Sabtu, 18 Juni 2022

NADHAR ( BERFIKIR ) YANG DILUPAKAN.


Apa tanggapan kita jika seseorang yang memasuki sebuah rumah yang cantik megah, indah dan rapi susunan perabotnya, ketika ia masuk kedalam nya, duduk dan makan minum serta tidur  didalamnya, dan ia mempergunakan semua perabot yang tertata rapi yang ada di dalam nya tanpa ia mengenal siapa ypang punya rumah tersebut, dan seolah ia tidak perlu tahu siapa pemilik rumah, bahkan ia mengingkari pemilik rumah dan menganggap bahwa rumah itu tidak ada yang punya.
Terhadap orang begini tentu kita menduga ada dua kemungkinan, pertama orang tersebut tidak berakal atau gila, kedua orang tersebut memang berakal atau waras, kalau demikian tentu orang tersebut telah bersalah dan bisa dihukum dengan aturan yang berlaku.

Begitu juga dalam masalah aqidah, kita manusia yg mukallaf ( baligh ) diwajibkan untuk berfikir tentang alam ini sebagai dalil untuk mengokohkan keimanan kita kepada empunya alam ini, kewajiban ini sangat penting walau banyak dilupakan oleh kita manusia. 
Dan konsekuensinya ada 4 macam golongan manusia menurut Imam Haramain ( Kitab Ummu Barahin karangan Imam Muhammad Sanusi hal 56 )

1. Manusia yang hidup sesudah baligh atau15 tahun ke atas, dan dapat mempergunakan waktunya untuk berfikir tentang keadaan alam sehingga ia punya keyakinan kuat akan adanya Allah beserta segala sifat dan Kekuasaan Allah, selanjutnya manusia itupun beriman tentang Allah,maka manusia ini dapat disebut  sebagai orang yang beriman dan bermakrifat kepada Allah secara sempurna  sudah memenuhi makna dan maksud dari makrifat yaitu sebuah pengakuan yang kuat dan sesuai dengan yang sebenarnya yang disertai dengan dalil-dalil ( keterangan).

2. Manusia yang hidup sesudah baligh atau15 tahun ke atas, tapi tidak mempergunakan pikiran nya untuk berfikir tentang wujud, sifat dan perbuatan Allah sehingga pengakuan nya terhadap wujud Allah, sifat dan perbuatan Nya tidak kuat atau bimbang sampai ia pun meninggal, maka jumhur ulama berpendapat orang tersebut tidak bermakrifat samasekali. 
Akan tetapi jika imannya kuat sekalipun tidak mampu memberikan dalil maka terhadap sah imannya terdapat perbedaan pendapat ulama, sebagian ada yang mengatakan sah imannya dan sebagian mengatakan tidak sah karena ia termasuk golongan orang yang bertaqlid yang tidak memenuhi tuntutan syara' dalam masalah keimanan.

3. Manusia yang hidup sesudah baligh hanya beberapa saat saja, akan tetapi sempat mempergunakan pikiran nya untuk berpikir tentang masalah akidah dan ia pun meninggal, maka sepakat ulama mengatakan imannya sah sekalipun tidak sempurna. 

4. Manusia yang hidup sesudah baligh dan ada kesempatan untuk berpikir tentang masalah aqidah, akan tetapi kesempatan itu tidak dipergunakan untuk berfikir, malah pikiran nya dipergunakan untuk hal-hal lain hingga ia meninggal, maka tentang orang ini terjadi perbedaan pendapat ulama, ada yang mengatakan imannya sah, dan ada juga yang mengatakan tidak.

و الله اعلم باالصواب

Rabu, 08 Juni 2022

DALIL IJMALI DAN TAFSILI


Biasanya pengajian malam rabu selalu tentang materi fikah, tapi ada masukan jamaah agar ada pengajian tentang ilmu tauhid, saya pikir ya juga supaya tidak membosankan jika melulu tentang fikah.
Maka timbul keinginan juga untuk menulis sedikit rangkuman dari pengajian mungkin ada manfaat tambahan jika ditulis dan ada orang baca..
Sebagai bahan mukaddimah saya ambil isi kitab kifayatul awam, kitab standar ilmu tauhid di Dayah, tidak terlalu panjang juga tidak terlalu ringkas.
Bahasan pertama  tentang kewajiban untuk setiap muslim agar mengetaui aqa'id 50.
Matan kitab tersebut menyebutkan:
يجب على كل مسلم ان يعرف خمسين عقيدة و كل عقيدة يجب عليه ان يعرف لها دليلا اجماليا او تفصيليا
artinya: Wajib atas semua orang islam untuk mengetahui 50 aqidah, dan tiap aqidah wajib untuk diketahui dalilnya baik secara ringkas atau detil/terperinci.

Dari matan kitab tersebut dapat kita uraikan bahwa ada 2 macam dalil.

Pertama, dalil ijmali.
Artinya dalil ringkas secara global, Maknanya bahwa untuk meyakinkan hati tentang sesuatu kita harus mampu memberi keterangan walau secara global.

Contohnya begini, si A bertanya kepada si B: apakah engkau percaya ada tuhan? si B menjawab: saya percaya ada tuhan. Si A bertanya lagi apa dalilnya? si B menjawab: alam ini dalil tanda adanya tuhan.

Kedua, dalil tafsili.
yaitu dalil yang detil atau terperinci yang sanggup menguraikan tentang sesuatu hingga mengokohkan keyakinan kita terhadap sesuatu sehingga sanggup untuk membendung syubhat yang dihembuskan untuk meragukan keyakinan seseorang terhadap sesuatu tersebut. 
contohnya adalah pertanyaan si A kepada si B lagi: bagaimana engkau mengetaui adanya alam ini menjadi tanda adanya tuhan?, si B menjawab: karena adanya alam ini dengan tidak adanya adalah sama saja pada mulanya, boleh jadi ada dan boleh jadi tidak ada, dan ternyata alam sudah ada sekarang,  tentu pasti ada yang menjadikannya, tidak mungkin tiba2 alam ada dengan sendirinya, karena tidak mungkin sebuah timbangan yang pada mulanya sama berat, tiba2 berat sebelah tanpa ada yang memberatkan nya, akal tidak akan menerima bahwa berat sebelah itu tanpa sebab apa2, uraikan seperti ini sudah bisa kita sebut sebagai dalil tafsili.

Contoh lain yaitu alam ini berubah rubah, tiap yang berubah itu baru, jadi alam ini baru.
seterusnya tiap2 yang baru memerlukan kepada yangqqq menciptakan, maka alam ini memerlukan kepada menciptakan, siapa yang menciptakan?tentunya zat yang maha kuasa segalanya..

Atau kita lihat pada seekor ayam, ayam itu berasal dari telur ayam, telur ayam berasal dari ayam. 
atau buah kelapa berasal dari batangnya, batangnya berasal dari buah kelapa, dan seterusnya mundur kebelakang ..
Kejadian terus menerus tanpa berakhir ini, akal sulit untuk dapat menerima nya, pasti ada akhir, yang menciptakan ayam dan kelapa tersebut pertama kali.

Contoh lain misalnya buah durian atau mangga, lalu kita rasa dengan lidah, kenapa durian dan mangga manis dan enak, kenapa belimbing yang ditanam disamping pohon mangga buahnya masam, padahal pada tanah yang sama, lalu kenapa hanya lidah saja yang dapat merasa manis, kenapa hidung atau telinga kita tak bisa merasakan manis walau sama2 berlubang, kalau kita tuangkan durian ke hidung atau telinga tidak manis?
Setelah semua kemampuan akal digunakan untuk memperoleh jawaban diatas, tentu akal tak mampu untuk memberikan jawaban yang dapat memberikan kepuasan, maka akhirnya sampailah akal kepada sebuah keyakinan bahwa tidak ada yang membuat durian atau mangga manis, belimbing masam kecuali ada sebuah kekuatan yang maha kuasa melakukan hal tersebut, maka  kekuatan itulah Allah swt yang maha kuasa...

semoga ada mamfaat..
amiiinnn 

Jumat, 20 Mei 2022

MUQADDIMAD KITAB DUSUQI 'ALA UMMI BARAHIN


 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

قَالَ الشَّيْخُ الْفَقِيْهُ الْوَلِيُّ الصَّالِحُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ يُوْسُفَ السَّنُوْسِيُّ الْحَسَنِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَ نَفَعَنَا بِهِ وَ بِعُلُوْمِهِ، آمِيْن.


Asy-Syaikh al-Faqīh al-Walī ash-Shāliḥ Abū ‘Abdillāh Muḥammad Yūsuf as-Sanūsī al-Ḥasanī – semoga Allah ta‘ālā merahmatinya, memberi manfaat kepada kita dengannya dan ilmunya, amin: berkata:


الْحَمْدُ للهِ الْوَاسِعِ الْجُوْدِ وَ الْعَطَاءِ، الَّذِيْ شَهَدَتْ بِوُجُوْبِ وُجُوْدِهِ وَحْدَانِيَّتُهُ وَ عَظِيْمِ جَلَالِهِ وُجُوْبُ افْتِقَارِ الْكَائِنَاتِ كُلِّهَا إِلَيْهِ فِي الْأَرْضِ وَ السَّمَاوَاتِ،


“Segala Puji Bagi Allah Zat Yang Maha Luas Kedermawanan dan Pemberian-Nya, yang keesaan-Nya menjadi saksi atas kepastian wujud-Nya, dan kepastian butuhnya semua makhluk di bumi dan di langit kepada-Nya menjadi saksi atas keagungan-Nya,


الْعَزِيْزِ الَّذِيْ عَزَّ فِيْ مُلْكِهِ عَنْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ شَرِيْكٌ فِيْ تَدْبِيْرِ شَيْءٍ مَّا، فَتَعَالَى اللهُ جَلَّ وَ عَزَّ عَنِ الشُرَكَاءِ،


Yang Maha Perkara yang perkasa di kerajaan-Nya dari sekutu baginya dalam mengatur apa pun – Maha Luhur Allah jalla wa ‘azza dari sekutu-sekutu


الرَّحِيْمِ الرَّحْمنِ الَّذِيْ عَمَّتْ نِعَمُهُ الْعَوَالِمُ كُلُّهَا فَلَا مُخَلِّصَ لِكَائِنٍ عَنْ تِلْكَ النَّعْمَاءِ.


Yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih yang nikmat-nikmatNya merata pada semua alam, maka tidak ada orang yang mampu menghitungnya,


الْوَاسِعِ الْكَرِيْمِ الْمُنْفَرِدِ بِالْإِيْجَادِ، فَلَا يُسْتَطَاعُ شُكْرُ نِعَمِهِ إِلَّا بِمَا هُوَ مِنْ نِعَمِهِ الْجَمَّاءِ،


Yang Maha Luas, Maha Mulia dan Yang Sendiri dalam menciptakan, maka tidak bisa mensyukuri nikmat-Nya kecuali dengan kesyukuran dari nikmat-nikmatNya yang banyak,


الْغَنِيِّ الْقُدُّوْسِ فَلَا وُصُوْلَ إِلَى شَيْءٍ مِنْ فَضْلِهِ إِلَّا بِمَحْضِ فَضْلِهِ، تَعَالَى رَبُّنَا وَ جَلَّ عَنِ الْأَغْرَاضِ وَ عَنِ الْأَعْوَانِ وَ الْوُكَلَاءِ وَ الْوُزَرَاءِ.


Yang Maha Kaya dan Maha Suci, maka tidak bisa mencapai anugerah-Nya kecuali dengan murni anugerah-Nya – Maha Luhur dan Maha Agung Tuhan kami yang suci dari tujuan, penolong, wakil dan wazir.


نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمٍ لَا تُحْصَى وَ حَمِدْنَا لَهُ جَلَّ وَ عَزَّ مِنْ أَجَلِّ الْآلَاءِ.


Aku memuji Allah Yang Maha Suci atas nikmat-nikmatNya yang tidak terhitung dan atas nikmat-Nya yang teragung.


وَ نَشْكُرُهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ الَّذِيْ يَبْسُطُ بِفَضْلِهِ مُنْقَبِضَ الْقُلُوْبِ وَ الْأَلْسِنَةِ وَ الْجَوَارِحِ بِمَا شَاءَ مِنْ جَمِيْلِ الثَّنَاءِ.


Aku bersyukur kepada-Nya – tabāraka wa ta‘ālā – Yang Maha Pemberi Nikmat dengan nikmat yang muncul dari kecintaan-Nya dan yang Maha Pemberi nikmat dengan nikmat yang muncul karena kebutuhan hamba, yang dengan anugrah-Nya melapangkan orang-orang yang terkunci hati, lisan, dan anggota tubuhnya, dengan pujian yang indah.


وَ نَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً نَشَأَتْ عَنْ مَحْضِ الْيَقِيْنِ، فَلَا يَطْرُقُ سَاحَتَهَا بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى ضُرُوْبُ الشُّكُوْكِ وَ الْاِمْتِرَاءِ.


Dan aku bersaksi, sungguh tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dengan syahadat yang muncul dari keyakinan murni, maka berkat anugerah Allah ta‘ālā berbagai macam keraguan dan kebimbangan tidak mendatangi hati yang menjadi tempatnya.


وَ نَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمَّدًا (ص) عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، شَهَادَةً نُدَخِّرُهَا بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى وَ جَمِيْلِ عَوْنِهِ لِمَا قَصُمَ الظُّهُوْرُ وَ أَذَابَ الْأَكْبَادَ مِنْ أَهْوَالِ الْمَوْتِ وَ الْقَبْرِ وَ مَا يَتَفَاقَمُ مِنَ الْمَعْضَلَاتِ فِيْ يَوْمِ الْبَعْثِ وَ الْجَزَاءِ.


Aku bersaksi, sungguh Sayyidinā wa Maulānā Muḥammad s.a.w., hamba dan utusan Allah, dengan syahadat yang dengan anugerah-Nya dan keindahan pertolongan-Nya, aku simpan karena kengerian kematian dan alam kubur yang menghancurkan raga, dan karena kedahsyatan yang menyusulnya di hari kebangkitan dan pembalasan.


وَ نُحُوْزُ بَفَضْلِ اللهِ تَعَالَى مَعَ الْآبَاءِ وَ الْأُمَّهَاتِ وَ الذُّرِّيَّةِ وَ الْإِخْوَةِ وَ الْأَحِبَّةِ فِيْ أَعْلَى الْفِرْدَوْسِ غَايَةَ السُّمُوِّ وَ الْاِرْتِقَاءِ.


Dengannya, dengan anugerah Allah ta‘ālā, aku peroleh puncak ketinggian dan keluhuran di surga Firdaus tertinggi bersama ayah, ibu, anak keturunan, saudara, dan orang-orang yang mencintaiku.


وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمِّدٍ عَيْنِ الْوُجُوْدِ وَ سِرِّ الْكَائِنَاتِ وَ عَرُوْسِ الْمَمْلَكَةِ ذِي الْمَفَاخِرِ الَّتِيْ جَلَّتْ عَنِ الْعَدِّ وَ الْإِحْصَاءِ.


Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Sayyidinā wa Maulānā Muḥammad, yang menjadi penerang bagi makhluk, yang menjadi makhluk termulia, yang menjadi pengantin kerajaan dunia akhirat, pemilik berbagai keistimewaan yang tidak terhitung dan teringkas.


وَ ذِي الْمَقَامِ الْمَحْمُوْدِ وَ الْحَوْضِ الْمَوْرُوْدِ وَ الْوَسِيْلَةِ الْعُظْمَى دُنْيًا وَ أُخْرَى وَ مَلْجَأِ الْخَلَائِقِ كُلِّهِمْ وَ إِلَيْهِ يَهْرَعُوْنَ يَوْمَ تَتَرَادَفُ الْأَهْوَالُ وَ تَمْتَدُّ أَزْمَتُهَا حَتَّى يَتَبَرَّأَ مِنَ الشَّفَاعَةِ وَ يَهْتَمَّ بِأَنْفُسِهِمْ أَكَابِرُ الرُّسُلِ وَ الْأَنْبِيَاءِ.


Pemilik derajat terpuji, telaga yang didatangi, dan wasīlah agung di dunia dan akhirat, tempat berlindung semua makhluk, dan kepadanya mereka segera menghadap, pada hari di mana huru-hara terus bertambah dan terus berlangsung, sehingga tokoh-tokoh para rasul dan nabi berlepas diri dari syafaat.


فَصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مِنْ رَسُوْلٍ أَلْقَتْ إِلَيْهِ الْمَحَاسِنُ وَ الْمَفَاخِرُ كُلُّهَا مَقَالِيْدَهَا، فَسَمَّا عَلَى أَعْلَى مَنْصَتِهَا بِحَيْثُ لَا مَطْمَعَ لِمَخْلُوْقٍ عَلَى الْعُمُوْمِ فِيْ نَيْلِ تِلْكَ الرُّتْبَةِ الْعَلْيَاءِ.


Semoga Allah memberi rahmat pengagungan dan keselamatan bagi rasul yang seluruh kebaikan dan kebanggaan menyerahkan kunci-kuncinya kepadanya, sehingga ia berada di atas kursinya sekira secara umum tidak ada harapan bagi makhluk lain untuk memperoleh derajat luhur tersebut.


وَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ آلِهِ وَ صَحْبِهِ الَّذِيْنَ طَلَعُوْا بَعْدَ غَيْبَةِ شُمُوْسِ النُّبُوَّةِ أَنْجُمًا فِيْ سَمَاءِ الْعُلَا لِلْإِرْشَادِ وَ الْاِهْتِدَاءِ، وَ عَنِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْفَصْلِ وَ الْقَضَاءِ.


Semoga Allah ta‘ālā meridhai para keluarga dan sahabatnya, yang setelah tidak adanya matahari kenabian muncul laksana bintang-bintang di langit untuk memberi bimbingan dan petunjuk, semoga Allah juga meridhai para tābi‘īn dan pengikut mereka dalam keimanan sampai hari pemutusan dan penghukuman



(وَ بَعْدُ): فَأَهَمُّ مَا يَشْتَغِلُ بِهِ الْعَاقِلُ اللَّبِيْبُ فِيْ هذَا الزَّمَانِ الصَّعْبِ أَنْ يَسْعَى فِيْمَا يَنْقُذُ بِهِ مَهْجَتُهُ مِنَ الْخُلُوْدِ فِي النَّارِ.


Wa ba‘du, Hal terpenting yang harus dilakukan oleh orang berakal dan cerdas di zaman penuh kesulitan ini (masa hidup penulis, 832-895 H./1428-1490 M.) adalah mengejar hal yang dapat menyelamatkannya dari keabadian di neraka.


وَ لَيْسَ ذلِكَ إِلَّا بِإِتْقَانِ عَقَائِدِ التَّوْحِيْدِ عَلَى الْوَجْهِ الَّذِيْ قَرَّرَهُ أَئِمَّةُ أَهْلِ السُّنَّةِ الْعَارِفُوْنَ الْأَخْيَارُ.


Hal itu tidak bisa dilakukan kecuali dengan memperkokoh akidah tauhid berdasarkan ajaran yang telah ditetapkan para Imam Ahl-us-Sunnah yang ahli ilmu dan yang terpilih.


وَ مَا أَنْذَرَ مَنْ يَتَّقِنُ ذلِكَ فِيْ هذَا الزَّمَانِ الصَّعْبِ الَّذِيْ فَاضَ فِيْهِ بَحْرُ الْجَهَالَةِ وَ انْتَشَرَ – فِيْهِ الْبَاطِلُ أَيَّ انْتِشَارٍ.


Sungguh jarang sekali orang yang mempunyai keyakinan kokoh seperti itu di zaman yang penuh kesulitan ini, di mana samudra kebodohan semakin banyak dan kebatilan tersebar secara luas.


وَ رَمَى فِيْ كُلِّ نَاحِيَةٍ مِنَ الْأَرْضِ بِأَمْوَاجِ إِنْكَارِ الْحَقِّ وَ بُغْضِ أَهْلِهِ وَ تَزْيِيْنِ الْبَاطِلِ بِالزُّخْرُفِ الْغَارِّ.


Dan kebodohan melempar manusia di setiap tempat di bumi dengan ombak-ombak pengingkaran kebenaran. Kebencian terhadap ahlinya, dan menghiasi kebatilan dengan ucapan batil yang menipu manusia.


وَ مَا أَسْعَدَ الْيَوْمَ مَنْ وُفِّقَ لِتَحْقِيْقِ عَقَائِدِ إِيْمَانِهِ ثُمَّ عُرِّفَ بَعْدَ ذلِكَ مَا يَضْطَرُّ إِلَيْهِ مِنْ فُرُوْعِ دِيْنِهِ فِيْ ظَاهِرِهِ وَ بَاطِنِهِ حَتَّى ابْتَهَجَ سِرُّهُ بِنُوْرِ الْحَقِّ وَ اسْتِنَارٍ.


Sungguh beruntung di zaman ini orang yang diberi taufik untuk mentahqiq akidah-akidah keimanannya, kemudian setelah itu diberi pengetahuan atas furū‘ agama yang harus diketahuinya secara lahir batin sehingga hatinya bahagia dengan cahaya kebenaran dan bercahaya sempurna.


ثُمَّ اعْتَزَلَ الْخَلْقَ طَرًّا طَاوِيًا عَنْهُمْ شِرُّهُ إِلَى أَنْ يَنْتَقِلَ قَرِيْنًا بِالْمَوْتِ عَنْ فَسَادِ هذِهِ الدَّارِ.


Kemudian ‘uzlah (mengasingkan diri sendiri) dari seluruh manusia dengan memutus kejelekannya sampai berpindah mendekati kematiannya dari kerusakan dunia ini.


فَهَنِيْئًا لَهُ بِمَا يَرَى إِثْرَ الْمَوْتِ مِنْ نَعِيْمٍ وَ سُرُوْرٍ لَا يُكَيَّفُ وَ لَا يَدْخُلُ تَحْتَ مِيْزَانِ الْأَنْظَارِ.


Maka membahagiakannya dengan kenikmatan dan kesenangan yang dilihatnya setelah kematian yang tidak terbatas dan terpikirkan.


لَقدْ صَبَرَ قَلِيْلًا فَفَازَ كَثِيْرًا، فَسُبْحَانَ مَنْ يَخُصُّ بِفَضْلِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَ يُقَرِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَ يُبْعِدُ مَنْ يَشَاءُ بِمَحْضِ الْاِخْتِيَارِ.


Sungguh ia telah sabar sebentar kemudian mendapat banyak keuntungan. Maha Suci Allah yang telah mengkhususkan anugerah-Nya bagi orang yang dikehendaki dari hamba-hambaNya, dan mendekatkan serta menjauhkannya dengan murni (semata-mata, hanya) pilihan-Nya.


وَ قَدْ أَلْهَمَ مَوْلَانَا سُبْحَانَهُ بِفَضْلِهِ وَ عَظِيْمِ جُوْدِهِ فِيْ هذَا الزَّمَانِ الْكَثِيْرِ الشَّرِّ لَمَا لَا نَطِيْقَ شُكْرُهُ مِنْ مَعْرِفَةِ عَقَائِدِ الْإِيْمَانِ.


Sungguh Allah Yang Maha Suci dengan anugerah dan keagungan kedermawanannya di zaman yang banyak keburukan ini telah memberi ilham mengetahui akidah-akidah keimanan yang tidak mampu aku syukuri.


وَ أَنْزَلَهَا جَلَّ وَ عَزَّ فِيْ صَمِيْمِ الْقَلْبِ بِمَا نَحْتَاجُ إِلَيْهِ مِنْ قَوَاطِعِ الْبُرْهَانِ.


Allah – jalla wa ‘azza – telah menempatkan pengetahuan itu di relung hati dengan dalil qath‘i yang aku butuhkan.


وَ عَلَّمَ سُبْحَانَهُ بِمَحْضِ فَضْلِهِ وَ إِحْسَانِهِ جُزْئِيَّاتٍ قَلَّ مَنْ يَعْرِفُهَا الْيَوْمَ وَ مَنْ يُنَبِّهُ عَلَيْهَا بِالْخُصُوْصِ مِنَ الْأَئِمَّةِ الْأَعْيَانِ.


Dengan murni anugerah dan kebaikan-Nya Allah telah mengajarkan hal-hal parsial yang di zaman ini sedikit sekali Imam yang diakui kredibilitasnya yang mengetahuinya dan sedikit sekali Imām yang mengajarkannya kepada orang lain secara khusus.


وَ أَرْشَدَ سُبْحَانَهُ بِمَحْضِ كَرَمِهِ لِتَحْقِيْقِ أُمُوْرٍ قَدِ ابْتُلِيَ بِالْغَلَطِ فِيْهَا مَنْ لَا يَظُنُّ بِهِ ذلِكَ مِمَّنْ عُرِفَ بِكَثْرَةِ الْحِفْظِ وَ الإِتْقَانِ.


Allah Yang Maha Suci dengan murni kedermawanannya telah memberi petunjuk untuk mentahqiq hal-hal yang orang yang dikenal memiliki banyak ilmu dan kokoh pun diuji melakukan kesalahan di dalamnya.


اللهُمَّ كَمَا أَنْعَمْتَ فَزِدْنَا يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الْإِكْرَامِ مِنْ فَضْلِكَ وَ تَمَّمَ لَنَا ذلِكَ بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ وَ الْحُلُوْلِ إِثْرَ الْمُوْتِ مَعَ الْأَحِبَّةِ فِيْ دَارِ الْأَمَانِ.


Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memberi nikmat, maka tambahkanlah bagi kami, Wahai Zat Pemilik Keagungan dan Kemuliaan, sebagian dari anugerah-Mu, sempurnakanlah anugerah itu bagi aku dengan ḥusn-ul-khātimah dan pasca kematian tinggal bersama orang-orang yang mencintaiku di surga tempat kesentosaan.


وَ لَا تَجْعَلْنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ مِنَ الْمَسْتَدْرَجِيْنَ بِنِعْمَتِكَ يَا ذَا الْفَضْلِ وَ الْاِمْتِنَانِ.


Jangan jadikan kami, wahai Zat Yang Paling Pengasih di antara para pengasih termasuk orang-orang yang tertipu dengan nikmat-Mu, wahai Zat Pemilik Anugerah dan Kenikmatan.


فَبِكَرَمِ جَلَالِكَ وَ عُلُوِّ ذَاتِكَ ثُمَّ بِرَحْمَتِكَ لِلْهُدَاةِ إِلَيْنَا سَيِّدُنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمَّدٍ نَعُوْذُ بِكَ مِنَ السَّلْبِ بَعْدَ الْعَطَاءِ وَ مِنْ غَضَبِكَ الَّذِيْ لَا يُطَاقُ وَ مِنْ أَنْ تَلْحَقَنَا بِأَهْلِ الْخَيْبَةِ وَ الْحِرْمَانِ.


Dengan kemuliaan keagungan-Mu dan keluhuran Zat-Mu, kemudian dengan rahmat-Mu yang dihidayahkan kepada kami, yaitu Sayyidunā wa Maulānā Muḥammad, aku memohon perlindungan dengan-Mu dari pencabutan nikmat setelah diberikan, dari kemurkaan-Mu yang tidak mampu ditanggung, dan dari bertemu dengan orang-orang yang merugi dan terhalangi dari nikmat.


وَ مِنْ جُمْلَةِ نِعَمِ مَوْلَانَا الْعَظِيْمَةِ وَ مِنَحِهِ الْفَائِقَةِ الْكَرِيْمَةِ أَنْ وَفَّقَنَا سُبْحَانَهُ بِفَضْلِهِ فِيْ هذَا الزَّمَانِ الْكَثِيْرِ الْجَهْلِ لِوَضْعِ عَقِيْدَةٍ صَغِيْرَةِ الْجِرْمِ كَثِيْرِ الْعِلْمِ مُحْتَوِيَةٍ عَلَى جَمِيْعِ عَقَائِدِ التَّوْحِيْدِ.


Di antara sejumlah nikmat Allah yang agung dan karunia-Nya yang luhur dan agung adalah Allah Yang Maha Suci telah memberi taufik padaku dengan anugerah-Nya di zaman yang banyak kebodohannya, untuk menulis kitab berjudul Akidah, yang mengandung banyak ilmu dan mencakup seluruh akidah-akidah tauhid.


ثُمَّ تَأْيِيْدِهَا بِالْبَرَاهِيْنِ الْقَطْعِيَّةِ الْقَرِيْبَةِ لِكُلِّ مَنْ لَهُ نَظَرٌ سَدِيْدٌ.


Kemudian menguatkannya dengan bukti-bukti yang bersifat qath‘i dan mudah dipahami bagi orang yang mempunyai pemahaman benar.


ثُمَّ خَتَمْنَاهَا بِشَيْءٍ لَمْ نَرَهُ سَمِحَ بِهِ أَحَدٌ غَيْرُنَا مِنَ الْمُتَقَدِّمِيْنَ وَ لَا مِنَ الْمُتَأَخِّرِيْنَ.


Kemudian aku akhiri Kitāb al-‘Aqīdah itu dengan materi yang belum aku lihat ada seorang pun selainku dari ulama terdahulu maupun ulama belakangan yang menyampaikannya.


وَ هُوَ أَنَا شَرَحْنَا كَلِمَتَيِ الشَّهَادَةِ الَّتِيْ لَا غِنًى لِلْمُكَلَّفِ عَنْ مَعْرِفَتِهَا وَ إِلَى عَذْبِ مَوَارِدِهَا يَشْتَدُّ عَطْشُ الْمُتَعَطِّشِيْنَ.


Yaitu aku menjelaskan dua kalimat syahadat yang pasti harus diketahui oleh orang-orang mukallaf dan menjelaskan makna-maknanya yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang merindukannya.


إِذْ بِهَا تُقْرَعُ أَبْوَابُ فَضْلِ اللهِ تَعَالَى وَ الدُّخُوْلِ فِيْ زُمْرَةِ الْمُتَّقِيْنَ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ وَ الصَّالِحِيْنَ.


Sebab dengannya pintu-pintu anugerah Allah ta‘ālā diketuk dan dengannya dapat masuk ke golongan orang-orang bertakwa bersama para shādiqīn, syuhadā’ dan shāliḥīn.


وَ بِإِتْقَانِ مَعْرِفَتِهَا يَسْلِمُ الْعَبْدُ مِنْ آفَاتِ الْخُلُوْدِ فِيْ غَضَبِ اللهِ وَ يَتَرَقَّى بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى إِلَى أَعْلَى عِلِّيِّيْنَ.


Dan dengan mengokohkan pengetahuan tentangnya seorang hamba dapat selamat dari bahaya kelanggengan dalam kemurkaan Allah, dan dengan anugerah-Nya naik ke A‘lā-‘Illiyyīn di surga.


فَذَكَرْنَا مَعْنَاهَا أَوَّلًا ثُمَّ بَيَّنَّا وَجْهَ دُخُوْلِ جَمِيْعِ عَقَائِدِ الْإِيْمَانِ فِيْهَا بِحَيْثُ تَبْتَهِجُ عِنْدَ ذلِكَ بِذِكْرِهَا قُلُوْبُ الْمُتَّقِيْنَ.


Pertama-tama aku sebutkan maknanya, kemudian aku jelaskan cara masuknya seluruh akidah-akidah keimanan ke dalamnya sekira hati orang-orang yang bertakwa merasa bahagia saat masuk ke golongan muttaqin dengan menyebutkannya.


وَ بَنْبَسِطُ عَلَى بَوَاطِنِهِمْ وَ ظَوَاهِرِهِمْ مَا انطَوَى مِنْ مَحَاسِنِهَا فَأَصْبَحُوْا يَتَبَخْتَرُوْنَ فِيْ حُلَلِ مَعَارِفِهَا بَيْنَ رِيَاضِ الْجَنَّةِ مُتَرَدِّدِيْنَ.


Terbentanglah kebaikan-kebaikan makna kalimat syahadat yang terlipat, pada sisi batin dan lahir mereka, di mana mereka berjalan mondar-mandir dengan penuh keagungan di tengah makna-maknanya yang indah di antara taman surga.



فَدُوْنَكَ أَيُّهَا الْمُتَعَطِّشُ لِلدُّخُوْلِ فِيْ زُمْرَةِ أَوْلِيَاءِ اللهِ تَعَالَى عَقِيْدَةً لَا يَعْدِلُ عَنْهَا بَعْدَ الْإِطِّلَاعِ عَلَيْهَا وَ الْاِحْتِيَاجِ إِلَى مَا فِيْهَا إِلَّا مَنْ هُوَ مِنَ الْمَحْرُوْمِيْنَ.


Maka wahai para perindu masuk ke golongan auliyā’illāh ta‘ālā, ambillah kitab berjudul Akidah tersebut yang tidak akan berpindah darinya setelah menelaahnya dan membutuhkan materinya kecuali orang-orang yang terhalang.


إِذْ لَا نَظِيْرَ لَهَا فِيْمَا عَلِمْتُ وَ هِيَ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى تَزْهُوْ بِمَحَاسِنِهَا عَلَى كِبَارِ الدَّوَاوِيْنَ.


Sebab kitab itu tiada bandingannya sejauh yang aku tahu. Dengan anugerah Allah ta‘ālā, kitab itu melebihi kitab-kitab lain yang besar.


فَثِقْ أَيُّهَا الْحَافِظُ لَهَا إِنْ فَهِمْتَهَا بِغَايَةِ الْأَمْنِيَّةِ.


Maka mantaplah wahai orang yang menjaganya, bila anda memahaminya, akan memperoleh harapan memahami akidah secara benar.


وَ اشْكُرِ اللهِ تَعَالَى إِذْ مَنَّ عَلَيْكَ بِنِعْمَةٍ عَظِيْمَةٍ طُرِدَ عَنْهَا كَثِيْرٌ مِنَ الْخَلْقِ فَبَاءُوْا فِيْ أُصُوْلِ عَقَائِدِهِمْ بِأَعْظَمِ رِزْيَةٍ.


Bersyukurlah kepada Allah ta‘ālā, sebab Ia telah menganugerahimu dengan nikmat agung yang banyak orang terpalingkan darinya, sehingga mereka mendapat musibah sangat besar dalam pokok-pokok akidah mereka.


وَ أَخْلِصْ لِيْ مِنْ دَعَائِكَ إِذْ أَخْرَجَهَا مِنْ جَوْفِيْ وَ حَرِّكَ بِهَا بِدَمِيْ وَ لِسَانِيْ مَوْلَايَ الْمُنْفَرِدُ بِإِيْجَادِ الْكَائِنَاتِ كُلِّهَا وَ الْعَالَمُ بِكُلِّ طَوِيَّةٍ.


Ikhlashkanlah untukku dari sebagian doamu, sebab Tuhanku Allah Yang Maha Mandiri dalam menciptakan semua makhluk dan Yang Maha Mengetahui semua kesamaan hati, telah mengeluarkannya dari hatiku, dan menggerakkannya dengan darah dan lisanku.


وَ هَا أَنَا أَمَدُّكَ ثَانِيًا بِعَوْنِ اللهِ تَعَالَى بِشَرْحٍ لَهَا مُخْتَصَرٍ يُكْمِلُ لَكَ مِنْهَا الْمَقْصُوْدَ.


Ingatlah untuk kedua kalinya, dengan pertolongan Allah ta‘ālā aku menyuguhkan kepadamu penjelasan ringkas terhadap Kitāb al-‘Aqīdah tersebut yang menyempurnakan maksud kitab bagi anda.


وَ يَكْشِفُ لَكَ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى الْغِطَاؤَ عَمَّا انْبَهَمَ مِنَ الْمَعْنَى الْمَسْدُوْدِ.


Yang in syā’ Allāh ta‘ālā akan membukakan penutup dari makna-maknanya yang lurus yang masih samar bagi anda.


فَتَظْفَرُ إِنْ شَاءَ اللهُ بِكِيْمِيَاءِ السَّعَادَةِ وَ إِكْسِيْرِ النَّجَاةِ.


Maka in syā’ Allāh akan memperoleh keuntungan mati dalam Islam yang sangat diharapkan dan keselamatan yang diidam-idamkan.


وَ هذَا أَوَانُ الشُّرُوْعِ فِيْ هذَا الشَّرْحِ الْمُبَارَكِ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى الْكَرِيْمِ الْوَهَّابِ، نَسْأَلُهُ سُبْحَانَهُ أَنْ يُعِيْنَنِيْ عَلَيْهِ وَ يُوَفِّقْنِيْ فِيْهِ لَعِيْنَ الصَّوَابِ.


Inilah saatnya memulai penjelasan yang penuh berkah ini dengan anugerah Allah ta‘ālā Yang Maha Pemurah dan Maha Pemberi. Aku memohon kepada-Nya agar menolongku untuk menghasilkannya dan memberi taufiq kepadaku agar mendapat hakikat kebenaran di dalamnya.


بِجَاهِ سَيِّدِنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمَّدٍ (ص) وَ عَلَى آلِهِ وَ مَنِ انْتَمَى إِلَيْهِ وَ حَازَ بِمُشَاهَدَتِهِ أَعْظَمَ شَرَفٍ مِنْ سَادَاتِنَا الْأَصْحَابِ.


Dengan wasilah derajat Sayyidinā wa Maulānā Muḥammad – semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepadanya, keluarganya, dan junjungan kita para shahabatnya yang karena menjumpainya memperoleh kemuliaan yang sangat besar.


 


[صــــ] (الْحَمْدُ للهِ، وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ)


Segala puji bagi Allah. Shalawat dan Salam semoga terlimpah bagi Rasūlullāh s.a.w.


Syarḥ:


[شــــــ] الْحَمْدُ هُوَ الثَّنَاءُ بِالْكَلَامِ عَلَى الْمَحْمُوْدِ بِجَمِيْلِ صِفَاتِهِ سَوَاءٌ كَانَتْ مِنْ بَابِ الْإِحْسَانِ أَوْ مِنْ بَابِ الْكَمَالِ الْمُخْتَصِّ بِالْمَحْمُوْدِ كَعِلْمِهِ وَ شَجَاعَتِهِ مَثَلًا.


Al-Ḥamd adalah memuji dengan kalam (ucapan) kepada yang dipuji dengan keindahan sifatnya, baik dari sisi berbuat baik atau dari sisi kesempurnaan yang khusus dimiliki yang dipuji, seperti ilmu dan keberaniannya, misalnya:


وَ إِنَّمَا قُلْنَا الثَّنَاءُ بِالْكَلَامِ عِوَضًا عَنْ قَوْلِهِمُ الثَّنَاءُ بِاللِّسَانِ لِيَشْمُلُ الْحَدُّ الْحَمْدَ الْقَدِيْمَ وَ الْحَادِثَ.


Aku katakan: “Memuji dengan kalam” sebagai ganti dari ucapan ulama: “Memuji dengan lisan”, agar batasan itu mencakup pujian yang bersifat qadīm maupun ḥadīts (baru).”


وَ الشُّكْرُ هُوَ الثَّنَاءُ بِاللِّسَانِ أَوْ بِغَيْرِهِ مِنَ الْقَلْبِ وَ سَائِرِ الْأَرْكَانِ عَلَى الْمُنْعِمِ بِسَبَبِ مَا أَسْدَى إِلَى الشَّاكِرِ مِنَ النِّعَمِ.


Adapun asy-Syukr (syukur) adalah memuji dengan lisan dan selainnya, dari hati dan seluruh anggota tubuh kepada yang memberi nikmat sebab nikmat-nikmat yang telah diberikannya kepada orang yang bersyukur.


فَبَيْنَهُ وَ بَيْنَ الْحَمْدِ عُمُوْمٌ وَ خُصُوْصٌ مِنْ وَجْهٍ، يَعْنِيْ أَنَّ الْحَمْدَ أَعَمُّ مِنَ الشُّكْرِ بِحَسَبِ الْمُتَعَلِّقِ، لِأَنَّهُ يَتَعَلَّقُ بِالْكَمَالِ سَوَاءٌ كَانَ إِحْسَانًا أَوْ غَيْرَهُ، وَ الشُّكْرُ لَا يَتَعَلَّقُ إِلَّا بِالْإِحْسَانِ.


Antara asy-Syukr dan al-Ḥamd terdapat keumuman dan kekhususan dari suatu sisi. Yakni al-Ḥamd lebih umum daripada asy-Syukr dengan mempertimbangkan muta‘alliq (yang berkaitan dengan)nya, sebab al-Ḥamd berkaitan dengan kesempurnaan, baik berupa berbuat baik atau selainnya, sedangkan asy-Syukr tidak berkaitan kecuali dengan berbuat baik.


وَ الشُّكْرُ أَعَمُّ مِنَ الْحَمْدِ بِحَسَبِ الْمَحَلِّ، لِأَنَّهُ يَكُوْنُ بِاللِّسَانِ وَ بِالْقَلْبِ وَ بِسَائِرِ الْجَوَارِحِ، قَالَ الشَّاعِرُ:


Di lain sisi, asy-Syukr lebih umum daripada al-Ḥamd dengan mempertimbangkan tempatnya. Sebab asy-Syukr bisa dengan lisan, hati dan seluruh anggota tubuh. Penyair berkata:


أَفَادَتْكُمُ النَّعْمَاءُ مِنِّيْ ثَلَاثَهْ


يَدِيْ وَ لِسَانِيْ وَ الضَّمِيْرُ الْمُحَجَّبَا.


“Kenikmatan yang kalian berikan kepadaku menguntungkanmu pada tiga hal, yaitu syukur dengan tanganku, lisanku, dan hatiku yang tersimpan.”


وَ الْحَمْدُ لَا يَكُوْنُ إِلَّا بِاللِّسَانِ.


Sementara al-Ḥamd hanya terjadi dengan lisan.


وَ الصَّلَاةُ مِنَ اللهِ عَلَى رَسُوْلِهِ (ص) زِيَادَةَ تَكْرِمَةٍ وَ إِنْعَامٍ، وَ سَلَامُهُ عَلَيْهِ زِيَادَةَ تَأْمِيْنٍ لَهُ وَ طَيِّبِ تَحِيَّةٍ وَ إِعْظَامٍ.


Shalawat dari Allah semoga terlimpah bagi Rasūlullāh s.a.w. sebagai tambahan kemuliaan dan pemberian nikmat, dan salam Allah semoga terlimpah bagi beliau sebagai tambahan keselamatan, penghormatan yang baik, dan pengangungan kepadanya

Senin, 09 Mei 2022

PERSOALAN AHLI WARIS ANAK ZINA


Oleh: Tgk Dailami, M.Pd

Dalam kitab sahih Tirmizi ada sebuah hadits riwayat Amru bin Syu’aib bahwasannya Rasulullah bersabda :

أيما رجل عاهر بحرة أو أمة فالولد ولد الزنا لا يرث و لا يورث
أيُّما رجُلٍ عاهَرَ"، أي: زَنَى، "بِحُرَّةٍ"، أي: بامرأةٍ حرَّةٍ، "أو أمَةٍ"، أي: زنَى بامرأةٍ مملوكةٍ، "فالولَدُ"، أي: الَّذي يأتي مِن هذه العلاقةِ الآثمةِ هو "ولَدُ زِنًا"؛ لأنَّه جاء عن طريقِ الزِّنا، وحُكمُ هذا الولَدِ أنَّه "لا يَرِثُ"، أي: مِن أبيه الزَّاني بأمِّه ولا مِن أحَدٍ مِن أقاربِه؛ لأنَّه لا يَثبُتُ بالزِّنا نسَبٌ، "ولا يُورَثُ"، أي: ولا يَرِثُ الأبُ الواطِئُ أمَّه بالزِّنا مِنه ولا أحدٌ مِن أقاربِه.

"Siapa saja lelaki yang berzina dengan wanita merdeka ataupun budak, maka anaknya anak zina tidak mewarisi dan tidak diwarisi.
Maka anak yang lahir dari hubungan yang berdosa ini adalah anak zina karena anak tersebut berasal dari jalan zina dan ketentuan hukum anak ini tidak mewarisi dari bapaknya yang menzinai ibunya, dan juga tidak seorang pun mewarisi dari kerabat bapaknya karena tidak ada nasab dengan sebab zina.
Dan tidak diwarisi akan bapak yang menzinai ibunya dari harta anak tersebut dan tidak seorang pun dari kerabat anak".

Artinya anak yang dilahirkan hasil zina, maka anak tersebut tidak mendapatkan harta waris dari laki-laki yang menzinai, dan sebaliknya. Tetapi, anak mendapatkan warisan dari ibunya dan juga sebaliknya. Alasannya, karena anak yang mendapatkan harta waris ialah anak senasab atau satu darah, lahir dengan pernikahan yang sah pada hukum syara'.

KETENTUAN ANAK ZINA ATAU BUKAN.

Jika anak yang dilahirkan lebih dari enam bulan dan kurang dari empat tahun setelah akad nikahnya, maka ada tiga ketentuan:

1. Jika ada kemungkinan anak tersebut dari suami, karena ada hubungan badan setelah akad nikah, maka nasabnya tetap ke suami, berarti berlaku baginya hukum-hukum anak dalam harta pusaka. Dan  karena itu suami diharamkan meli’an istrinya atau meniadakan nasab anak tersebut darinya

2. Jika tidak memungkinkan anak tersebut lahir darinya seperti belum pernah ada hubungan badan semenjak akad nikah hingga melahirkan, maka nasab anak hanya ke istri bahkan wajib bagi suami meli’an dengan meniadakan nasab anak darinya (tidak mengakui sebagai anaknya). Hal ini untuk menjaga agar tidak terjadi hak waris kepada anak.

3. Jika dilahirkan kurang dari enam bulan atau lebih dari empat tahun, maka anak tersebut tidak bisa dinasabkan kepada suami dan tidak wajib bagi suami untuk meli’an istrinya. Bagi anak tidak berhak mendapatkan waris karena tidak ada sebab-sebab yang mendukung hubungan nasab.

Referensi:

Kitab Almausu'ah Haditsiyah, jilid 3 halaman 233.

Bughyah Al Murtasyiddin halaman 249-250

Jumat, 25 Februari 2022

HOMO, SEBUAH PENYIMPANAN FITRAH MANUSIA


Dalam alquran Allah menceritakan bahwa dahulu kala ada negeri yg kondisi masyarakatnya memiliki penyimpangan dengan menyukai sesama jenis yang tidak pernah dilakukan ummat sebelumnya.

Mereka lebih memilih sesama jenis daripada wanita yang telah diciptakan Allah S.W.T sebagai tempat menunaikan hasrat biologisnya.
Nabi Luth alaihissalam pun yang saat itu diberikan risalah kenabian untuk melarang penyimpangan tersebut bahkan tidak diindahkan oleh pengikutnya bahkan mengusir Nabi Luth hingga akhirnya Allah swt menurunkan Adzab kepada mereka sebagaimana Allah swt berfirman dalam Surah An-Naml ayat 55:

اَٮِٕنَّكُمۡ لَـتَاۡتُوۡنَ الرِّجَالَ شَهۡوَةً مِّنۡ دُوۡنِ النِّسَآءِ‌ؕ بَلۡ اَنۡـتُمۡ قَوۡمٌ تَجۡهَلُوۡنَ

"Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk memenuhi syahwatmu, bukan mendatangi perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui akibat perbuatanmu.

Cerita kaum Sodom ini juga Allah sebutkan dalam surah Al-A’raf ayat 81-83, Hud ayat 69-84, Al-Hijr ayat 51-77, As-Syuara ayat160-175, Al-Ankabut ayat 28-35, As-Shaffat ayat 133-138, Al Qamar ayat 33-40. Ayat-ayat tersebut mengharamkan penyimpangan tersebut..

Bahkan nabi kita Muhammad Saw bersabda:

من وجدتموه يعمل عمل قوم لوط فاقتلوا الفاعل والمفعول به (الحديث)

" Barang siapa diantara kalian menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya.

Sesuai kaedah ushul fiqh:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

"Mencegah kerusakan lebih baik dari mengambil kemaslahatan"

Maka segala sesuatu yang mengarah kepada homo dan lesbian harus dicegah.
Dalam kitab Mahalli ( kanzurraghibin) juz 3 hal 210 disebutkan:
و يحرم نظر امرد بشهوة وهو ان ينظر فيلتذ به. قلت وكذا بغيرها على الاصح المنصوص لانه يخاف من نظره الفتنه كالمراة

“Haram hukumnya melihat Amrad (lelaki tampan) dengan bersyahwat yaitu bahwa dengan melihat maka menjadi tergoda,  walaupun tanpa syahwat juga haram karena dikhawatirkan dengan melihat akan tergoda seperti melihat perempuan".

Dengan demikian jika memandang lelaki yang sesama jenis saja dilarang maka sudah tentu bersentuhan akan lebih dilarang.

Dalam sebuah hadis dikatakan:

اخوف ما اخاف على أمتي عمل قوم لوط

" Yang paling aku takutkan dari ummatku yaitu perbuatan kaum Luth"

Sejatinya setiap manusia diciptakan memiliki nafsu syahwat. Dan itu pasti ada pada setiap orang, maka ketika syahwat ini di aplikasikan dengan syariat yang benar maka menjadikan syahwat ini terarah sesuai jalannya dan terhindar dari penyimpangan yang melawan fitrah manusia.

Rabu, 23 Februari 2022

MEMAHAMI TAQDIR


 Diantara yang wajib kita yakini adalah Segala sesuatu yang baik maupun yang buruk (menurut ukuran kita), semuanya adalah perbuatan Allah SWT. Kayanya manusia, miskinnya, cantiknya, jeleknya, baiknya, jahatnya, semua itu terjadi pada hakikatnya dengan qudrah dan iradahNya. Firman Allah SWT surah As-Shaffat ayat 96 :

و الله خلقكم وما تعملون

“Dan Allahlah yang telah menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat.


MASALAH : Jika seluruh perbuatan hamba itu terjadi dengan kehendak Allah, bukan berarti si hamba itu majbur (terpaksa) pada seluruh perbuatannya? Mengapa Allah minta pertanggungjawaban amal si hamba?


JAWABAN : Si hamba tidaklah tulen terpaksa atau majbur pada seluruh perbuatanya, karena ia mempunyai IRADAH JUZ’IYYAH (kehendak dalam diri) yang dengan ini ia ingin u tuk memalingkan kehendaknya kearah kebaikan & kearah kejahatan, dan ia juga mempunyai akal tuk membedakan antara yang baik & yang buruk. Jika ia palingkan kehendaknya itu kepada kebaikan maka ia di beri pahala karena zahir kebaikan itu atas usahanya, jika ia palingkan kehendaknya itu kepada kejahatan disiksalah ia karena zahir kejahatan itu atas usahanya.


MASALAH : Jika ada hamba yang dibuat-Nya baik lalu diberikan pahala & surga , ada juga hamba yang dibuat-Nya buruk lalu ditimpakan siksa, bukankah itu berarti Allah ga adil (zalim) kepada hamba-Nya?


JAWABAN : Kita semua ini milik Allah, Kepunyaan Allah, Allah bisa berbuat apapun terhadap milik-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, kalau kita punya 2 ekor ayam, yang 1 disembelih yang 1 lagi dipelihara, apa bisa kita disebut zalim..?  jelas tidak, karena kita yang punya dan kita bebas untuk melakukan apapun terhadap yang kita miliki.

Kalau begitu kita boleh dong..mematah2kn kaki ayam ini dan menyambungnya..??

Jelas kita tidak boleh mematah-matahkn kaki ayam ini & menyabungnya walaupun punya kita..karena kita dilarang oleh agama, kita terikat dengan peraturan & undang-undang.

Lain halnya dengan Allah, Allah tidak bisa disebut zalim dengan kehendak-Nya seperti membuat penyakit tuk anak2 kecil yang ga berdosa , bencana alam yang ga selamanya menimpa orang2 bersalah,dll, KARENA Allah tidak terikat dengan suatu peraturan & undang2, sehingga Ia bisa disebut zalim. Perbuatan-Nya adalah absolute,mutlak, dan SEMUA TASHARRUF-NYA ADALAH PADA TEMPATNYA & MENGANDUNG HIKMAH, walaupun terkadang hikmahnya itu belum terjangkau oleh kemampuan berfikirnya manusia. Allah Maha Adil & Maha Suci daripada perbuatan zalim. Firman Allah surat Yunus ayat 44:


ان الله لا يظلم الناس شيئا و لكن الناس انفسهم يظلمون

“sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri”


MASALAH : kalau semuanya sudah Allah yang ngatur dan sudah di taqdirkan, mengapa kita harus capek2 berdo’a?


JAWABAN : Do’a itu adalah ibadah & perintah Allah, tentu dengan berdo’a kita mndapatkan pahala dari Allah. Lalu..

Dalam kitab Al-Adzkar Lin Nawawy : 


فصل : قال الغزالي : فإن قيل : فما فائدة الدعاء مع أن القضاء لا مرد له ؟.

فاعلم أن من جملة القضاء : رد البلاء بالدعاء ، فالدعاء سبب لرد البلاء ووجود

الرحمة ، كما أن الترس سبب لدفع السلاح ، والماء سبب لخروج النبات من الأرض ، فكما أن الترس يدفع السهم فيتدافعان ، فكذلك الدعاء والبلاء ، وليس من شرط الاعتراف بالقضاء أن لا يحمل السلاح ، وقد قال الله تعالى : (وليأخذوا حذرهم وأسلحتهم) فقدر الله تعالى الأمر ، وقدر سببه.


“Fasal, berkata Al-Ghazaly : maka jika ditanya: “apa faidahnya do’a padahal ketentuan Allah itu ga bisa ditolak. Maka ketahuilah olehmu, bahwa sejumlah daripada ketentuan Allah itu adalah menolak bala’ dengan do’a. maka do’a itu adalah sebab tuk menolak bala’ & adanya rahmat sebagaimana perisai itu sebab tuk menolak senjata n air sebab tuk keluarnya tumbuh2an dari bumi. Maka sebagaimana perisai itu bisa menolak anak panah lalu bertolak-tolakkan maka bgtu juga dengan do’a n bala’. Dan tidak menjadi syarat tuk mengakui ketentuan Allah itu dengan tidak membawa senjata. Dan sungguh Allah telah berfirman : “…dan hendaklah mereka itu bersiap siaga & menyandang senjata…”(An-Nisa:102).


Maka ALLAH TAQDIRKAN PERINTAH & ALLAH TAQDIRKAN SEBABNYA”.


SECARA SYARI’AT DAN ADAB :

Adab dalam menyikapi taqdir-Nya adalah yang baik-baik disandarkan kepada Allah & yang buruk-buruk disandarkan pada diri kita sendiri.. Oerbandingannya begini…kalau kita memiliki sebuah mobil Fajero sport sudah tentu kapasitas & keindahan mobil ini terbangsa kepada pabrik yang membuatnya. Akan tetapi kalau suatu saat mobil ini tabrak tiang listrik..kita tidak bisa menyalahkan pabrik yang membuatnya..,tentu kita yang salah, pabrik jangan di salahin...

Yang baik-baik datang dari Allah, yang buruk-buruk timbul dari nafsu yang angkara murka dan kesalahan kita,  Inilah adab. Dengan adab seperti inilah para Nabi & para Wali memperoleh derajat dan karamah di sisi Allah. Coba renungkan perkataan Nabiyullah Ibrahim sebagaimana di hikayatkan Allah dalam kitab suci-Nya Al-Qur’an surat As-Syu’ara ayat 78-80 :


الذي خلقني فهو يهدين . والذي هو يطعمني ويسقين . واذا مرضت فهو يشفين .


“Dialah Allah yang memciptakan aku lalu Dia memberiku petunjuk. Dan Dialah yang memberi aku makan & minum. Dan apabila aku sakit maka Dialah yang menyembuhkan aku”

Coba kita lihat…Nabi Ibrahim menyandarkan petunjuk, pemberian makan & minum dan penyembuhan kepada Allah SWT. Dan beliau menyandarkan “penyakit” kepada dirinya. Beliau tidak mengatakan “dan apabila Dia memberikan aku sakit” tapi “dan apabila aku sakit”. Beginilah ma’na dari firman Allah Ta’ala surat An-Nisa ayat 79 :


وما أصابك من حسنة فمن الله وما أصابك من سيئة فمن نفسك

“Dan apa-apa yang mengenai dirimu drpada kebaikan, maka dari

 Allah (di pandang dari segi terjadinya). Dan apa-apa yang mengenai dirimu dari pada keburukan, maka dari dirimu sendiri (di pandang dari segi usaha)”.

SEKIAN. Semoga bermanfa’at & mohon koreksinya.


Minggu, 20 Februari 2022

TENTANG MASALAH TINDIK ANAK

 


Sering kali mendapat pertanyaan "pakon hana pakek subang sinyak tgk?? sulit menduga arah pertanyaan, apa krn harga emas mahal, hehehe,,atau dia tidak feminim klo tidak ada perhiasan..sulit juga diterima orang klo jawaban pakek dalil segala, maka jawaban saya selalu diplomatis "biarlah ketika besar dia yg memutuskannya sendiri"


فَائِدَةٌ) قَالَ فِي اْلإِحْيَاءِ لاَ أَدْرِيْ رُخْصَةً فِي تَثْقِيْبِ أُذُنِ الصَّبِيَّةِ ِلأَجْلِ تَعْلِيْقِ حُلِيِّ الذَّهَبِ أَيْ أَوْ نَحْوِهِ فِيْهَا، فَإِنَّ ذَلِكَ جُرْحٌ مُؤْلِمٌ، وَمِثْلُهُ مُوْجِبٌ لِلْقِصَاصِ، فَلاَ يَجُوْزُ إلاَّ لِحَاجَةٍ مُهِمَّةٍ كَالْفَصْدِ وَالْحِجَامَةِ وَالْخِتَانِ. وَالتَّزَيُّنُ بِالْحُلِيِّ غَيْرُ مُهِمٍّ، فَهَذَا وَإِنْ كَانَ مُعْتَادًا فَهُوَ حَرَامٌ، وَالْمَنْعُ مِنْهُ وَاجِبٌ

( Mughni muhtaj, juz 4 hal 296)11q


Faidah: Berkata Imam Ghazali dalam kitab Ihya, Aku belum tahu tentang keringanan hukum  melubangi kuping anak wanita kecil untuk menggantungkan perhiasan emas.

Sesungguhnya demikian itu adalah melukai yang sangat menyakiti. Dan seperti itu bisa diwajibkan qishas. Maka tidak boleh dilakukan kecuali untuk hajat yang sangat penting, seperti untuk pengobatan bekam atau khitan. Dan berhias dengan emas itu bukan hal penting, maka hal ini walaupun telah menjadi adat, hukumnya haram dan mencegahnya hukumnya wajib..