Jumat, 25 April 2025

Generalisasi Berlebih Fisika Kuantum

Tidak satu-dua kali ini saya temukan rekan-rekan yang mengajukan argumen lemahnya bangunan ilmu kalam berdasarkan temuan-temuan dalam bidang fisika kuantum. Seakan-akan ingin mengatakan, "ilmu kalam sudah usang karena fisika kuantum."


Tak jarang, argumen-argumen tersebut juga diiringi dengan pernyataan sebab-akibat yang cukup bombastis. Contoh: meninggalkan konsep akidah tertentu sebab bertentangan dengan sains, untuk kemudian memeluk konsep akidah lain yang ia rasa lebih sesuai dengan sains.


Kemarin saya menjumpai sebuah komentar panjang yang didalamnya terdapat sebuah paragraf dengan nada yang mirip:


"Perkembangan fisika kuantum modern, melalui konsep superposisi, ketidakpastian (Heisenberg), dan non-lokalitas (Bohm), telah mematahkan fondasi logika dan ontologi Aristotelian. Konsep klasik seperti substansi dan aksiden tak lagi memadai menjelaskan realitas fisik, apalagi metafisik. Maka, bila landasan logis kalam masih berpijak pada kategori ontologis kuno itu, ia justru menjadi rentan terhadap kritik saintifik maupun filosofis kontemporer."


Komentar yang sangat keren dan meyakinkan! Apalagi diiringi dengan istilah-istilah khas fisika kuantum. Sayangnya, bila ditelusuri lebih jauh, terdapat beberapa kesalahan fatal.


Kesalahan paling mendasar komentar diatas ialah menggeneralisasi domain ilmu: klaim bahwa temuan fisika kuantum (empiris, sementara ini terbatas pada dunia subatomik) secara otomatis membatalkan validitas ontologi dan logika yang dikembangkan dalam konteks metafisik.


Jamak diketahui bila fisika kuantum beroperasi dalam domain empiris partikular dan model matematis, bukan dalam domain metafisika universal. Apa sulitnya melihat bahwa ontologi Aristotelian membahas struktur dasar keberadaan secara umum (substansi, aksiden, kausalitas), sedangkan teori kuantum membahas fenomena eksperimental secara khusus?


Menyimpulkan bahwa perubahan teori fisika (dari klasik ke modern atau kuantum) menyebabkan batalnya seluruh kerangka metafisika adalah lompatan logika yang tidak sah. 


Ini seperti mengatakan pergeseran teori warna dari sifat bawaan suatu benda (mengikuti kerangka berpikir Aristotelian) menjadi bukan sifat bawaan suatu benda (mengikuti teori pembiasan cahaya oleh Newton), menyebabkan gugurnya estetika seni rupa!


Kesalahan berikutnya ialah kesalahan kategori: menganggap konsep seperti "substansi" dan "aksiden" adalah teori (fisika) klasik, padahal mereka adalah konsep metafisika.


Fisika (mau yang klasik, modern, atau kuantum) tidak pernah dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan seperti "apa itu keberadaan?" atau "apa sifat dasar sesuatu yang ada?"— justru itu adalah tugas metafisika.


Fisika berusaha menjawab "bagaimana", bukan "apa". Ia bergantung pada model, bukan hakikat mutlak. Pun, idealnya, ia diam terhadap makna dan eksistensi.


Karena itu, ilmuwan seperti Heisenberg (iya, nama yang disebut dalam komentar tersebut) menyadari keterbatasan epistemologis eksperimen kuantum dan tidak serta-merta mengklaim telah menggusur seluruh bangunan filsafat klasik.


Maka, menyimpulkan bahwa temuan eksperimental menggugurkan konsep substansi dan aksiden berarti salah memahami fungsi dan domain masing-masing disiplin ilmu!


Kesalahan berikutnya ialah menganggap fisika kuantum pasti menolak determinisme dan kausalitas klasik. Padahal, tidak ada konsensus tunggal di kalangan ilmuwan tentang interpretasi fisika kuantum.


Contoh paling jelas ialah "permusuhan" Interpretasi Kopenhagen (yang bersifat probabilistik) dengan Bohmian Mechanics (yang bersifat deterministik dan realistis). Bahkan, Many Worlds Interpretation pun masih mempertahankan struktur deterministik dalam kerangka multiverse.


Artinya, klaim bahwa “fisika kuantum mematahkan seluruh kausalitas” adalah reduktif dan tidak mewakili kompleksitas diskursus ilmiah aktual!


Terdapat satu lagi paragraf yang mirip dalam komentar yang sama:


"Sebaliknya, argumen kalam seperti huduts atau imkan meskipun tampak rasional, sering kali terbukti tidak efektif dalam menjawab ateisme kontemporer. Argumen-argumen ini masih bergantung pada asumsi kausalitas linier dan keberlakuan kategori universal, yang kini ditantang oleh filsafat bahasa seperti Wittgenstein dan oleh fisika modern yang mengungkap realitas sebagai sesuatu yang lebih kompleks dan tidak terdefinisi secara deterministik."


Lagi-lagi ia menyatakan bahwa fisika modern (meski sebelumnya ia gunakan diksi "kuantum") membatalkan determinisme dan kategori universal begitu saja.


Memang benar adanya bila dikatakan fisika modern/kuantum memperkenalkan probabilitas, ketidakpastian, dan non-lokalitas, tapi tidak berarti meniadakan kausalitas atau kategori universal secara total.


Buktinya, banyak ilmuwan tetap menggunakan kategori universal seperti energi, ruang, waktu, struktur dan tetap mempertahankan prinsip-prinsip kausal dalam skala makro atau bahkan dalam model multiverse.


"What we observe is not nature itself, but nature exposed to our method of questioning."

— Werner Heisenberg, Physics and Philosophy (1958)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar