولي وحيث ابطلنا بالتنحنح فهو ان كان مختارا بلا حاجة فان كان مغلوبا لم تبطل قطعاولو تعذرت قراءة الفاتحة الا بالتنحنح فيتنحنح ولا يضره لانه معذور وان أمكنته القراءة وتعذر الجهر الا بالتنحنح فليس بعذر علي أصح الوجهين لانه ليس بواجب ولو تنحنح امامه وظهر منه حرفان فوجهان حكاهما القاضى حسين والمتولي والبغوي وغيرهم أحدهما يلزمه مفارقته لانه فعل ما يبطل الصلاة ظاهرا واصحهما ان له الدوام على متابعته لان الاصل بقاء صلاته والظاهر أنه معذور والله اعلم
Artinya: Adapun dalam masalah berdehem dalam sembahyang didalamnya terdapat tiga pendapat :
1.Menurut pendapat yang shahih yang diputuskan oleh Imam Nawawi dan kebanyakan ulama fiqih, bila sampai keluar dari dehemnya dua huruf maka batal, bila tidak keluar tidak batal sembahyang nya.
2.Menurut imam Rafi'i dengan menghikayahkan bahwa ini pendapat as-Syaafi’i “Tidak batal meskipun keluar darinya dua huruf”
3.Pendapat ketiga “Bila saat berdehem, bibirnya tertutup maka tidak batal secara mutlak (baik keluar dua huruf atau tidak) bila bibirnya terbuka bila sampai keluar dari dehemnya dua huruf maka batal, bila tidak keluar tidak batal” pendapat ini dipilih oleh al-Mutawally.
Berdehem dengan ketentuan hukum diatas bila memang bersifat ikhtiyari, maksudnya ikhtiyari adalah seseorang masih dapat menguasai diri untuk tidak berdehem.
sedang bila berdehem yang bersifat ‘tidak dapat ia kuasai’ artinya dalam keadaan dharurat maka tidak membatalkan shalat secara mutlak karena uzur.
• Bila seseorang berhalangan membaca surat fatihah kecuali dengan berdehem maka dehemnya tidak membahayakan (membatalkan) shalatnya karena hal tersebut tergolong udzur baginya.
• Bila memungkinkan baginya membaca fatihah hanya saja tidak dapat mengeraskan bacaannya kecuali saat disertai dehem maka bukan tergolong udzur baginya menurut yang paling shahih dari dua pendapat karena mengeraskan bacaan dalam shalat bukan hal yang wajib.
• Bila seorang makmum mendengar imam shalatnya berdehem hingga nampak dua huruf didalamnya, menurut Iman Qadhi Husen, Imam Mutawali, imam Baghwi dan lainnya dalam hal ini terdapat dua pendapat :
Wajib mufaaraqah (memisahkan diri dari imam) karena imamnya menjalankan hal-hal yang dapat membatalkan shalat secara lahiriyahnya. Menurut pendapat yang paling shahih, tetap mengikuti imamnya karena kaidah asal “shalat imamnya tetap dihukumi sah, dan dhahirnya dehemnya udzur baginya”.
(Al-Majmu’ ala Syarah al-Muhadzdzab IV/79-80 )
و الله اعلم بالصواب
Minggu, 23 Oktober 2022
NAJIS BERCAMPUR BAHAN BANGUNAN
Menjawab pertanyaan tentang bahan bangunan bercampur najis apalagi bangunan masjid, kita bisa merujuk beberapa keterangan dalam kitab Fiqh Mazhab Syafii sebagai berikut”
1. Dalam Kitab Nihayatuz Zain karya Syekh Nawawi Banten dihalaman 8 disebutkan:
لو بنى المسجد بالاجر المعجون بالزبل و فرشت ارض المسجد به عفي عنه فتجوز الصلاة عليه و المشى عليه و لو مع رطوبة الرجل
Artinya: Apabila sebuah masjid dibangun dengan batu merah yang bahan dasarnya bercampur dengan kotoran hewan, kemudian lantai masjid dipasangi dengan batu tersebut, maka dimaafkan dan diperbolehkan melakukan shalat dan berjalan di atasnya meskipun kaki dalam keadaan basah.
2. Dalam Kitab Hasyiyah al-Jamal karya Syekh Sulaiman bin Jamal Juz 1 halaman 555:
وهل يجوز بيع الطوب المعجون بالزبل إذا أحرق وبناء المساجد به وفرش أرضها به ويصلى عليه بلا حائل وإذا اتصل به شيء من بدن المصلي أو ملبوسه في شيء من صلاته هل تصح صلاته أو لا ؟؟؟
فأجاب بما صورته الحمد لله نعم الخزف وهو الذي يؤخذ من الطين ويضاف إليه السرجين مما عمت به البلوى فيحكم بطهارته وطهارة ما وضع فيه من ماء أو مائع لأن المشقة تجلب التيسير. وأما الآجر المعجون بالسرجين ونحوه فيجوز بيعه وبناء المساجد به وفرش أرضها به وتصح الصلاة عليه بلا حائل
Artinya: Bolehkah menjual batu bata yang diaduk dengan kotoran binatang bila dibakar, digunakan membangun masjid, dijadikan lantai masjid, dilakukan shalat di atasnya dengan tanpa penghalang semacam sajadah, bila bersentuhan dengan badan atau pakaian orang shalat apakah sah shalatnya?
Maka menjawab ia: Tembikar yang dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran saat membuatnya maka dihukumi suci. Sedang batu bata yang dicampur dengan kotoran hewan dan sejenisnya, maka boleh menjualnya dan boleh pula membangun masjid dengannya, menjadikannya alas masjid serta sah shalat di atasnya meski tanpa memakai kain penghalang.
3. Dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin karya Sayyid Abdurrahman Ba’lawi Halaman 17:
وقال القاضي بطهور المصبوح بالنجس أي مطلقا
Al-Qadli ( Qadhi Husen) berpendapat tentang sucinya barang yang dicetak bercampur najis secara mutlaq.
Dari beberapa keterangan dalam kitab-kitab mazhab Imam Syafii di atas, baik dalam kitab matan, hasyiyah maupun kitab fatwa, semua sepakat bahwa bahan bangunan masjid yang berasal dari campuran benda najis tidak menjadikan bangunan itu najis. Ia tetap dihukumi suci, walaupun bangunan masjid..
Semoga dapat bermanfaat..
و الله اعلم بالصواب
Senin, 18 Juli 2022
TIDUR, BATALKAH WUDHUK?
Satu hal yang sering dialami para Jamaah Jumat adalah tertidur saat khatib sedang berceramah, kalau tertidur pasti hilang kesadaran, dalam kondisi tidak sadar seperti ini apakah tidak batal wudhuknya? bukankah salah satu hal yang membatalkan wudhuk adalah hilang akal seperti tidur.
Rabu, 29 Juni 2022
ALLAH TIDAK BERJISIM ( Memahami hadis tentang Dajjal dengan tepat )
Salah satu alasan orang mujassimah dalam mempropaganda orang awam bahwa Allah itu berjisim( bertubuh) adalah dengan memplesetkan makna sebuah hadis yang bercerita tentang ciri Dajjal. Salah satu redaksi Hadis tersebut berbunyi:
ما بَعَثَ اللَّهُ مِن نَبِيٍّ إلّا أنْذَرَ قَوْمَهُ الأعْوَرَ الكَذّابَ، إنَّهُ أعْوَرُ وإنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأعْوَرَ
"Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali dia memperingatkan kaumnya tentang si buta sebelah yang pembohong besar. Sesungguhnya dia buta sebelah dan Tuhanmu tidaklah buta sebelah". (HR. Bukhari)
Dalam versi riwayat lainnya disebutkan bahwa yang cacat adalah mata kanan si dajjal. Versi lainnya menyebutkan bahwa Nabi Muhammad menjelaskan cacat itu sambil menunjuk mata kanan beliau sebagai tanda bahwa mata kanan si dajjal yang buta.
Orang mujassimah di setiap masa sampai sekarang seolah kegirangan dengan hadis tersebut yang menurut mereka adalah bukti paling jelas bahwa Allah adalah jisim bermata dua dan kedua matanya sehat semua tidak picek (buta sebelah). Dajjal kan jisim buta sebelah, jadi ketika Nabi bersabda bahwa Allah tidak buta sebelah artinya Allah adalah jisim yang mempunyai dua mata dan dan keduanya berfungsi. Begitulah nalar sesat mereka menyimpulkan.
Meskipun seolah benar, pemahaman mereka sebenarnya sangat keliru dan hanya menunjukkan bahwa otak mereka betul-betul menyamakan Allah dengan makhluk, meskipun semua tidak mau mengakui telah menyamakan Allah dengan makhluk.
Pemikiran itu timbul karena dalam benak mereka Allah sama dengan manusia. Ketika kita mendengar bahwa si Fulan tidak buta sebelah, pikiran kita akan menyimpulkan bahwa kedua mata si Fulan sehat semua. Jumlah dua mata ini muncul karena kita tahu bahwa manusia bermata dua. Andai yang dibicarakan adalah hewan, maka kata "tidak buta sebelah" tidak menunjukkan berapa jumlah matanya sebab hewan ada yang bermata empat, sepuluh bahkan ada yang sangat banyak. Misalnya saya katakan bahwa Chiton itu tidak buta sebelah, maka berapa jumlah matanya yang tidak buta? Anda takkan bisa menjawabnya kecuali menghitungnya satu persatu.
Karena itu mereka yang menyatakan bahwa Allah mempunyai mata berjumlah dua ('ainaini) sejatinya sedang menyamakan Allah dengan manusia. Andai dia membuang pikiran itu dan menyadari bahwa Allah maha berbeda, maka kesimpulan itu takkan terpikirkan. Kata-kata saya ini berlaku pada siapa pun termasuk pada tokoh-tokoh besar yang lumrahnya kita sebut imam.
Perlu diketahui bahwa tidak ada ayat atau hadis yang menyebutkan "dua mata" bagi Allah dengan penyebutan angka dua. Semua tokoh yang menyebutkan angka dua ini berdasar kesimpulannya pribadi terhadap hadis Dajjal. Ini kesalahan soal menyimpulkan jumlah.
Soal kejisiman logikanya juga sama. Kata "tidak buta sebelah" adalah kata penafian. Yang bisa disimpulkan dari kebalikan kata itu tergantung objek yang dibahas. Bila objeknya jisim atau tubuh, maka berlaku kaidah jisim. Bila objeknya bukan jisim, maka tidak berlaku kaidah jisim.
Simak contoh berikut agar jelas:
Kalimat "Timbangan itu tidak berat sebelah" berbicara tentang jisim dan bobot dari neraca timbangan. Namun kalimat "Penilaianku tidak berat sebelah" sama sekali bukan soal jisim atau pun bobot, tapi soal keadilan. Kalimatnya sama tetapi bila objek yang dibicarakan berbeda maka kesimpulannya juga harus berbeda.
Dengan demikian ketika membaca kata "Allah tidak buta sebelah", pembaca yang berakidah tajsim akan langsung memberlakukan kesimpulan tajsim pada Allah. Sedangkan pembaca yang berakidah tanzih (Ahlussunnah wal Jamaah) sama sekali tidak akan sampai pada kesimpulan tersebut sebab baginya Allah berbeda mutlak dengan jisim. Berbeda jauh ketika ojbjek yang dibahas adalah jisim dan ketika objeknya Allah. Ketika yang dibahas adalah Allah, maknanya tak lebih dari sekedar Allah Maha Melihat dengan sempurna tanpa ada celah sedikit pun yang mengurangi sifat ke-Maha Melihat-an Allah.
Agar makin jelas, coba perhatikan contoh kalimat penegasian yang juga disebutkan dalam al-Qur'an berikut:
"Allah tidak mengantuk dan tidak tidur" . Ketika orang mujassimah membaca kalimat ini maka pikiran sesatnya akan menyimpulkan bahwa mata Allah selalu segar bugar dan tidak pernah lama terpejam seperti saat manusia tidur. Dia lah yang terlebih dahulu menyamakan Allah dengan manusia sehingga sampai pada kesimpulan semacam itu. Tetapi bila yang membaca kalimat itu adalah ahli tanzih (Ahlussunnah wal Jamaah), maka yang dia pahami dari itu tak lebih dari sekedar pengawasan Allah yang tidak mengenal jeda apalagi berhenti.
"Allah tidak beranak". Ketika orang mujassimah membaca kalimat ini, pikiran sesatnya mungkin saja akan menyimpulkan bahwa Allah mandul atau bahwa tidak pernah ada sosok yang dilahirkan dari kelaminnya. Maha Suci Allah dari pikiran yang super bodoh semacam ini. Ketika ahli tanzih membaca itu, maka pikirannya hanya akan sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu pun yang terpisah dari Dzat Allah yang non-jisim itu. Sama sekali bukan soal mandul dan bukan soal kelamin sebab Allah tidak punya badan.
"Allah tidak dilahirkan". Ketika orang mujassimah membaca kalimat ini, otak mujassimnya bisa jadi akan bertanya-tanya jangan-jangan Allah ada karena berevolusi tanpa proses reproduksi? Maha Suci Allah dari pertanyaan yang super bodoh ini. Dia menyamakan Allah dengan jisim terlebih dahulu sehingga pertanyaan itu muncul. Bagi Ahlussunnah wal Jamaah, maknanya tidak lebih dari sekedar penegasan bahwa Allah itu qadim yang selalu ada tanpa didahului dengan ketiadaan dan tidak juga berasal dari entitas lain sebelumnya sebab memang tidak ada sesuatu pun sebelum Allah. Bahkan kata "sebelum Allah" pun sebenarnya salah.
Jadi, memahami kebalikan dari sebuah kalimat tidaklah sesederhana yang dipikirkan otak bodoh orang mujassimah. Perlu diketahui dengan jelas terlebih dahulu hakikat dari objek yang dibahas. Ketika yang dibahas adalah Allah yang maha berbeda dari segala isi semesta, maka jangan sampai pola pikirnya sama seperti saat membahas hal lain.
Kesimpulan Hadis tersebut membicarakan soal Dajjal yang dinyatakan tidak sama dengan Allah.
Pertanyaannya, selain soal buta sebelahnya mata, sama atau tidak antara Allah dan Dajjal? Para Mujassimah di sekitar kita takkan berani menjawab pertanyaan ini sebab takut divonis musyabbih (orang yang menyamakan Allah dengan makhluk). Tapi dalam pikirannya jelas bahwa selain soal buta sebelahnya mata semua sama antara keduanya sehingga mereka bangga sekali berdalil dengan hadis itu untuk menjisimkan Allah.
Bagi mereka, ciri yang membedakan Allah dengan Dajjal hanya soal buta sebelah sedangkan soal yang lain sama. Karena Dajjal bermata dua, maka Allah pun dianggap bermata dua. Karena Dajjal berjisim, maka Allah pun dianggap berjisim. Karena organ lainnya tidak disebut dengan ciri berbeda oleh Nabi, maka mereka berasumsi bahwa organ lainnya sama meskipun pasti diakhiri dengan embel-embel "kaifiyahnya berbeda dan tak usah ditanya". Ini pikiran sesat yang takut untuk mereka ungkapan terus terang. Maha Suci Allah dari kesimpulan super bodoh semacam ini.
Dalam pemahaman ahlussunnah wal jamaah yang berciri khas tanzih, Allah bukanlah jisim dan Dzatnya bukanlah susunan organ-organ. Saat itu Nabi Muhammad hanya ingin menekankan sebuah fakta sederhana bahwa Dajjal yang mengaku Tuhan itu menyembuhkan mata kanannya saja tidak bisa. Semua orang bisa melihat bahwa matanya buta sebelah kanan sehingga bagaimana mungkin yang seperti ini mengaku Tuhan? Ini saja inti yang ingin beliau sampaikan, tak perlu dibayangkan macam-macam seolah Nabi Muhammad sedang menetapkan organ mata bagi Allah. Parahnya, para mujassim terlalu banyak mengkhayal lalu khayalan fasid mereka itu dinisbatkan pada Rasulullah.
Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan..
و الله اعلم بالصواب
Minggu, 19 Juni 2022
ABU LHOK NIBONG TELAH BERPULANG KERAHMATULLAH
Dihari kepulangan beliau menghadap ke hadhirat ilahi rabbi hari ini tanggal 19 Juni 2022 di RSUZA Banda Aceh jam 07.30 maka marilah kita iringi kepulangan beliau dengan doa semoga Allah menempatkan beliau ditempat yang layak disisiNya.
Dan dengan kepergian beliau ada baiknya juga kita kembali mengenang kisah kehidupan dan perjuangan semasa beliau masih hidup.
Nama asli beliau adalah Teungku Muhammad Daud Ahmad, namun setelah menjadi seorang alim, beliau lebih dikenal dengan sebutan Abu Lhoknibong dengan dayahnya Darul Huda atau dikenal pula dengan Abu Lueng Angen. Dahulu, semasa masih belajar dan mengajar di Dayah Mudi Mesra Samalanga, guru besarnya Abon Samalanga memanggilnya dengan panggilan “Teungku di Simpang” karena beliau berasal dari Simpang Ulim.
Abu Daud Lhoknibong memulai pengembaraan ilmunya berguru kepada Teungku Abdurrani yang dikenal dengan sebutan Teungku di Aceh. Beliau belajar kepada Teungku Di Aceh selama tiga tahun, namun karena suasana Aceh ketika itu sedang bergolak, beberapa kali beliau harus mengungsi.
Tepatnya pada tahun 1960 Abu Lhoknibong melanjutkan belajarnya kepada seorang ulama yang merupakan murid dari Teungku Syekh Muda Waly al-Khalidi yang dikenal mencetak banyak para ulama yaitu Abon Samalanga.
Kehadiran Abu Daud di Dayah Mudi Mesra ketika itu bak gayung bersambut, dimana Abu Daud kemudian menjadi tangan kanan dan ajudan gurunya dalam banyak hal. Sekitar 11 tahun kebersamaan guru dan muridnya ini, kemudian Abon mengizinkan Abu Lhoknibong yang telah alim untuk mendirikan dayah baru yang kemudian dikenal dengan nama Dayah Darul Huda Lhoknibong.
Disebutkan dalam tiga tahun pertama dayah ini hanya memiliki belasan santri saja. Namun setelah Abon Samalanga menerapkan “sistem dapur umum”, maka banyak para santri yang pindah dari Dayah Mudi Mesra Samalanga ke dayah lainnya termasuk dayah yang banyak dituju adalah Darul Huda dan Dayah Malikussaleh Panton.
Barulah kemudian berdatangan banyak santri dari Aceh dan luar Aceh untuk belajar ke Dayah Darul Huda Lhoknibong. Sehingga tidak mengherankan jika Dayah Darul Huda kemudian berkembang begitu pesat, bahkan sekarang Dayah Darul Huda telah memiliki lebih dari 40 cabang lainnya yang berafiliasi sebagai lulusan Darul Huda Lhoknibong termasuk Dayah Bustanul Huda Julok yang dipimpin oleh Abu Muhammad Ali Paya Pasi juga memiliki kaitan dengan Dayah Abu Daud Lhoknibong.
Dengan penuh dedikasi dan ketulusan dalam memimpin dayah, maka Abu Daud telah mengorbit banyak para ulama yang terpandang dewasa ini sebut saja ketika beliau di Samalanga di antara muridnya adalah Abu MUDI Samalanga, Waled Nu Samalanga, Ayah Caleu dan umumnya para abu yang memimpin dayah lulusan Mudi Samalanga dipastikan pernah belajar dengan Abu Daud Lueng Angen.
Bahkan di Dayah Darul Huda juga banyak murid Abu Daud yang kemudian menjadi ulama terpandang di antaranya adalah Abi Ja’far Lueng Angen, Abu Muhammad Ali Paya Pasi dan para teungku yang bertebaran di seluruh Aceh. Adapun ulama yang meneruskan estafet Dayah Darul Huda adalah Abi Ja’far Lueng Angen. Selain dikenal sebagai guru besar Dayah Mudi Mesra dan tangan kanan Abon Samalanga, Abu Daud juga menguasai banyak disiplin ilmu keislaman, bahkan disebutkan beliau juga ahli dalam ilmu qira’at.
Tepatnya tahun 2016 setelah Abu melewati masa sakitnya yang agak lama, beliau kemudian membuat pertemuan dengan seluruh alumni Dayah Darul Huda, dimana hampir semua santrinya hadir ketika itu. Dalam video unggahan tersebut ada Abu Paya Pasi, Abu Abdullah Kruet Lintang dan para teungku lainnya yang telah menjadi ulama dan pimpinan dayah. Di saat itu Abu Lueng Angen berbicara dengan begitu semangat menyampaikan berbagai pesan keislaman dengan mengutip banyak ayat, hadis dan matan-matan kitab yang diucapkan dengan begitu fasih dan lancar.
Di akhir pidatonya Abu Daud memohon maaf kepada seluruh muridnya barangkali dulu ketika beliau mendidik mereka ada kekeliruan dalam ucapan maupun tindakannya. Itulah Abu Lueng Angen seorang ulama yang ‘alamah dan insaf.
Setelah pertemuan besar itu, Abu Lueng Angen lebih banyak diam dan jarang beliau berbicara ke publik, beliau lebih memilih mendoakan masyarakat Aceh dalam diamnya. Karena beliau adalah seorang yang mustajab doa.
Dulu tahun 1969 masyarakat di kawasan tempat tinggalnya dilanda oleh kemarau yang panjang namun saat beliau memimpin shalat istisqa’, maka di malam harinya turunlah hujan yang begitu lebat.
Sekarang Abu telah berpulang kerahmatullah dalam usia lebih dari 82 tahun, usia yang telah sepuh tentunya. Telah banyak kebaikan yang telah beliau persembahkan untuk masyarakatnya. Telah dihabiskan usia remaja dan mudanya untuk berkhidmah kepada gurunya, telah dipersembahkan untuk Islam akalnya yang cerdas, fisiknya yang gagah, hatinya yang bijaksana. Semoga Allah SWT menambah kemuliaan dan menempatkan Abu Daud Lhoknibong ditempat yang layak disisiNya..
Amiiinnn ya Allah ya Rabbal alamin..
Pirak Timu 19 Juni 2022
Sabtu, 18 Juni 2022
NADHAR ( BERFIKIR ) YANG DILUPAKAN.
Apa tanggapan kita jika seseorang yang memasuki sebuah rumah yang cantik megah, indah dan rapi susunan perabotnya, ketika ia masuk kedalam nya, duduk dan makan minum serta tidur didalamnya, dan ia mempergunakan semua perabot yang tertata rapi yang ada di dalam nya tanpa ia mengenal siapa ypang punya rumah tersebut, dan seolah ia tidak perlu tahu siapa pemilik rumah, bahkan ia mengingkari pemilik rumah dan menganggap bahwa rumah itu tidak ada yang punya.
Rabu, 08 Juni 2022
DALIL IJMALI DAN TAFSILI
Biasanya pengajian malam rabu selalu tentang materi fikah, tapi ada masukan jamaah agar ada pengajian tentang ilmu tauhid, saya pikir ya juga supaya tidak membosankan jika melulu tentang fikah.
Jumat, 20 Mei 2022
MUQADDIMAD KITAB DUSUQI 'ALA UMMI BARAHIN
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قَالَ الشَّيْخُ الْفَقِيْهُ الْوَلِيُّ الصَّالِحُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ يُوْسُفَ السَّنُوْسِيُّ الْحَسَنِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَ نَفَعَنَا بِهِ وَ بِعُلُوْمِهِ، آمِيْن.
Asy-Syaikh al-Faqīh al-Walī ash-Shāliḥ Abū ‘Abdillāh Muḥammad Yūsuf as-Sanūsī al-Ḥasanī – semoga Allah ta‘ālā merahmatinya, memberi manfaat kepada kita dengannya dan ilmunya, amin: berkata:
الْحَمْدُ للهِ الْوَاسِعِ الْجُوْدِ وَ الْعَطَاءِ، الَّذِيْ شَهَدَتْ بِوُجُوْبِ وُجُوْدِهِ وَحْدَانِيَّتُهُ وَ عَظِيْمِ جَلَالِهِ وُجُوْبُ افْتِقَارِ الْكَائِنَاتِ كُلِّهَا إِلَيْهِ فِي الْأَرْضِ وَ السَّمَاوَاتِ،
“Segala Puji Bagi Allah Zat Yang Maha Luas Kedermawanan dan Pemberian-Nya, yang keesaan-Nya menjadi saksi atas kepastian wujud-Nya, dan kepastian butuhnya semua makhluk di bumi dan di langit kepada-Nya menjadi saksi atas keagungan-Nya,
الْعَزِيْزِ الَّذِيْ عَزَّ فِيْ مُلْكِهِ عَنْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ شَرِيْكٌ فِيْ تَدْبِيْرِ شَيْءٍ مَّا، فَتَعَالَى اللهُ جَلَّ وَ عَزَّ عَنِ الشُرَكَاءِ،
Yang Maha Perkara yang perkasa di kerajaan-Nya dari sekutu baginya dalam mengatur apa pun – Maha Luhur Allah jalla wa ‘azza dari sekutu-sekutu
الرَّحِيْمِ الرَّحْمنِ الَّذِيْ عَمَّتْ نِعَمُهُ الْعَوَالِمُ كُلُّهَا فَلَا مُخَلِّصَ لِكَائِنٍ عَنْ تِلْكَ النَّعْمَاءِ.
Yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih yang nikmat-nikmatNya merata pada semua alam, maka tidak ada orang yang mampu menghitungnya,
الْوَاسِعِ الْكَرِيْمِ الْمُنْفَرِدِ بِالْإِيْجَادِ، فَلَا يُسْتَطَاعُ شُكْرُ نِعَمِهِ إِلَّا بِمَا هُوَ مِنْ نِعَمِهِ الْجَمَّاءِ،
Yang Maha Luas, Maha Mulia dan Yang Sendiri dalam menciptakan, maka tidak bisa mensyukuri nikmat-Nya kecuali dengan kesyukuran dari nikmat-nikmatNya yang banyak,
الْغَنِيِّ الْقُدُّوْسِ فَلَا وُصُوْلَ إِلَى شَيْءٍ مِنْ فَضْلِهِ إِلَّا بِمَحْضِ فَضْلِهِ، تَعَالَى رَبُّنَا وَ جَلَّ عَنِ الْأَغْرَاضِ وَ عَنِ الْأَعْوَانِ وَ الْوُكَلَاءِ وَ الْوُزَرَاءِ.
Yang Maha Kaya dan Maha Suci, maka tidak bisa mencapai anugerah-Nya kecuali dengan murni anugerah-Nya – Maha Luhur dan Maha Agung Tuhan kami yang suci dari tujuan, penolong, wakil dan wazir.
نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمٍ لَا تُحْصَى وَ حَمِدْنَا لَهُ جَلَّ وَ عَزَّ مِنْ أَجَلِّ الْآلَاءِ.
Aku memuji Allah Yang Maha Suci atas nikmat-nikmatNya yang tidak terhitung dan atas nikmat-Nya yang teragung.
وَ نَشْكُرُهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ الَّذِيْ يَبْسُطُ بِفَضْلِهِ مُنْقَبِضَ الْقُلُوْبِ وَ الْأَلْسِنَةِ وَ الْجَوَارِحِ بِمَا شَاءَ مِنْ جَمِيْلِ الثَّنَاءِ.
Aku bersyukur kepada-Nya – tabāraka wa ta‘ālā – Yang Maha Pemberi Nikmat dengan nikmat yang muncul dari kecintaan-Nya dan yang Maha Pemberi nikmat dengan nikmat yang muncul karena kebutuhan hamba, yang dengan anugrah-Nya melapangkan orang-orang yang terkunci hati, lisan, dan anggota tubuhnya, dengan pujian yang indah.
وَ نَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً نَشَأَتْ عَنْ مَحْضِ الْيَقِيْنِ، فَلَا يَطْرُقُ سَاحَتَهَا بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى ضُرُوْبُ الشُّكُوْكِ وَ الْاِمْتِرَاءِ.
Dan aku bersaksi, sungguh tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dengan syahadat yang muncul dari keyakinan murni, maka berkat anugerah Allah ta‘ālā berbagai macam keraguan dan kebimbangan tidak mendatangi hati yang menjadi tempatnya.
وَ نَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمَّدًا (ص) عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، شَهَادَةً نُدَخِّرُهَا بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى وَ جَمِيْلِ عَوْنِهِ لِمَا قَصُمَ الظُّهُوْرُ وَ أَذَابَ الْأَكْبَادَ مِنْ أَهْوَالِ الْمَوْتِ وَ الْقَبْرِ وَ مَا يَتَفَاقَمُ مِنَ الْمَعْضَلَاتِ فِيْ يَوْمِ الْبَعْثِ وَ الْجَزَاءِ.
Aku bersaksi, sungguh Sayyidinā wa Maulānā Muḥammad s.a.w., hamba dan utusan Allah, dengan syahadat yang dengan anugerah-Nya dan keindahan pertolongan-Nya, aku simpan karena kengerian kematian dan alam kubur yang menghancurkan raga, dan karena kedahsyatan yang menyusulnya di hari kebangkitan dan pembalasan.
وَ نُحُوْزُ بَفَضْلِ اللهِ تَعَالَى مَعَ الْآبَاءِ وَ الْأُمَّهَاتِ وَ الذُّرِّيَّةِ وَ الْإِخْوَةِ وَ الْأَحِبَّةِ فِيْ أَعْلَى الْفِرْدَوْسِ غَايَةَ السُّمُوِّ وَ الْاِرْتِقَاءِ.
Dengannya, dengan anugerah Allah ta‘ālā, aku peroleh puncak ketinggian dan keluhuran di surga Firdaus tertinggi bersama ayah, ibu, anak keturunan, saudara, dan orang-orang yang mencintaiku.
وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمِّدٍ عَيْنِ الْوُجُوْدِ وَ سِرِّ الْكَائِنَاتِ وَ عَرُوْسِ الْمَمْلَكَةِ ذِي الْمَفَاخِرِ الَّتِيْ جَلَّتْ عَنِ الْعَدِّ وَ الْإِحْصَاءِ.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Sayyidinā wa Maulānā Muḥammad, yang menjadi penerang bagi makhluk, yang menjadi makhluk termulia, yang menjadi pengantin kerajaan dunia akhirat, pemilik berbagai keistimewaan yang tidak terhitung dan teringkas.
وَ ذِي الْمَقَامِ الْمَحْمُوْدِ وَ الْحَوْضِ الْمَوْرُوْدِ وَ الْوَسِيْلَةِ الْعُظْمَى دُنْيًا وَ أُخْرَى وَ مَلْجَأِ الْخَلَائِقِ كُلِّهِمْ وَ إِلَيْهِ يَهْرَعُوْنَ يَوْمَ تَتَرَادَفُ الْأَهْوَالُ وَ تَمْتَدُّ أَزْمَتُهَا حَتَّى يَتَبَرَّأَ مِنَ الشَّفَاعَةِ وَ يَهْتَمَّ بِأَنْفُسِهِمْ أَكَابِرُ الرُّسُلِ وَ الْأَنْبِيَاءِ.
Pemilik derajat terpuji, telaga yang didatangi, dan wasīlah agung di dunia dan akhirat, tempat berlindung semua makhluk, dan kepadanya mereka segera menghadap, pada hari di mana huru-hara terus bertambah dan terus berlangsung, sehingga tokoh-tokoh para rasul dan nabi berlepas diri dari syafaat.
فَصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مِنْ رَسُوْلٍ أَلْقَتْ إِلَيْهِ الْمَحَاسِنُ وَ الْمَفَاخِرُ كُلُّهَا مَقَالِيْدَهَا، فَسَمَّا عَلَى أَعْلَى مَنْصَتِهَا بِحَيْثُ لَا مَطْمَعَ لِمَخْلُوْقٍ عَلَى الْعُمُوْمِ فِيْ نَيْلِ تِلْكَ الرُّتْبَةِ الْعَلْيَاءِ.
Semoga Allah memberi rahmat pengagungan dan keselamatan bagi rasul yang seluruh kebaikan dan kebanggaan menyerahkan kunci-kuncinya kepadanya, sehingga ia berada di atas kursinya sekira secara umum tidak ada harapan bagi makhluk lain untuk memperoleh derajat luhur tersebut.
وَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ آلِهِ وَ صَحْبِهِ الَّذِيْنَ طَلَعُوْا بَعْدَ غَيْبَةِ شُمُوْسِ النُّبُوَّةِ أَنْجُمًا فِيْ سَمَاءِ الْعُلَا لِلْإِرْشَادِ وَ الْاِهْتِدَاءِ، وَ عَنِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْفَصْلِ وَ الْقَضَاءِ.
Semoga Allah ta‘ālā meridhai para keluarga dan sahabatnya, yang setelah tidak adanya matahari kenabian muncul laksana bintang-bintang di langit untuk memberi bimbingan dan petunjuk, semoga Allah juga meridhai para tābi‘īn dan pengikut mereka dalam keimanan sampai hari pemutusan dan penghukuman
(وَ بَعْدُ): فَأَهَمُّ مَا يَشْتَغِلُ بِهِ الْعَاقِلُ اللَّبِيْبُ فِيْ هذَا الزَّمَانِ الصَّعْبِ أَنْ يَسْعَى فِيْمَا يَنْقُذُ بِهِ مَهْجَتُهُ مِنَ الْخُلُوْدِ فِي النَّارِ.
Wa ba‘du, Hal terpenting yang harus dilakukan oleh orang berakal dan cerdas di zaman penuh kesulitan ini (masa hidup penulis, 832-895 H./1428-1490 M.) adalah mengejar hal yang dapat menyelamatkannya dari keabadian di neraka.
وَ لَيْسَ ذلِكَ إِلَّا بِإِتْقَانِ عَقَائِدِ التَّوْحِيْدِ عَلَى الْوَجْهِ الَّذِيْ قَرَّرَهُ أَئِمَّةُ أَهْلِ السُّنَّةِ الْعَارِفُوْنَ الْأَخْيَارُ.
Hal itu tidak bisa dilakukan kecuali dengan memperkokoh akidah tauhid berdasarkan ajaran yang telah ditetapkan para Imam Ahl-us-Sunnah yang ahli ilmu dan yang terpilih.
وَ مَا أَنْذَرَ مَنْ يَتَّقِنُ ذلِكَ فِيْ هذَا الزَّمَانِ الصَّعْبِ الَّذِيْ فَاضَ فِيْهِ بَحْرُ الْجَهَالَةِ وَ انْتَشَرَ – فِيْهِ الْبَاطِلُ أَيَّ انْتِشَارٍ.
Sungguh jarang sekali orang yang mempunyai keyakinan kokoh seperti itu di zaman yang penuh kesulitan ini, di mana samudra kebodohan semakin banyak dan kebatilan tersebar secara luas.
وَ رَمَى فِيْ كُلِّ نَاحِيَةٍ مِنَ الْأَرْضِ بِأَمْوَاجِ إِنْكَارِ الْحَقِّ وَ بُغْضِ أَهْلِهِ وَ تَزْيِيْنِ الْبَاطِلِ بِالزُّخْرُفِ الْغَارِّ.
Dan kebodohan melempar manusia di setiap tempat di bumi dengan ombak-ombak pengingkaran kebenaran. Kebencian terhadap ahlinya, dan menghiasi kebatilan dengan ucapan batil yang menipu manusia.
وَ مَا أَسْعَدَ الْيَوْمَ مَنْ وُفِّقَ لِتَحْقِيْقِ عَقَائِدِ إِيْمَانِهِ ثُمَّ عُرِّفَ بَعْدَ ذلِكَ مَا يَضْطَرُّ إِلَيْهِ مِنْ فُرُوْعِ دِيْنِهِ فِيْ ظَاهِرِهِ وَ بَاطِنِهِ حَتَّى ابْتَهَجَ سِرُّهُ بِنُوْرِ الْحَقِّ وَ اسْتِنَارٍ.
Sungguh beruntung di zaman ini orang yang diberi taufik untuk mentahqiq akidah-akidah keimanannya, kemudian setelah itu diberi pengetahuan atas furū‘ agama yang harus diketahuinya secara lahir batin sehingga hatinya bahagia dengan cahaya kebenaran dan bercahaya sempurna.
ثُمَّ اعْتَزَلَ الْخَلْقَ طَرًّا طَاوِيًا عَنْهُمْ شِرُّهُ إِلَى أَنْ يَنْتَقِلَ قَرِيْنًا بِالْمَوْتِ عَنْ فَسَادِ هذِهِ الدَّارِ.
Kemudian ‘uzlah (mengasingkan diri sendiri) dari seluruh manusia dengan memutus kejelekannya sampai berpindah mendekati kematiannya dari kerusakan dunia ini.
فَهَنِيْئًا لَهُ بِمَا يَرَى إِثْرَ الْمَوْتِ مِنْ نَعِيْمٍ وَ سُرُوْرٍ لَا يُكَيَّفُ وَ لَا يَدْخُلُ تَحْتَ مِيْزَانِ الْأَنْظَارِ.
Maka membahagiakannya dengan kenikmatan dan kesenangan yang dilihatnya setelah kematian yang tidak terbatas dan terpikirkan.
لَقدْ صَبَرَ قَلِيْلًا فَفَازَ كَثِيْرًا، فَسُبْحَانَ مَنْ يَخُصُّ بِفَضْلِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَ يُقَرِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَ يُبْعِدُ مَنْ يَشَاءُ بِمَحْضِ الْاِخْتِيَارِ.
Sungguh ia telah sabar sebentar kemudian mendapat banyak keuntungan. Maha Suci Allah yang telah mengkhususkan anugerah-Nya bagi orang yang dikehendaki dari hamba-hambaNya, dan mendekatkan serta menjauhkannya dengan murni (semata-mata, hanya) pilihan-Nya.
وَ قَدْ أَلْهَمَ مَوْلَانَا سُبْحَانَهُ بِفَضْلِهِ وَ عَظِيْمِ جُوْدِهِ فِيْ هذَا الزَّمَانِ الْكَثِيْرِ الشَّرِّ لَمَا لَا نَطِيْقَ شُكْرُهُ مِنْ مَعْرِفَةِ عَقَائِدِ الْإِيْمَانِ.
Sungguh Allah Yang Maha Suci dengan anugerah dan keagungan kedermawanannya di zaman yang banyak keburukan ini telah memberi ilham mengetahui akidah-akidah keimanan yang tidak mampu aku syukuri.
وَ أَنْزَلَهَا جَلَّ وَ عَزَّ فِيْ صَمِيْمِ الْقَلْبِ بِمَا نَحْتَاجُ إِلَيْهِ مِنْ قَوَاطِعِ الْبُرْهَانِ.
Allah – jalla wa ‘azza – telah menempatkan pengetahuan itu di relung hati dengan dalil qath‘i yang aku butuhkan.
وَ عَلَّمَ سُبْحَانَهُ بِمَحْضِ فَضْلِهِ وَ إِحْسَانِهِ جُزْئِيَّاتٍ قَلَّ مَنْ يَعْرِفُهَا الْيَوْمَ وَ مَنْ يُنَبِّهُ عَلَيْهَا بِالْخُصُوْصِ مِنَ الْأَئِمَّةِ الْأَعْيَانِ.
Dengan murni anugerah dan kebaikan-Nya Allah telah mengajarkan hal-hal parsial yang di zaman ini sedikit sekali Imam yang diakui kredibilitasnya yang mengetahuinya dan sedikit sekali Imām yang mengajarkannya kepada orang lain secara khusus.
وَ أَرْشَدَ سُبْحَانَهُ بِمَحْضِ كَرَمِهِ لِتَحْقِيْقِ أُمُوْرٍ قَدِ ابْتُلِيَ بِالْغَلَطِ فِيْهَا مَنْ لَا يَظُنُّ بِهِ ذلِكَ مِمَّنْ عُرِفَ بِكَثْرَةِ الْحِفْظِ وَ الإِتْقَانِ.
Allah Yang Maha Suci dengan murni kedermawanannya telah memberi petunjuk untuk mentahqiq hal-hal yang orang yang dikenal memiliki banyak ilmu dan kokoh pun diuji melakukan kesalahan di dalamnya.
اللهُمَّ كَمَا أَنْعَمْتَ فَزِدْنَا يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الْإِكْرَامِ مِنْ فَضْلِكَ وَ تَمَّمَ لَنَا ذلِكَ بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ وَ الْحُلُوْلِ إِثْرَ الْمُوْتِ مَعَ الْأَحِبَّةِ فِيْ دَارِ الْأَمَانِ.
Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memberi nikmat, maka tambahkanlah bagi kami, Wahai Zat Pemilik Keagungan dan Kemuliaan, sebagian dari anugerah-Mu, sempurnakanlah anugerah itu bagi aku dengan ḥusn-ul-khātimah dan pasca kematian tinggal bersama orang-orang yang mencintaiku di surga tempat kesentosaan.
وَ لَا تَجْعَلْنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ مِنَ الْمَسْتَدْرَجِيْنَ بِنِعْمَتِكَ يَا ذَا الْفَضْلِ وَ الْاِمْتِنَانِ.
Jangan jadikan kami, wahai Zat Yang Paling Pengasih di antara para pengasih termasuk orang-orang yang tertipu dengan nikmat-Mu, wahai Zat Pemilik Anugerah dan Kenikmatan.
فَبِكَرَمِ جَلَالِكَ وَ عُلُوِّ ذَاتِكَ ثُمَّ بِرَحْمَتِكَ لِلْهُدَاةِ إِلَيْنَا سَيِّدُنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمَّدٍ نَعُوْذُ بِكَ مِنَ السَّلْبِ بَعْدَ الْعَطَاءِ وَ مِنْ غَضَبِكَ الَّذِيْ لَا يُطَاقُ وَ مِنْ أَنْ تَلْحَقَنَا بِأَهْلِ الْخَيْبَةِ وَ الْحِرْمَانِ.
Dengan kemuliaan keagungan-Mu dan keluhuran Zat-Mu, kemudian dengan rahmat-Mu yang dihidayahkan kepada kami, yaitu Sayyidunā wa Maulānā Muḥammad, aku memohon perlindungan dengan-Mu dari pencabutan nikmat setelah diberikan, dari kemurkaan-Mu yang tidak mampu ditanggung, dan dari bertemu dengan orang-orang yang merugi dan terhalangi dari nikmat.
وَ مِنْ جُمْلَةِ نِعَمِ مَوْلَانَا الْعَظِيْمَةِ وَ مِنَحِهِ الْفَائِقَةِ الْكَرِيْمَةِ أَنْ وَفَّقَنَا سُبْحَانَهُ بِفَضْلِهِ فِيْ هذَا الزَّمَانِ الْكَثِيْرِ الْجَهْلِ لِوَضْعِ عَقِيْدَةٍ صَغِيْرَةِ الْجِرْمِ كَثِيْرِ الْعِلْمِ مُحْتَوِيَةٍ عَلَى جَمِيْعِ عَقَائِدِ التَّوْحِيْدِ.
Di antara sejumlah nikmat Allah yang agung dan karunia-Nya yang luhur dan agung adalah Allah Yang Maha Suci telah memberi taufik padaku dengan anugerah-Nya di zaman yang banyak kebodohannya, untuk menulis kitab berjudul Akidah, yang mengandung banyak ilmu dan mencakup seluruh akidah-akidah tauhid.
ثُمَّ تَأْيِيْدِهَا بِالْبَرَاهِيْنِ الْقَطْعِيَّةِ الْقَرِيْبَةِ لِكُلِّ مَنْ لَهُ نَظَرٌ سَدِيْدٌ.
Kemudian menguatkannya dengan bukti-bukti yang bersifat qath‘i dan mudah dipahami bagi orang yang mempunyai pemahaman benar.
ثُمَّ خَتَمْنَاهَا بِشَيْءٍ لَمْ نَرَهُ سَمِحَ بِهِ أَحَدٌ غَيْرُنَا مِنَ الْمُتَقَدِّمِيْنَ وَ لَا مِنَ الْمُتَأَخِّرِيْنَ.
Kemudian aku akhiri Kitāb al-‘Aqīdah itu dengan materi yang belum aku lihat ada seorang pun selainku dari ulama terdahulu maupun ulama belakangan yang menyampaikannya.
وَ هُوَ أَنَا شَرَحْنَا كَلِمَتَيِ الشَّهَادَةِ الَّتِيْ لَا غِنًى لِلْمُكَلَّفِ عَنْ مَعْرِفَتِهَا وَ إِلَى عَذْبِ مَوَارِدِهَا يَشْتَدُّ عَطْشُ الْمُتَعَطِّشِيْنَ.
Yaitu aku menjelaskan dua kalimat syahadat yang pasti harus diketahui oleh orang-orang mukallaf dan menjelaskan makna-maknanya yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang merindukannya.
إِذْ بِهَا تُقْرَعُ أَبْوَابُ فَضْلِ اللهِ تَعَالَى وَ الدُّخُوْلِ فِيْ زُمْرَةِ الْمُتَّقِيْنَ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ وَ الصَّالِحِيْنَ.
Sebab dengannya pintu-pintu anugerah Allah ta‘ālā diketuk dan dengannya dapat masuk ke golongan orang-orang bertakwa bersama para shādiqīn, syuhadā’ dan shāliḥīn.
وَ بِإِتْقَانِ مَعْرِفَتِهَا يَسْلِمُ الْعَبْدُ مِنْ آفَاتِ الْخُلُوْدِ فِيْ غَضَبِ اللهِ وَ يَتَرَقَّى بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى إِلَى أَعْلَى عِلِّيِّيْنَ.
Dan dengan mengokohkan pengetahuan tentangnya seorang hamba dapat selamat dari bahaya kelanggengan dalam kemurkaan Allah, dan dengan anugerah-Nya naik ke A‘lā-‘Illiyyīn di surga.
فَذَكَرْنَا مَعْنَاهَا أَوَّلًا ثُمَّ بَيَّنَّا وَجْهَ دُخُوْلِ جَمِيْعِ عَقَائِدِ الْإِيْمَانِ فِيْهَا بِحَيْثُ تَبْتَهِجُ عِنْدَ ذلِكَ بِذِكْرِهَا قُلُوْبُ الْمُتَّقِيْنَ.
Pertama-tama aku sebutkan maknanya, kemudian aku jelaskan cara masuknya seluruh akidah-akidah keimanan ke dalamnya sekira hati orang-orang yang bertakwa merasa bahagia saat masuk ke golongan muttaqin dengan menyebutkannya.
وَ بَنْبَسِطُ عَلَى بَوَاطِنِهِمْ وَ ظَوَاهِرِهِمْ مَا انطَوَى مِنْ مَحَاسِنِهَا فَأَصْبَحُوْا يَتَبَخْتَرُوْنَ فِيْ حُلَلِ مَعَارِفِهَا بَيْنَ رِيَاضِ الْجَنَّةِ مُتَرَدِّدِيْنَ.
Terbentanglah kebaikan-kebaikan makna kalimat syahadat yang terlipat, pada sisi batin dan lahir mereka, di mana mereka berjalan mondar-mandir dengan penuh keagungan di tengah makna-maknanya yang indah di antara taman surga.
فَدُوْنَكَ أَيُّهَا الْمُتَعَطِّشُ لِلدُّخُوْلِ فِيْ زُمْرَةِ أَوْلِيَاءِ اللهِ تَعَالَى عَقِيْدَةً لَا يَعْدِلُ عَنْهَا بَعْدَ الْإِطِّلَاعِ عَلَيْهَا وَ الْاِحْتِيَاجِ إِلَى مَا فِيْهَا إِلَّا مَنْ هُوَ مِنَ الْمَحْرُوْمِيْنَ.
Maka wahai para perindu masuk ke golongan auliyā’illāh ta‘ālā, ambillah kitab berjudul Akidah tersebut yang tidak akan berpindah darinya setelah menelaahnya dan membutuhkan materinya kecuali orang-orang yang terhalang.
إِذْ لَا نَظِيْرَ لَهَا فِيْمَا عَلِمْتُ وَ هِيَ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى تَزْهُوْ بِمَحَاسِنِهَا عَلَى كِبَارِ الدَّوَاوِيْنَ.
Sebab kitab itu tiada bandingannya sejauh yang aku tahu. Dengan anugerah Allah ta‘ālā, kitab itu melebihi kitab-kitab lain yang besar.
فَثِقْ أَيُّهَا الْحَافِظُ لَهَا إِنْ فَهِمْتَهَا بِغَايَةِ الْأَمْنِيَّةِ.
Maka mantaplah wahai orang yang menjaganya, bila anda memahaminya, akan memperoleh harapan memahami akidah secara benar.
وَ اشْكُرِ اللهِ تَعَالَى إِذْ مَنَّ عَلَيْكَ بِنِعْمَةٍ عَظِيْمَةٍ طُرِدَ عَنْهَا كَثِيْرٌ مِنَ الْخَلْقِ فَبَاءُوْا فِيْ أُصُوْلِ عَقَائِدِهِمْ بِأَعْظَمِ رِزْيَةٍ.
Bersyukurlah kepada Allah ta‘ālā, sebab Ia telah menganugerahimu dengan nikmat agung yang banyak orang terpalingkan darinya, sehingga mereka mendapat musibah sangat besar dalam pokok-pokok akidah mereka.
وَ أَخْلِصْ لِيْ مِنْ دَعَائِكَ إِذْ أَخْرَجَهَا مِنْ جَوْفِيْ وَ حَرِّكَ بِهَا بِدَمِيْ وَ لِسَانِيْ مَوْلَايَ الْمُنْفَرِدُ بِإِيْجَادِ الْكَائِنَاتِ كُلِّهَا وَ الْعَالَمُ بِكُلِّ طَوِيَّةٍ.
Ikhlashkanlah untukku dari sebagian doamu, sebab Tuhanku Allah Yang Maha Mandiri dalam menciptakan semua makhluk dan Yang Maha Mengetahui semua kesamaan hati, telah mengeluarkannya dari hatiku, dan menggerakkannya dengan darah dan lisanku.
وَ هَا أَنَا أَمَدُّكَ ثَانِيًا بِعَوْنِ اللهِ تَعَالَى بِشَرْحٍ لَهَا مُخْتَصَرٍ يُكْمِلُ لَكَ مِنْهَا الْمَقْصُوْدَ.
Ingatlah untuk kedua kalinya, dengan pertolongan Allah ta‘ālā aku menyuguhkan kepadamu penjelasan ringkas terhadap Kitāb al-‘Aqīdah tersebut yang menyempurnakan maksud kitab bagi anda.
وَ يَكْشِفُ لَكَ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى الْغِطَاؤَ عَمَّا انْبَهَمَ مِنَ الْمَعْنَى الْمَسْدُوْدِ.
Yang in syā’ Allāh ta‘ālā akan membukakan penutup dari makna-maknanya yang lurus yang masih samar bagi anda.
فَتَظْفَرُ إِنْ شَاءَ اللهُ بِكِيْمِيَاءِ السَّعَادَةِ وَ إِكْسِيْرِ النَّجَاةِ.
Maka in syā’ Allāh akan memperoleh keuntungan mati dalam Islam yang sangat diharapkan dan keselamatan yang diidam-idamkan.
وَ هذَا أَوَانُ الشُّرُوْعِ فِيْ هذَا الشَّرْحِ الْمُبَارَكِ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى الْكَرِيْمِ الْوَهَّابِ، نَسْأَلُهُ سُبْحَانَهُ أَنْ يُعِيْنَنِيْ عَلَيْهِ وَ يُوَفِّقْنِيْ فِيْهِ لَعِيْنَ الصَّوَابِ.
Inilah saatnya memulai penjelasan yang penuh berkah ini dengan anugerah Allah ta‘ālā Yang Maha Pemurah dan Maha Pemberi. Aku memohon kepada-Nya agar menolongku untuk menghasilkannya dan memberi taufiq kepadaku agar mendapat hakikat kebenaran di dalamnya.
بِجَاهِ سَيِّدِنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمَّدٍ (ص) وَ عَلَى آلِهِ وَ مَنِ انْتَمَى إِلَيْهِ وَ حَازَ بِمُشَاهَدَتِهِ أَعْظَمَ شَرَفٍ مِنْ سَادَاتِنَا الْأَصْحَابِ.
Dengan wasilah derajat Sayyidinā wa Maulānā Muḥammad – semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepadanya, keluarganya, dan junjungan kita para shahabatnya yang karena menjumpainya memperoleh kemuliaan yang sangat besar.
[صــــ] (الْحَمْدُ للهِ، وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ)
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan Salam semoga terlimpah bagi Rasūlullāh s.a.w.
Syarḥ:
[شــــــ] الْحَمْدُ هُوَ الثَّنَاءُ بِالْكَلَامِ عَلَى الْمَحْمُوْدِ بِجَمِيْلِ صِفَاتِهِ سَوَاءٌ كَانَتْ مِنْ بَابِ الْإِحْسَانِ أَوْ مِنْ بَابِ الْكَمَالِ الْمُخْتَصِّ بِالْمَحْمُوْدِ كَعِلْمِهِ وَ شَجَاعَتِهِ مَثَلًا.
Al-Ḥamd adalah memuji dengan kalam (ucapan) kepada yang dipuji dengan keindahan sifatnya, baik dari sisi berbuat baik atau dari sisi kesempurnaan yang khusus dimiliki yang dipuji, seperti ilmu dan keberaniannya, misalnya:
وَ إِنَّمَا قُلْنَا الثَّنَاءُ بِالْكَلَامِ عِوَضًا عَنْ قَوْلِهِمُ الثَّنَاءُ بِاللِّسَانِ لِيَشْمُلُ الْحَدُّ الْحَمْدَ الْقَدِيْمَ وَ الْحَادِثَ.
Aku katakan: “Memuji dengan kalam” sebagai ganti dari ucapan ulama: “Memuji dengan lisan”, agar batasan itu mencakup pujian yang bersifat qadīm maupun ḥadīts (baru).”
وَ الشُّكْرُ هُوَ الثَّنَاءُ بِاللِّسَانِ أَوْ بِغَيْرِهِ مِنَ الْقَلْبِ وَ سَائِرِ الْأَرْكَانِ عَلَى الْمُنْعِمِ بِسَبَبِ مَا أَسْدَى إِلَى الشَّاكِرِ مِنَ النِّعَمِ.
Adapun asy-Syukr (syukur) adalah memuji dengan lisan dan selainnya, dari hati dan seluruh anggota tubuh kepada yang memberi nikmat sebab nikmat-nikmat yang telah diberikannya kepada orang yang bersyukur.
فَبَيْنَهُ وَ بَيْنَ الْحَمْدِ عُمُوْمٌ وَ خُصُوْصٌ مِنْ وَجْهٍ، يَعْنِيْ أَنَّ الْحَمْدَ أَعَمُّ مِنَ الشُّكْرِ بِحَسَبِ الْمُتَعَلِّقِ، لِأَنَّهُ يَتَعَلَّقُ بِالْكَمَالِ سَوَاءٌ كَانَ إِحْسَانًا أَوْ غَيْرَهُ، وَ الشُّكْرُ لَا يَتَعَلَّقُ إِلَّا بِالْإِحْسَانِ.
Antara asy-Syukr dan al-Ḥamd terdapat keumuman dan kekhususan dari suatu sisi. Yakni al-Ḥamd lebih umum daripada asy-Syukr dengan mempertimbangkan muta‘alliq (yang berkaitan dengan)nya, sebab al-Ḥamd berkaitan dengan kesempurnaan, baik berupa berbuat baik atau selainnya, sedangkan asy-Syukr tidak berkaitan kecuali dengan berbuat baik.
وَ الشُّكْرُ أَعَمُّ مِنَ الْحَمْدِ بِحَسَبِ الْمَحَلِّ، لِأَنَّهُ يَكُوْنُ بِاللِّسَانِ وَ بِالْقَلْبِ وَ بِسَائِرِ الْجَوَارِحِ، قَالَ الشَّاعِرُ:
Di lain sisi, asy-Syukr lebih umum daripada al-Ḥamd dengan mempertimbangkan tempatnya. Sebab asy-Syukr bisa dengan lisan, hati dan seluruh anggota tubuh. Penyair berkata:
أَفَادَتْكُمُ النَّعْمَاءُ مِنِّيْ ثَلَاثَهْ
يَدِيْ وَ لِسَانِيْ وَ الضَّمِيْرُ الْمُحَجَّبَا.
“Kenikmatan yang kalian berikan kepadaku menguntungkanmu pada tiga hal, yaitu syukur dengan tanganku, lisanku, dan hatiku yang tersimpan.”
وَ الْحَمْدُ لَا يَكُوْنُ إِلَّا بِاللِّسَانِ.
Sementara al-Ḥamd hanya terjadi dengan lisan.
وَ الصَّلَاةُ مِنَ اللهِ عَلَى رَسُوْلِهِ (ص) زِيَادَةَ تَكْرِمَةٍ وَ إِنْعَامٍ، وَ سَلَامُهُ عَلَيْهِ زِيَادَةَ تَأْمِيْنٍ لَهُ وَ طَيِّبِ تَحِيَّةٍ وَ إِعْظَامٍ.
Shalawat dari Allah semoga terlimpah bagi Rasūlullāh s.a.w. sebagai tambahan kemuliaan dan pemberian nikmat, dan salam Allah semoga terlimpah bagi beliau sebagai tambahan keselamatan, penghormatan yang baik, dan pengangungan kepadanya
Senin, 09 Mei 2022
PERSOALAN AHLI WARIS ANAK ZINA
Oleh: Tgk Dailami, M.Pd
Dalam kitab sahih Tirmizi ada sebuah hadits riwayat Amru bin Syu’aib bahwasannya Rasulullah bersabda :
أيما رجل عاهر بحرة أو أمة فالولد ولد الزنا لا يرث و لا يورث
أيُّما رجُلٍ عاهَرَ"، أي: زَنَى، "بِحُرَّةٍ"، أي: بامرأةٍ حرَّةٍ، "أو أمَةٍ"، أي: زنَى بامرأةٍ مملوكةٍ، "فالولَدُ"، أي: الَّذي يأتي مِن هذه العلاقةِ الآثمةِ هو "ولَدُ زِنًا"؛ لأنَّه جاء عن طريقِ الزِّنا، وحُكمُ هذا الولَدِ أنَّه "لا يَرِثُ"، أي: مِن أبيه الزَّاني بأمِّه ولا مِن أحَدٍ مِن أقاربِه؛ لأنَّه لا يَثبُتُ بالزِّنا نسَبٌ، "ولا يُورَثُ"، أي: ولا يَرِثُ الأبُ الواطِئُ أمَّه بالزِّنا مِنه ولا أحدٌ مِن أقاربِه.
"Siapa saja lelaki yang berzina dengan wanita merdeka ataupun budak, maka anaknya anak zina tidak mewarisi dan tidak diwarisi.
Maka anak yang lahir dari hubungan yang berdosa ini adalah anak zina karena anak tersebut berasal dari jalan zina dan ketentuan hukum anak ini tidak mewarisi dari bapaknya yang menzinai ibunya, dan juga tidak seorang pun mewarisi dari kerabat bapaknya karena tidak ada nasab dengan sebab zina.
Dan tidak diwarisi akan bapak yang menzinai ibunya dari harta anak tersebut dan tidak seorang pun dari kerabat anak".
Artinya anak yang dilahirkan hasil zina, maka anak tersebut tidak mendapatkan harta waris dari laki-laki yang menzinai, dan sebaliknya. Tetapi, anak mendapatkan warisan dari ibunya dan juga sebaliknya. Alasannya, karena anak yang mendapatkan harta waris ialah anak senasab atau satu darah, lahir dengan pernikahan yang sah pada hukum syara'.
KETENTUAN ANAK ZINA ATAU BUKAN.
Jika anak yang dilahirkan lebih dari enam bulan dan kurang dari empat tahun setelah akad nikahnya, maka ada tiga ketentuan:
1. Jika ada kemungkinan anak tersebut dari suami, karena ada hubungan badan setelah akad nikah, maka nasabnya tetap ke suami, berarti berlaku baginya hukum-hukum anak dalam harta pusaka. Dan karena itu suami diharamkan meli’an istrinya atau meniadakan nasab anak tersebut darinya
2. Jika tidak memungkinkan anak tersebut lahir darinya seperti belum pernah ada hubungan badan semenjak akad nikah hingga melahirkan, maka nasab anak hanya ke istri bahkan wajib bagi suami meli’an dengan meniadakan nasab anak darinya (tidak mengakui sebagai anaknya). Hal ini untuk menjaga agar tidak terjadi hak waris kepada anak.
3. Jika dilahirkan kurang dari enam bulan atau lebih dari empat tahun, maka anak tersebut tidak bisa dinasabkan kepada suami dan tidak wajib bagi suami untuk meli’an istrinya. Bagi anak tidak berhak mendapatkan waris karena tidak ada sebab-sebab yang mendukung hubungan nasab.
Referensi:
Kitab Almausu'ah Haditsiyah, jilid 3 halaman 233.
Bughyah Al Murtasyiddin halaman 249-250
Jumat, 25 Februari 2022
HOMO, SEBUAH PENYIMPANAN FITRAH MANUSIA
Dalam alquran Allah menceritakan bahwa dahulu kala ada negeri yg kondisi masyarakatnya memiliki penyimpangan dengan menyukai sesama jenis yang tidak pernah dilakukan ummat sebelumnya.
Mereka lebih memilih sesama jenis daripada wanita yang telah diciptakan Allah S.W.T sebagai tempat menunaikan hasrat biologisnya.
Nabi Luth alaihissalam pun yang saat itu diberikan risalah kenabian untuk melarang penyimpangan tersebut bahkan tidak diindahkan oleh pengikutnya bahkan mengusir Nabi Luth hingga akhirnya Allah swt menurunkan Adzab kepada mereka sebagaimana Allah swt berfirman dalam Surah An-Naml ayat 55:
اَٮِٕنَّكُمۡ لَـتَاۡتُوۡنَ الرِّجَالَ شَهۡوَةً مِّنۡ دُوۡنِ النِّسَآءِؕ بَلۡ اَنۡـتُمۡ قَوۡمٌ تَجۡهَلُوۡنَ
"Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk memenuhi syahwatmu, bukan mendatangi perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui akibat perbuatanmu.
Cerita kaum Sodom ini juga Allah sebutkan dalam surah Al-A’raf ayat 81-83, Hud ayat 69-84, Al-Hijr ayat 51-77, As-Syuara ayat160-175, Al-Ankabut ayat 28-35, As-Shaffat ayat 133-138, Al Qamar ayat 33-40. Ayat-ayat tersebut mengharamkan penyimpangan tersebut..
Bahkan nabi kita Muhammad Saw bersabda:
من وجدتموه يعمل عمل قوم لوط فاقتلوا الفاعل والمفعول به (الحديث)
" Barang siapa diantara kalian menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya.
Sesuai kaedah ushul fiqh:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
"Mencegah kerusakan lebih baik dari mengambil kemaslahatan"
Maka segala sesuatu yang mengarah kepada homo dan lesbian harus dicegah.
Dalam kitab Mahalli ( kanzurraghibin) juz 3 hal 210 disebutkan:
و يحرم نظر امرد بشهوة وهو ان ينظر فيلتذ به. قلت وكذا بغيرها على الاصح المنصوص لانه يخاف من نظره الفتنه كالمراة
“Haram hukumnya melihat Amrad (lelaki tampan) dengan bersyahwat yaitu bahwa dengan melihat maka menjadi tergoda, walaupun tanpa syahwat juga haram karena dikhawatirkan dengan melihat akan tergoda seperti melihat perempuan".
Dengan demikian jika memandang lelaki yang sesama jenis saja dilarang maka sudah tentu bersentuhan akan lebih dilarang.
Dalam sebuah hadis dikatakan:
اخوف ما اخاف على أمتي عمل قوم لوط
" Yang paling aku takutkan dari ummatku yaitu perbuatan kaum Luth"
Sejatinya setiap manusia diciptakan memiliki nafsu syahwat. Dan itu pasti ada pada setiap orang, maka ketika syahwat ini di aplikasikan dengan syariat yang benar maka menjadikan syahwat ini terarah sesuai jalannya dan terhindar dari penyimpangan yang melawan fitrah manusia.
Rabu, 23 Februari 2022
MEMAHAMI TAQDIR
Diantara yang wajib kita yakini adalah Segala sesuatu yang baik maupun yang buruk (menurut ukuran kita), semuanya adalah perbuatan Allah SWT. Kayanya manusia, miskinnya, cantiknya, jeleknya, baiknya, jahatnya, semua itu terjadi pada hakikatnya dengan qudrah dan iradahNya. Firman Allah SWT surah As-Shaffat ayat 96 :
و الله خلقكم وما تعملون
“Dan Allahlah yang telah menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat.
MASALAH : Jika seluruh perbuatan hamba itu terjadi dengan kehendak Allah, bukan berarti si hamba itu majbur (terpaksa) pada seluruh perbuatannya? Mengapa Allah minta pertanggungjawaban amal si hamba?
JAWABAN : Si hamba tidaklah tulen terpaksa atau majbur pada seluruh perbuatanya, karena ia mempunyai IRADAH JUZ’IYYAH (kehendak dalam diri) yang dengan ini ia ingin u tuk memalingkan kehendaknya kearah kebaikan & kearah kejahatan, dan ia juga mempunyai akal tuk membedakan antara yang baik & yang buruk. Jika ia palingkan kehendaknya itu kepada kebaikan maka ia di beri pahala karena zahir kebaikan itu atas usahanya, jika ia palingkan kehendaknya itu kepada kejahatan disiksalah ia karena zahir kejahatan itu atas usahanya.
MASALAH : Jika ada hamba yang dibuat-Nya baik lalu diberikan pahala & surga , ada juga hamba yang dibuat-Nya buruk lalu ditimpakan siksa, bukankah itu berarti Allah ga adil (zalim) kepada hamba-Nya?
JAWABAN : Kita semua ini milik Allah, Kepunyaan Allah, Allah bisa berbuat apapun terhadap milik-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, kalau kita punya 2 ekor ayam, yang 1 disembelih yang 1 lagi dipelihara, apa bisa kita disebut zalim..? jelas tidak, karena kita yang punya dan kita bebas untuk melakukan apapun terhadap yang kita miliki.
Kalau begitu kita boleh dong..mematah2kn kaki ayam ini dan menyambungnya..??
Jelas kita tidak boleh mematah-matahkn kaki ayam ini & menyabungnya walaupun punya kita..karena kita dilarang oleh agama, kita terikat dengan peraturan & undang-undang.
Lain halnya dengan Allah, Allah tidak bisa disebut zalim dengan kehendak-Nya seperti membuat penyakit tuk anak2 kecil yang ga berdosa , bencana alam yang ga selamanya menimpa orang2 bersalah,dll, KARENA Allah tidak terikat dengan suatu peraturan & undang2, sehingga Ia bisa disebut zalim. Perbuatan-Nya adalah absolute,mutlak, dan SEMUA TASHARRUF-NYA ADALAH PADA TEMPATNYA & MENGANDUNG HIKMAH, walaupun terkadang hikmahnya itu belum terjangkau oleh kemampuan berfikirnya manusia. Allah Maha Adil & Maha Suci daripada perbuatan zalim. Firman Allah surat Yunus ayat 44:
ان الله لا يظلم الناس شيئا و لكن الناس انفسهم يظلمون
“sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri”
MASALAH : kalau semuanya sudah Allah yang ngatur dan sudah di taqdirkan, mengapa kita harus capek2 berdo’a?
JAWABAN : Do’a itu adalah ibadah & perintah Allah, tentu dengan berdo’a kita mndapatkan pahala dari Allah. Lalu..
Dalam kitab Al-Adzkar Lin Nawawy :
فصل : قال الغزالي : فإن قيل : فما فائدة الدعاء مع أن القضاء لا مرد له ؟.
فاعلم أن من جملة القضاء : رد البلاء بالدعاء ، فالدعاء سبب لرد البلاء ووجود
الرحمة ، كما أن الترس سبب لدفع السلاح ، والماء سبب لخروج النبات من الأرض ، فكما أن الترس يدفع السهم فيتدافعان ، فكذلك الدعاء والبلاء ، وليس من شرط الاعتراف بالقضاء أن لا يحمل السلاح ، وقد قال الله تعالى : (وليأخذوا حذرهم وأسلحتهم) فقدر الله تعالى الأمر ، وقدر سببه.
“Fasal, berkata Al-Ghazaly : maka jika ditanya: “apa faidahnya do’a padahal ketentuan Allah itu ga bisa ditolak. Maka ketahuilah olehmu, bahwa sejumlah daripada ketentuan Allah itu adalah menolak bala’ dengan do’a. maka do’a itu adalah sebab tuk menolak bala’ & adanya rahmat sebagaimana perisai itu sebab tuk menolak senjata n air sebab tuk keluarnya tumbuh2an dari bumi. Maka sebagaimana perisai itu bisa menolak anak panah lalu bertolak-tolakkan maka bgtu juga dengan do’a n bala’. Dan tidak menjadi syarat tuk mengakui ketentuan Allah itu dengan tidak membawa senjata. Dan sungguh Allah telah berfirman : “…dan hendaklah mereka itu bersiap siaga & menyandang senjata…”(An-Nisa:102).
Maka ALLAH TAQDIRKAN PERINTAH & ALLAH TAQDIRKAN SEBABNYA”.
SECARA SYARI’AT DAN ADAB :
Adab dalam menyikapi taqdir-Nya adalah yang baik-baik disandarkan kepada Allah & yang buruk-buruk disandarkan pada diri kita sendiri.. Oerbandingannya begini…kalau kita memiliki sebuah mobil Fajero sport sudah tentu kapasitas & keindahan mobil ini terbangsa kepada pabrik yang membuatnya. Akan tetapi kalau suatu saat mobil ini tabrak tiang listrik..kita tidak bisa menyalahkan pabrik yang membuatnya..,tentu kita yang salah, pabrik jangan di salahin...
Yang baik-baik datang dari Allah, yang buruk-buruk timbul dari nafsu yang angkara murka dan kesalahan kita, Inilah adab. Dengan adab seperti inilah para Nabi & para Wali memperoleh derajat dan karamah di sisi Allah. Coba renungkan perkataan Nabiyullah Ibrahim sebagaimana di hikayatkan Allah dalam kitab suci-Nya Al-Qur’an surat As-Syu’ara ayat 78-80 :
الذي خلقني فهو يهدين . والذي هو يطعمني ويسقين . واذا مرضت فهو يشفين .
“Dialah Allah yang memciptakan aku lalu Dia memberiku petunjuk. Dan Dialah yang memberi aku makan & minum. Dan apabila aku sakit maka Dialah yang menyembuhkan aku”
Coba kita lihat…Nabi Ibrahim menyandarkan petunjuk, pemberian makan & minum dan penyembuhan kepada Allah SWT. Dan beliau menyandarkan “penyakit” kepada dirinya. Beliau tidak mengatakan “dan apabila Dia memberikan aku sakit” tapi “dan apabila aku sakit”. Beginilah ma’na dari firman Allah Ta’ala surat An-Nisa ayat 79 :
وما أصابك من حسنة فمن الله وما أصابك من سيئة فمن نفسك
“Dan apa-apa yang mengenai dirimu drpada kebaikan, maka dari
Allah (di pandang dari segi terjadinya). Dan apa-apa yang mengenai dirimu dari pada keburukan, maka dari dirimu sendiri (di pandang dari segi usaha)”.
SEKIAN. Semoga bermanfa’at & mohon koreksinya.
Minggu, 20 Februari 2022
TENTANG MASALAH TINDIK ANAK
Sering kali mendapat pertanyaan "pakon hana pakek subang sinyak tgk?? sulit menduga arah pertanyaan, apa krn harga emas mahal, hehehe,,atau dia tidak feminim klo tidak ada perhiasan..sulit juga diterima orang klo jawaban pakek dalil segala, maka jawaban saya selalu diplomatis "biarlah ketika besar dia yg memutuskannya sendiri"
فَائِدَةٌ) قَالَ فِي اْلإِحْيَاءِ لاَ أَدْرِيْ رُخْصَةً فِي تَثْقِيْبِ أُذُنِ الصَّبِيَّةِ ِلأَجْلِ تَعْلِيْقِ حُلِيِّ الذَّهَبِ أَيْ أَوْ نَحْوِهِ فِيْهَا، فَإِنَّ ذَلِكَ جُرْحٌ مُؤْلِمٌ، وَمِثْلُهُ مُوْجِبٌ لِلْقِصَاصِ، فَلاَ يَجُوْزُ إلاَّ لِحَاجَةٍ مُهِمَّةٍ كَالْفَصْدِ وَالْحِجَامَةِ وَالْخِتَانِ. وَالتَّزَيُّنُ بِالْحُلِيِّ غَيْرُ مُهِمٍّ، فَهَذَا وَإِنْ كَانَ مُعْتَادًا فَهُوَ حَرَامٌ، وَالْمَنْعُ مِنْهُ وَاجِبٌ
( Mughni muhtaj, juz 4 hal 296)11q
Faidah: Berkata Imam Ghazali dalam kitab Ihya, Aku belum tahu tentang keringanan hukum melubangi kuping anak wanita kecil untuk menggantungkan perhiasan emas.
Sesungguhnya demikian itu adalah melukai yang sangat menyakiti. Dan seperti itu bisa diwajibkan qishas. Maka tidak boleh dilakukan kecuali untuk hajat yang sangat penting, seperti untuk pengobatan bekam atau khitan. Dan berhias dengan emas itu bukan hal penting, maka hal ini walaupun telah menjadi adat, hukumnya haram dan mencegahnya hukumnya wajib..