Senin, 29 November 2021

AIR HUJAN TURUN DARI LANGIT


Dalam al quran surat al furqan ayat 48 Allah berfirman:

وأنزلنا من السماء ماء طهورا

Artinya: kami turunkan dari langit akan air yang mensucikan. 

Dalam alquran Allah menyebutkan air hujan itu turun dari langit, lalu bagaimana teori yang kita pelajari disekolah bahwa air hujan itu berasal dari uap air dari laut kemudian menjadi hujan..

Untuk melihat persoalan ini mari kita coba membedah referensi berikut ini:l

وَمَا قِيْلَ مِنْ أَنَّ السَّحَابَ يَنْزُلُ فِي الْبَحْرِ الْمِلْحِ فَيَغْتَرِفُ مِنْهُ كَالسَّفِنْجِ ثُمَّ يَرْتَفِعُ وَيَنْعَصِرُ فَيَنْزُلُ مِنْهُ الْمَاءُ وَتَقْصَرُهُ الرِّيَاحُ فَيَخْلُو فَمِنْ زَعْمِ الْعَرَبِ وَلِذَلِكَ قَالَ الشَّاعِرُ *شَرِبْنَ بِمَاءِ الْبَحْرِ ثُمَّ تَرفَّعَتْ* اَلْبَيْتُ. وَهُوَ كَلَامُ الْمُعْتَزِلَةِ.

"Pendapat yang mengatakan bahwa sesungguhnya awan bergerak turun di lautan yang asin, lalu menciduk air laut sebagaimana spon, lalu naik ke atas dan terperas sehingga turunlah hujan, lantas angin mengikis awan itu dan akhirnya hilang terurai, maka hal itu adalah persangkaan orang Arab. Dalam syair dikatakan: Mereka minum dari air laut lalu bergerak naik, ini merupakan ucapan kaum mu'tazillah." (Hasyiyah al-Bajuri, 1/34).

Kaum mu'tazillah di era tersebut berteori bahwa air hujan berasal dari awan yang melandai turun ke laut, menyerap airnya, dan naik lagi hingga tiba masanya turun hujan. Ini jelas berbeda dengan teori ilmu alam sekarang yang menyatakan hujan berasal dari kumpulan partikel air yang naik ke atas akibat perbedaan tekanan udara dan membentuk awan. Teori tersebut sudah diakui dan dikutipkan oleh ar-Razi ketika mengkaji ayat 'wa anzala minas sama-i ma-an'.

السؤال الثالث : قوله : {وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً} يقتضي نزول المطر من السماء وليس الأمر كذلك فإن الأمطار إنما تتولد من أبخرة ترتفع من الأرض وتتصاعد إلى الطبقة الباردة من الهواء فتجتمع هناك بسبب البرد وتنزل بعد اجتماعها وذلك هو المطر. والجواب من وجوه : أحدها : أن السماء إنما سميت سماء لسموها فكل ما سماك فهو سماء فإذا نزل من السحاب فقد نزل من السماء وثانيها : أن المحرك لإثارة تلك الأجزاء الرطبة من عمق الأرض الأجزاء الرطبة {أَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً} وثالثها : أن قول الله هو الصدق وقد أخبر أنه تعالى ينزل المطر من السماء ، فإذا علمنا أنه مع ذلك ينزل من السحاب فيجب أن يقال ينزل من السماء إلى السحاب ، ومن السحاب إلى الأرض.

"Pertanyaan ketiga: firman Allah 'dan Dia menurunkan air [hujan] dari langit' menuntut pemahaman turunnya hujan berasal dari langit padahal faktanya tidak demikian. Mengingat hujan timbul dari uap air yang naik dari bumi dan terus membumbung sampai pada lapisan udara yang dingin, lalu membentuk kumpulan akibat suhu dingin tadi, dan turun ke bumi dalam bentuk hujan.

Jawaban bisa dari beberapa sisi:

Pertama, bahwa langit dinamakan sama-u (langit) dikarenakan tingginya. Maka semua yang di atasmu dinamakan langit. Ketika diungkapkan hujan turun dari awan maka boleh juga diungkapkan hujan turun dari langit.

Kedua, bahwa faktor yang menggerakkan partikel basah dari sari bumi sebenarnya adalah partikel basah 'air yang Dia turunkan dari langit' [perbedaan tekanan udara, pen].Ketiga, bahwa maha benar firman Allah sementara Allah telah berfirman tentang turunnya air dari langit. Ketika kita sudah tahu bahwa hujan turun dari awan maka menjadi ketetapan untuk dikatakan hujan turun dari langit ke awan, dari awan ke bumi.". (Tafsir Fakhrur Razi, 1/266). Wallahu a'lam


Selasa, 02 November 2021

PERKARA YANG SUNNAH DILAKUKAN TERHADAP ORANG YANG SEDANG SAKRATUL MAUT.


Mungkin pernah kita melihat orang sakit yang sedang sakratul maut, mungkin keluarga kita sendiri atau boleh jadi orang lain,  tapi kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan ketika demikian, lebih-lebih terhadap keluarga kita sendiri, maka disini penulis ingin berbagi sedikit ilmu mengenai apa yang harus kita lakukan ketika menghadapi situasi yang demikian.

1. Menghadapkannya ke arah kiblat

Hal ini bisa dilakukan dengan cara membaringkannya pada lambung sebelah kanannya ( kepala di utara), jika tidak mampu maka dengan membaringkan pada lambung kirinya (kepala di selatan), dan bila hal ini tidak mampu maka dengan posisi diterlentangkandan memberi sejenis bantal dikepalanya agar bisa menghadap kiblat

2. Membacakan surat yasin dengan jihar dan surat Ar-Ra’du dengan lirih.

Jika keduanya mungkin di baca, namun jika hanya mungkin membaca salah satunya, maka dibacakan surat yasin untuk mengingatkannya pada urusan akhirat. Jika muhtadhar (orang yang sudah sekarat) sudah tidak mempunyai perasaan maka yang lebih utama di bacakan surat Ar-Ra’du, untuk mempermudah keluarnya ruh.

( مجموع شرح المهذب جزء ٥ صفحة ٢٢٥)

( اضواء البيان فى ايضاح القران بالقران جزء ٦ صفحة ٢٢٦)

3. Mentalkin (menuntun untuk membaca Laa ilaaha illallah)

Nabi bersabda :

« مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ »(رواه الحاكم)

“Barangsiapa yang akhir hayatnya membaca Laa ilaaha illallah maka ia akan masuk surga”.

Menurut qaul sahih penalkinan dilakukan satu kali (tidak perlu diulangi), kecuali apabila muhtadhar setelah ditalkin berbicara sekalipun masalah ukhrawi, maka talkin sunah untuk diulangi lagi. Menurut imam As Shamiri talkin tidak sunat diulangi selama muhtadhar tidak membicarakan urusan duniawi. Talkin untuk orang muslim tidak memakai lafadz tasbih dan ashadu, kedua lafadz tersebut digunakan untuk mentalkin orang kafir yang diharapkan masuk islam.

Orang yang melakukan talkin disunahkan bukan ahli waris, bukan musuhnya atau orang yang hasud/iri kepadanya, hal ini bertujuan untuk menghindari dugaan bahwa mereka mengharapkan kematian muhtadhar.

(سبل السلام جزء ٣ صفحة ١٥١)

Jika yang ada hanya ahli waris maka hendaknya yang metalkin adalah ahli waris yang paling saying kepadanya.

(,رياض الصالحين جزء ١ صفحة٤٧٧) 

Memberi minum kepada Muhtadhar (orang yang sakit sekarat)

Hal tersebut disunnahkan, terutama apabila ada tanda bahwa ia meminta minum, sebab pada waktu itu syetan menawarkan minum yang akan ditukar dengan keimanan.


Tanda baik dan buruknya mayyit 

Tanda-tanda mayyit yang baik :

1. Keningnya berkeringat

2. Kedua matanya mengeluarkan air mata

3. Janur hidungnya mengembang

4. Wajahnya ceria


Tanda- tanda mayit buruk:

1. Wajahnya kelihatan sedih dan takut.

2. Ruhnya sulit keluar, bahkan sampai seminggu

3. Kedua sudut bibirnya berbusa.

Tanda-tanda diatas bisa kelihatan semua, atau hanya sebagiannya saja.

التاج والإكليل لمختصر خليل جزء ٣ صفحة ٣

تفسير تنوير الأذهان جزء ٣ صفحة ١٢٥

أنوار المسالك شرح عمدة السالك صفحة ١٣٥

Apabila ada tanda yang baik maka sunnah untuk disiarkan kecuali jika mayyit dhohirnya ahli maksiat atau orang fasik, maka tidak boleh di siarkan, agar perilaku jeleknya tidak ditiru orang lain. Bila ada tanda yang jelek maka wajib dirahasiakan, kecuali dhohirnya mayit adalah orang yang ahli maksiat atau orang fasik, maka boleh untuk diberitahukan orang lain agar perilaku jeleknya tidak diikuti orang lain

وَلَا يَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ حُضُورُ الْمُحْتَضَرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ خِلَافًا لِمَا فِي الْعُبَابِ وَالرَّوْضِ وَعَلَّلَهُ بِتَضَرُّرِهِ بِامْتِنَاعِ مَلَائِكَةِ الرَّحْمَةِ مِنْ الْحُضُورِ عِنْدَهُ بِسَبَبِهَا .

Dan tidak di haramkan bagi wanita yang haid dan nifas mendatangi seseorang yang dalam keadaan sekarat menurut pendapat yang mu'tamad, akan tetapi menurut ibnu hajar dalam kitab al ubab dan pendapat ibnu almuqri dalam kitab rhaudhatut thalib berbeda pendapat( mengharamkan) dengan memberi (illat) alasan dengan sebab hadirnya wanita yang haid dan nifas dapat mencegah hadirnya malaikat rahmah pada orang yang sekarat. 

( Khasiyah albujairimi ala alkhatib juz 1 hal 354)


Jumat, 15 Oktober 2021

BENARKAH KUTIPAN PESAN IMAM SYAFI’I TENTANG PANAH FITNAH

Belakangan ini beredar luas kutipan yang dikatakan berasal dari Imam Syafi’i tentang ulama mana yang harus kita ikuti. Dari kutipan baik berbentuk tulisan maupun meme (gambar) itu konon Imam Syafi’i menyarankan kepada muridnya untuk mengikuti ulama yang terkena fitnah atau dibenci oleh orang kafir.

Saya penasaran. Di kitab mana Imam Syafi’i mengatakan demikian? Saya telusuri sejumlah kitab karya Imam Syafi’i yang saya miliki, dari mulai ar-Risalah, al-Umm, Diwan dan Musnad, tapi saya tidak menjumpainya. Begitu juga sejumlah kitab yang ditulis oleh para murid Imam Syafi’i juga saya coba telusuri, namun saya tidak mendapatkan sanad kutipan tersebut.

Dalam bahasa Arab kutipan yang beredar itu begini teksnya:

‎سئل اﻹمام الشافعي رحمه الله : كيف نرى الحق من بين كل هذه الفتن ؟ ‎فقال :اتبع سهام العدو ترشدك إلى الحق

Imam Syafi’i ditanya: “Bagaimana kita mengetahui pengikut kebenaran di jaman yang penuh fitnah?”

Beliau menjawab: “Perhatikanlah panah-panah musuh (ditujukan kepada siapa), maka itu akan menunjukimu kepada siapa ‘Pengikut Kebenaran’ itu”.

Redaksi di atas telah dimodifikasi dalam berbagai versi yang viral sesuai kepentingan masing-masing. Misalnya yang saya temukan:

Versi pertama;

Imam Syafi’i berkata: “Carilah pemimpin yang banyak panah-panah FITNAH menuju kepadanya, IKUTILAH mereka yang banyak di FITNAH, Karena sesungguhnya mereka sedang berjuang di JALAN yang BENAR.”

Versi kedua:

Imam Syafi’i pernah berkata: Nanti di akhir zaman akan banyak Ulama yang membingungkan Umat, sehingga Umat bingung memilih mana Ulama Warasatul Anbiya dan mana Ulama Suu’ yang menyesatkan Umat.

Lantas murid Imam Syafi’i bertanya: “Ulama seperti apa yang kami harus ikuti di akhir zaman wahai guru?”

Beliau menjawab: “Ikutilah ulama yang dibenci kaum kafir, kaum munafiq, dan kaum fasik. Dan jauhilah ulama yang disenangi kaum kafir, kaum munafiq, dan kaum fasik, karena ia ia akan menyesatkanmu, menjauhimu dari Keridhaan Allah“.

Saya menemukan pula di internet bahwa kutipan senada yang dinisbatkan kepada Imam Syafi’i itu juga sering disandarkan kepada Imam Ali bin Abi Thalib dan juga kepada Ibn Taimiyah. Jadi sebenarnya itu kutipan dari siapa? Wa Allahu a’lam.

Tapi yang jelas sejauh ini saya tidak menemukan rujukan dari kitab klasik manapun dan juga tidak mendapati sanad kutipan yang diklaim berasal dari pernyataan Imam Syafi’i. Terakhir, setelah usaha saya menelusuri lembaran kitab gagal, saya bertanya langsung kepada Syekh Ibrahim al-Shafie seorang ulama keturunan langsung dari Imam Syafi’i. Lewat WA beliau mengonfirmasi bahwa beliau pun tidak menemukan kutipan tersebut dalam kitab manapun baik dari Imam Syafi’i maupun dari murid-murid sang Imam.

Jadi, saya berani mengatakan bahwa kutipan di atas itu PALSU, sampai ada yang bisa menyebutkan sumber dan sanad kutipan tersebut dan kita verifikasi bersama kevalidannya.

Nah, kutipan di atas telah diviralkan sejumlah pihak sesuai kepentingannya. Para pendukung HRS misalnya mengatakan banyak fitnah terhadap HRS dari para musuh Islam dan itu membuktikan HRS sebagai ulama yang benar, berbeda dengan para ulama NU seperti Gus Dur dan Kiai Said Aqil Siradj yang justru disenangi oleh kaum kafir. Pendukung Gus Dur dan Kiai SAS juga melawan dengan menggunakan kutipan yang sama bahwa justru banyak sekali fitnah yang ditujukan kepada kedua kiai NU ini, dan itu menunjukkan mereka juga benar.

Yang mengejutkan ISIS pun ternyata memakai kutipan di atas dan mengatakan dulu panah musuh, sekarang pesawat tempur dan rudal musuh Islam ditujukan kepada mereka, maka merekalah kelompok yang benar dan harus diikuti umat Islam.

Saya ingin mengatakan bahwa kutipan di atas yang belum terverifikasi itu sudah menjadi BOLA LIAR dan dipakai untuk membela kepentingan masing-masing. Tapi jangan-jangan kita semua yang memakai kutipan di atas jadi turut berdusta atas nama Imam Syafi’i.

Dan kalau kita mau kaji lebih jauh, masak sih standar ‘kebenaran’ itu diukur dari berapa banyak fitnah yang ditujukan kepada ulama? Jangankan para ulama, lha wong saya saja yang bukan siapa-siapa sering kena fitnah dibilang liberal, Syi’ah, sesat, bahkan setiap saat akun saya di medsos diserang para haters. Apa otomatis itu menjadikan pendapat saya benar? Ya belum tentu. Ukuran kebenaran bukan semata-mata soal kebencian dan fitnah dari orang lain, tapi yang terutama adalah soal otoritas keilmuan dan kekuatan argumentasi berdasarkan Nash dan kitab-kitab rujukan.

Kembali ke masalah di atas. Saya tegaskan sekali lagi, bahwa klaim kutipan dari Imam Syafi’i di atas belum terverifikasi, dan harus kita anggap sebagai PALSU dan jangan lagi disebarkan selama belum ada sumber dan sanadnya. Kalau ada yang menyebarkannya, tanya saja: “di kitab apa Imam Syafi’i berkata demikian?” Jangan sampai kita dianggap berdusta atas nama Imam Syafi’i.

Wallahu a’lam..

BY: GNH

Kamis, 14 Oktober 2021

KENAPA BAGIAN ISTRI LEBIH KECIL


 Dalam ilmu Faraidh atau yang juga disebut dengan ilmu Mawaris, kita akan mendapati bahwa pembagian waris itu dibagi menjadi dua bagian; ada ahli waris yang mendapat bagian tertentu atau yang sering diungkap dengan istilah Ashabul furudh, dan ada juga ahli waris yang tidak mendapatkan bagian tertentu namun mereka mendapatkan sisa, atau dalam istilah fiqihnya dikenal dengan istilah 'Ashabah.

Dalam hal ini istri adalah salah satu ahli waris yang termasuk dalam katagori pertama, bahwa istri tidak mungkin mendapat sisa, istri pasti mendapatkan bagian tertentu, bagian tertentu yang dimaksud adalah bagian yang sudah Allah SWT tetapkan dalam Al-Quran, penentuannya Allah SWT langsung yang ‘turun tangan’, bukan hasil ijtihad ulama.

Contoh:

Ismail menikah dengan Hasanah, karena dari hasil pernikahan ini tidak menghasilkan anak, akhirnya mereka mengadopsi satu anak perempun bernama Maimunah yang sekarang sudah menikah dengan Darkasyi dan bahkan sudah mempunyai keturunan yang bernama Si Cut

Ismail mempunyai saudara tua yg bernama Abdullah, Abdullah ini mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Adhar, namun ternyata Abdullah sudah meninggal dunia sebelum  Ismail menikah.

Dan Ismail masih mempunyai satu saudara lainnya yang bernama muslem yang sekarang masih sehat walafiyat, dan beliua juga masih mempunyai satu saudari yang bernama ainsyah yang juga masih hidup.

Jika Ismail meningga dunia, siapa sajakah ahli warisnya? dan berapakah bagian mereka masing?

Bagian Masing-Masing

Hasanah (istri) mendapatkan seperempat (1/4), karena almarhum (suaminya) tidak mempunyai anak keturunan.

Maimunah bukan ahli waris, karena anak hasil adopsi bukan ahli waris. Adhar juga begitu, pun begitu dengan sicut, mereka semua bukan ahli waris.

Abdullah (sdr kandung Alm) tidak mendapatkan haknya, karena Abdullah sudah meninggal duluan sebelum meninggalnya Ismail.

Dan satu saudara serta satu saudari alm yaitu muslem dan ainsyah mendapatkan ashabah (sisa) yang jumlahnya tigaperempat (3/4), dengan catatan bahwa saudara laki-laki mendapat dua kali lipat dari saudari perempuan [للذكر مثل حظ الأنثيين]

Sedang Adhar (keponakan Alm) tidak mendapatkan apa-apa karena dia terhijab (tertutup) haknya dengan keberadaan saudara Alm muslem dan ainsyah yang masih hidup.  

Pada contoh diatas ada ahli waris yang mendapatkan waris dengan bagian tertentu (fardh) yaitu istri  alm, namun ada juga yang mendapatkan harta warisan melalui sisa (ashabah) yaitu saudara dan saudari mayyit.

Mengapa Bagian Istri lebih kecil?

Dari contoh kasus diatas ternyata bagian istri malah lebih kecil ketimbang bagian saudara, itu mengapa kadang ada pertanyaan yang muncul dari sebagian tentang pembagian seperti ini, kok sepertinya tidak adil, dan berat untuk dilakukan.

Mengapa bagian istri malah lebih kecil ketimbang bagian saudara, sedangkan dalam kenyataannya istrilah yang selalu hadir bersama al-marhum dalam aktivitas hariannya semasa hidup. Istri juga yang menyiapkan makan, minum, pakian, mengasuh anak-anak, dan sederet kerja-kerja penting lainnya, yang dilakukan free tanpa ada ‘gaji’ khusus.

Lalu tiba-tiba ketika suaminya meninggal dunia hanya mendapatkan seperempat (1/4) dari harta peninggalannya, dan sisanya yang tiga perempat (3/4) itu semuanya habis diperuntukkan untuk saudara-saudari mayyit.

Para ulama menuturkan bahwa sebab mendapatkan waris itu ada tiga hal:

1. Hubungan Nasab [النسب]

2. Hubungan Pernikahan   [ النكاح]

3. Al-Wala' (memerdekakan budak)

Dari ketiga sebab mendapatkan waris diatas, para ulama sepakat bahwa hubungan nasab itu adalah sebab yang paling kuat dalam hal mendapatkan waris, maka dari sini dapatlah kita simpulkan bahwa ternyata ikatan persaudaraan itu lebih kuat ketimbang istri dimana status hubungannya adalah pernikahan, tentunya kenyataan ini didasari dengan beberapa sebab dan alasan sebagai berikut:

1. Bahwa hubungan pertalian nasab itu lebih dahulu ada ketimbang hubungan pernikahan. Maka hubungan persaudaraan lebih dulu ada ketimbang hubungan pernikahan, bahwa saudara almarhum pada contoh diatas lebih dulu ada secara ikatan ketimbang istri.

2. Bahwa hubungan nasab itu tidak bisa hilang sama sekali, beda dengan hubungan pernikahn, karena cerai bisa menghilangkan status hubungan pernikahan.

Jadi seberapun bencinya almarhum dengan saudara-saudarinya tetap saja tidak bisa memutuskan hubungan persaudaraan mereka, dan kondisi ini sangat berbeda dalam kontek hubungan pernikahan,dimana suatu saat ketika ada sebab-sebab tertentu memungkin hubungan pernikahan ini diputus.

3. Karena pertalian nasab bisa mengurangi bagian waris mereka yang ada dalam pertalian pernikahan.

Sebagai contoh bahwa keberadaan anak yang nasabnya dari ayah kandungnya bisa mempengaruhi bagian ibunya (istrinya ayah), kadang kala istri mendapatkan bagian seperempat (1/4) ketika mayyit tidak ada anak, dan dilain waktu istri mendapatkan seperdelapan (1/8) jika mayyit meninggal dalam keadaan memiliki anak keturunan yang masih hidup. 

4. Bahwa mereka yang berada dalam pertalian nasab bisa mendapatkan harta waris dengan jalan furudh (bagia pasti) dan ashobah (sisa). Sedang istri atau suami hanya mendapat warisan dari satu jalur saja, yaitu jalur furudh, dan mereka berdua selamanya tidak akan pernah mendapkan sisa (ashabah).

Inilah beberapa alasan yang membuat hubugan pertalian nasab lebih kuat ketimbang hubungan pernikahan, walaupun kedua hubungan ini sama-sama menjadi sebab saling mewarisi satu dengan yang lainnya.

Maka dari itulah mari kita perhatikan dengan seksama firman Allah SWT berikut:

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمْ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْن...

 

"dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu…" (QS. An-Nisa': 12).

Maka untuk itu juga Allah melanjutkan firmanNya dengan:

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa': 176)

Maka sadarlah kita mengapa istri dalam contoh kasus diatas malah lebih kecil bagiannya dari bagian yang diterima oleh saudara-saudara mayyit. Urusan pembagian ini sifatnya pemberian Allah, tidak ada wilayah ijtihad disini, bahwa bagian istri seperempat atau seperdelapan itu Allah SWT yang membaginya, bukan ulama. Inilah bentuk keadilan Allah SWT. Dan siapa lagi yang bisa lebih adil dari Allah SWT?


و الله اعلم باالصواب

Selasa, 12 Oktober 2021

PERKARA-PERKARA YANG MENYEBABKAN MURTAD


 Oleh: Tgk Dailami 

Dalam kitab  Mirqatu Shu'udittashdiq ( مرقاة صعود التصديق) yang merupakan syarahan dari kitab Sullamuttaufiq ( سلم التوفيق ) karangan dari Ulama besar Indonesia syaikh Nawawi Bantani pada halaman 11 beliau menerangkan perkara-perkara yang menyebabkan murtad, baik ucapan,perbuatan atau i'tiqad dalam hati. Di antara perkara yang menjatuhkan seorang muslim dalam kemurtadan adalah :

(او عزم علي الكفر في المستقبل) بان يعزم الان ان يكفر غدا فيكفر حالا لان استدامة الاسلام شرط فاذا عزم علي الكفر كفر حالا...(او علي فعل شيء ) اي او عزم علي اتيانه في الحال (مما ذكر) اي من الكفر بان نوي ان يكفر في الحال (او تردد فيه ) اي في الكفر ... كما اذا تردد هل يكفر اولا وانما كان التردد مكفرا....


( لا وسواسه ) اي الكفر اي حطوره علي باله وتحركه بان جري في فكره فلا يكفر لان الوسواس غير مناقض للجزم فان ذلك مما يبتلي به الموسوس كما افاده الشرقاوي

Artinya:

1.Azam ( cita-cita) akan kufur pada masa akan datang. 

Merencanakan akan kufur maka sesungguhnya ia telah kufur / murtad seketika itu juga. karena kekal dalam islam itu syarat, maka apabila bercita-cita atau merencanakan kufur, maka seketika itu juga menjadi kufur.

Contoh nya, jika hari ini, dengan doaku Allah tidak membantuku keluar dari masalah, maka besok aku akan memeluk agama lain, maka seketika kufur.

2. mencita-citakan akan memperbuat suatu perbuatan kufur, maka kufur seketika. 

3.  Taraddud.

Yaitu bimbang dalam hatinya, apakah ia kufur atau tidak ( tetap dalam islam atau kembali pada agama sebelumnya ).

Ragu-ragu seperti ini juga enyebabkan kufur..

4. Waswas kufur..

Waswas kufur tidak menjatuhkan nya pada kekufuran / kemurtadan.

Contoh nya seorang yang sedang mengaji kitab aqidah, ketika muthala'ah kembali, fikirannya berimajinasi tentang sifat allah begini dan begini, maka dia waswas / imajinasinya ini tidak menyebabkan kufur

Kamis, 12 Agustus 2021

ARRAZY HASYIM, ASWAJA ASY'ARIYAH ASAL TANAH MINANG

Ulama muda asal minangkabau ini sgt unik, unik karena beliau yg masih muda bahkan lebih muda tiga tahun dari saya tampil berani berbeda dgn kebanyakan orang di sekitar daerah kelahiran beliau sendiri, bahkan beliau mendapat celaan sampai fitnah dari kelompok yg menamakan dirinya "Minang Bertauhid" karena dianngap kajiannya tidak berdasarkan manhaj salaf. Tentu saja kelompok minang bertauhid ini adalah kelompok wahabi yg sangat kepanasan dengan kajian kajian beliau.
Beliau bukan alumni Timur Tengah ataupun eropa, murni produk asli dalam negeri, yaitu pesantren darussunnah pimpinan KH. Mustafa Yaqub.
Di usia muda menguasai banyak disiplin ilmu keislaman.
Secara akademik, beliau hasil kolaborasi  antara pesantren dan juga perguruan tinggi, menguasai ilmu aqidah atau teologi dan juga menguasai ilmu hadis di bawah bimbingan ulama KH. Ali Mustafa Yaqub.
Beliau juga berguru kepada Syekh Muḥammad Ḥasan Hitu. Di bawah bimbingan nya keilmuan arrazy semakin terasah terutama di bidang aqidah dan ushul.

Selain itu, dia juga mengagumi dan menjadi inspirasitornya adalah gurunya di Darus Sunnah yg merupakan ahli hadis , yaitu KH Ali Mustafa Yaqub. dan juga menjadi inspirasinya adalah Syekh Yasin Al Fadani, ulama berdarah Minang yang lahir di Makkah. Syekh Yasin Al Fadani juga pernah mengambil sanad ijazah Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.

Saya sendiri mulai gemar menonton kajian Arrazy lewat Youtube beberapa waktu terakhir ini, terutama kajian salafi, Topik ini begitu dikuasainya, buktinya disertasinya sendiri mengambil judul Teologi Muslim Puritan, Genealogi dan Ajaran Salafi.
Dalam sejumlah ceramahnya, Arrazy mengkritik ajaran-ajaran Salafi terutama dalam hal aqidah atau teologi.
Selain soal aqidah, banyak hal yang dikritisi Arrazy mulai dari pemahaman salafi terhadap bid’ah, mengkafirkan sesama muslim yg tidak sepaham, seperti pemahaman sayid qutub terhadap alquran secara serampangan sampai menghalalkan darah sesama muslim, menurut beliau kajian sayid qutub lah yg dipakai wahabi isis di Suriah untuk fatwa jihad sesat mereka.
Sayid qutub ini merupakan tokoh ikhwanul muslimin mesir yg kemudian dilarang di mesir, kemudian pemahaman mereka menyebar ke berbagai negara dan kemudian berinfiltrasi lewat ormas dan partai, dan di Indonesia kader2 mereka setelah reformasi banyak bercokol dan bergabung pada sebuah partai nasional.
Beliau juga mengkaji pentingnya berguru dan bersanad dalam keilmuan, serta soal2 lain yang  bertentangan dengan pemahaman Salafi.
Beliau dalam satu ceramah nya menyampaikan bahwa beliau bukan kader organisasi NU, tapi sangat mencintai NU bahkan menyebut NU adakah salah satu sayap bangsa Indonesia yg tidak boleh patah, pemahaman beliau terhadap cinta bangsa dan tanah air sama persis sama dgn fikrah NU hubbul wathal minal iman, "ke-NU-an" beliau terhadap NU melebihi dari ke NU-an orang yg menyebut dirinya NU..

Beliau juga sering menyampaikan tema-tema tasawuf dalam kajiannya. Suatu tema ataupun istilah yang juga tidak disukai oleh Salafi. Baginya, menguasai ilmu aqidah, ilmu fiqih, ilmu hadits, dan seterusnya, belumlah cukup. Semua itu adalah ilmu lahir yang mesti dilengkapi dengan ilmu batin.
Maka tak heran, beliau sendiri memiliki ijazah dari sejumlah mursyid tarikat dan memberikan bimbingan zikir kepada para pencari makrifat.
Semoga suatu saat bisa berjumpa dengan beliau. Amiiinnn..

Rabu, 11 Agustus 2021

HUKUM MENJUAL BUAHAN MASIH DIPOHON

Untuk menjawab ini kita bisa melihat dalam kitab Tuhfah al Muhtaj karangan Ibnu Hajar al-Haitami, pada Jilid IV, Halaman 469 sebagai berikut:

( وَلَوْ بَيْعَ ثَمَرٍ ) أَوْ زَرْعٍ بَعْدَ بُدوِ الصَّلاحِ وَهُوَ مِمَّا يَنْدُرُ اخْتِلاطَهُ أَوْ يَتَسَاوَى فِيه الأَمْرَانِ أَوْ يَجْهَلُ حالَهُ صَحَّ بِشَرْطِ القَطْعِ والْإِبْقاءِ والْإِطْلاقِ أَوْ مِمَّا ( يَغْلِبُ تُلاحِقُهُ واخْتِلاطٌ حادِثَةٍ بِالْمَوْجُودِ ) بِحَيْثُ لَا يَتَمَيَّزانِ ( كَتينٍ وَقِثّاءٍ ) وَبِطّيخٍ ( لَمْ يَصِحَّ إِلَّا أَنْ يُشْتَرَطَ المُشْتَري ) يُعْنَى أَحَدَ المُتَعاقِديْنَ وَيوافِقُهُ الأُخَرَ ( قَطْعَ ثَمَرِهِ ) أَوْ زَرْعَهُ

Artinya: Dan seandainya dijual buah-buahan) atau tanaman yang sudah matang, dan termasuk buah-buahan atau tanaman yang jarang tercampur dengan yang lain, atau bisa tercampur dan tidak, atau tidak diketahui keadaannya, maka penjualannya sah dengan syarat dipetik, ditetapkan di pohon atau tanpa syarat apapun, sedangkan buah-buahan atau tanaman yang (biasanya matangnya beriringan, dan yang baru tercampur dengan yang sudah ada), sekira keduanya tidak dapat dibedakan), (seperti buah tir, ketimun), dan semangka, (maka penjualannya tidak sah, kecuali pembeli mensyaratkan) maksudnya salah satu pihak yang betransaksi dan pihak yang lain setuju (pemetik buah) atau tanamannya.”

Berdasarkan sumber rujukan di atas maka pembelian buahan yg sudah matang di pohon tersebut hukumnya sah.

و  الله اعلم بالصواب

S  umber: Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj , Jilid IV, Halaman 469