Rabu, 21 April 2021

MENJAWAB PERSOALAN TASYRIK (PENGGABUNGAN) NIAT

Oleh Tgk Dailami Yusuf Pirak*

          Ada pertanyaan dalam masyarakat tentang masalah hukum boleh tidak qadha sembahyang subuh pada taraweh?? Sebelum menjawabnya kita kaji dulu pembahasan tersebut dalam kitab. Dalam fikih ada pembahasan tentang masalah (تشريك النية ) artinya menggabungkan niat, yaitu menggabungkan dua niat ibadah pada satu perbuatan .

Imam Suyuthi dalam kitabnya, al Asybah wan Nadhair ( الاشباه و النظائر ) halaman 15, beliau menuliskan:

الاول ان ينوي مع العبادة ما ليس بعبادة فقد يبطلها

Artinya: Pertama, meniatkan satu ibadah dengan disertai niat lain yang bukan ibadah, maka terkadang dapat membatalkan ibadat itu sendiri.

Contoh kasusnya:

1.       menyembelih hewan ditujukan untuk Allah dan selain Allah, Ini bisa menyebabkan haramnya memakan sembelihan tersebut.

2.       Berwudhu’ atau mandi wajib yang bersamaan dengan niat menyegarkan badan, Namun menurut pendapat Ashah tidak membatalkan wudhuk atau mandi wajib, alasannya karena menyegarkan badan itu dapat tercapai dengan niat atau tanpa niat, maka tujuan menyegarkan badan tidak dianggap sebagai tasyrik dan meninggalkan keikhlasan.

3.       Qiraah dalam shalat dengan niat qiraah dan memberi tahu, Ini juga tidak batal shalatnya.

4.       Niat puasa ( puasa sunat) bersamaan dengan niat diet atau pengobatan, maka menurut pendapat Ashah sah puasanya.

5.       Musafir dengan tujuan melakukan ibadah haji dan tujuan berdagang. Ini juga sah, namun Ibnu Abdussalam mengatakan ibadah seperti itu tidak mendatangkan pahala secara mutlak, akan tetapi Imam Ghazali mengatakan dilihat dari mana motivasi atau niat yang lebih dominan, kalau yang lebih dominan adalah niat haji karena Allah daripada berdagang, maka tetap dapat pahala.

(Imam Suyuthi, al-Asybah wan-Nadhair, Haramain, hal. 15-16)

القسم الثانى ان ينوي مع العبادة المفروضة عبادة اخرى مندوبة

Artinya: kedua, meniatkan beserta ibadah fardlu dengan ibadah lain yang sunat.

Ibadah seperti ini ada yang sah keduanya (fardhu dan sunat),  dan ada yang sah fardhunya saja atau sah sunatnya saja dan ada juga yang tidak sah kedua-duanya

1.       Sah keduanya(fardhu dan sunat).

a.       Melaksanakan niat shalat fardlu ( subuh ) sekaligus niat sebagai tahiyyatul masjid. Menurut Imam Nawawi dalam kitab syarah al-Muhazzab tidak ada khilaf dalam mazhab Syafii bahwa keduanya sah dan mendapatkan pahala. Namun Imam Rafi’i dan Ibnu Shilah mengatakan tetap ada khilaf tentang sah dan tidak sah sebagaimana dalam persoalan niat wudhuk atau mandi dengan niat menyegarkan badan. Akan tetapi imam Nawawi mengatakan bahwa ada perbedaan yang jelas yaitu bahwa khilaf tidak sah pada niat menyegarkan badan karena disana terjadi tasyrik niat antara ibadah dengan yang bukan ibadah, sedangkan disini terjadi tasyrik niat antara fardhu dengan sunat yang keduanya sama-sama ibadah, yang salah satunya( shalat tahiyyat masjid) hasil dengan tanpa qasad, sebagaimana imam meninggikan suaranya ketika takbiratul ihram supaya makmum mendengarnya, maka sembahyang imam itu sah dengan ijmak walaupun ada dua tujuan ( takbir dan memperdengarkan) karena keduanya adalah qurbah ( wajib dan sunat).

b.       Seseorang yang niat mandi junub sekaligus dengan mandi hari jumat, maka sah keduanya dan mendapat pahala keduannya.

c.       Salam dengan niat untuk keluar dari sembahyang dan salam kepada orang yang hadir pada tempat tersebut, maka sah dan mendapatkan pahala keduanya.

d.       Niat melakukan haji fardhu dengan umrah sunat, sah keduanya dan berfahala

 

2.       Sah fardhunya.

a.       Orang berniat haji fardhu dan haji sunat, padahal dia belum pernah haji, maka yang sah haji fardhunya.

b.       Niat qadha shalat yang telah luput ( misalnya subuh) pada malam Ramadhan disertai niat shalat Tarawih, maka menurut Ibnu Shilah sah qadha shalatnya, tidak sah tarawih.

 

3.       Sah sunatnya

a.       Seseorang memberi uang kepada fakir miskin dengan niat zakat dan sedekah, maka yang sah sedekahnya bukan zakatnya.

b.       Orang yang tidak mampu membaca fatihah, kemudian hanya membaca doa iftitah dan ta’awwudz saja dengan niat sebagai sunnat dan sebagai ganti dari fatihah, maka tidak dianggap sah untuk fatihah.

 

4.       Tidak sah keduanya (fardhu dan sunat)

a.       Imam dalam shalat berjama’ah sudah dalam posisi rukuk, lalu seorang masbuq membaca satu takbir dengan niat sebagai takbiratul ihram dan sekaligus sebagai takbir intiqalat, maka tidak sah shalat simasbuq tersebut sama sekali, karena ada tasyrik pada niat.

b.       Shalat dengan niat shalat fardhu dengan sekaligus niat shalat rawatib, maka tidak sah keduanya sama sekali

( Imam Suyuthi, al-Asybah wan-Nadhair, Haramain, hal. 16-17)

 

القسم الثالث ان ينوي مع المفروضة فرضا اخر

Artinya:ketiga meniatkan ibadah fardhu dengan fardhu lain.

Ibnu Subki berkata : Ibadah demikian tidak sah kecuali masalah haji dan umrah, yaitu haji qiran, dimana didalamnya digabung ibadah umrah wajib dan haji wajib.

Menurut Suyuthi ada contoh lain yang sah yaitu mandi wajib sambil menyelam dengan niat wudhu. Ini sah kedua-duanya menurut pendapat yang ashah.

(Imam Suyuthi, al-Asybah wan-Nadhair, Haramain, hal. 17 )

الرابع ان ينوي مع النفل نفلا اخر 

Artinya: Keempat meniatkan ibadah sunat beserta ibadah sunnah lain.

Qufal mengatakan hukumnya tidak sah. Namun as-Suyuthi berkata bahwa pedapat itu bertentangan dengan hukum sah mandi dengan niat untuk jum’at dan hari raya sekaligus pada ketika hari raya jatuh pada hari Jum’at.

Contoh lainnya adalah bersamaan shalat hari raya dan gerhana, lalu dibaca dua khutbah dengan niat untuk keduanya, maka hukumnya adalah sah. Demikian juga sah menggabung shalat qabliyah dhuhur dan tahiyyatul masjid. Demikian lagi juga sah dengan ijmak ulama seorang imam shalat mengeraskan suaranya pada takbir dengan niat memperdengarkan kepada makmum.

( Imam Suyuthi, al-Asybah wan-Nadhair, Haramain, hal. 17 )

الخامس ان ينوي مع غير العبادة شيئا اخرغيرها و هما مختلفان فى الحكم

Artinya: Kelima Meniatkan pada yang bukan ibadah sesuatu yang bukan ibadah dan keduanya berbeda pada hukum

Contoh kasus yaitu seseorang yang berkata pada isterinya : “Engkau haram untukku” dengan niat thalaq dan zhihar sekaligus. Menurut pendapat ashah, suami tersebut boleh memilih antara keduanya yaitu thalaq atau zhihar. Menurut satu pendapat Qil jatuh thalaq karena kuatnya thalaq, menurut satu pendapat Qil jatuh zhihar karena asal adalah kekal nikah.

( Imam Suyuthi, al-Asybah wan-Nadhair, Haramain, hal. 17 )

Wallahu ‘a’lam bissawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar