Dalam ilmu Faraidh atau yang juga disebut dengan ilmu Mawaris, kita akan mendapati bahwa pembagian waris itu dibagi menjadi dua bagian; ada ahli waris yang mendapat bagian tertentu atau yang sering diungkap dengan istilah Ashabul furudh, dan ada juga ahli waris yang tidak mendapatkan bagian tertentu namun mereka mendapatkan sisa, atau dalam istilah fiqihnya dikenal dengan istilah 'Ashabah.
Dalam hal ini istri adalah salah satu ahli waris yang termasuk dalam katagori pertama, bahwa istri tidak mungkin mendapat sisa, istri pasti mendapatkan bagian tertentu, bagian tertentu yang dimaksud adalah bagian yang sudah Allah SWT tetapkan dalam Al-Quran, penentuannya Allah SWT langsung yang ‘turun tangan’, bukan hasil ijtihad ulama.
Contoh:
Ismail menikah dengan Hasanah, karena dari hasil pernikahan ini tidak menghasilkan anak, akhirnya mereka mengadopsi satu anak perempun bernama Maimunah yang sekarang sudah menikah dengan Darkasyi dan bahkan sudah mempunyai keturunan yang bernama Si Cut
Ismail mempunyai saudara tua yg bernama Abdullah, Abdullah ini mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Adhar, namun ternyata Abdullah sudah meninggal dunia sebelum Ismail menikah.
Dan Ismail masih mempunyai satu saudara lainnya yang bernama muslem yang sekarang masih sehat walafiyat, dan beliua juga masih mempunyai satu saudari yang bernama ainsyah yang juga masih hidup.
Jika Ismail meningga dunia, siapa sajakah ahli warisnya? dan berapakah bagian mereka masing?
Bagian Masing-Masing
Hasanah (istri) mendapatkan seperempat (1/4), karena almarhum (suaminya) tidak mempunyai anak keturunan.
Maimunah bukan ahli waris, karena anak hasil adopsi bukan ahli waris. Adhar juga begitu, pun begitu dengan sicut, mereka semua bukan ahli waris.
Abdullah (sdr kandung Alm) tidak mendapatkan haknya, karena Abdullah sudah meninggal duluan sebelum meninggalnya Ismail.
Dan satu saudara serta satu saudari alm yaitu muslem dan ainsyah mendapatkan ashabah (sisa) yang jumlahnya tigaperempat (3/4), dengan catatan bahwa saudara laki-laki mendapat dua kali lipat dari saudari perempuan [للذكر مثل حظ الأنثيين]
Sedang Adhar (keponakan Alm) tidak mendapatkan apa-apa karena dia terhijab (tertutup) haknya dengan keberadaan saudara Alm muslem dan ainsyah yang masih hidup.
Pada contoh diatas ada ahli waris yang mendapatkan waris dengan bagian tertentu (fardh) yaitu istri alm, namun ada juga yang mendapatkan harta warisan melalui sisa (ashabah) yaitu saudara dan saudari mayyit.
Mengapa Bagian Istri lebih kecil?
Dari contoh kasus diatas ternyata bagian istri malah lebih kecil ketimbang bagian saudara, itu mengapa kadang ada pertanyaan yang muncul dari sebagian tentang pembagian seperti ini, kok sepertinya tidak adil, dan berat untuk dilakukan.
Mengapa bagian istri malah lebih kecil ketimbang bagian saudara, sedangkan dalam kenyataannya istrilah yang selalu hadir bersama al-marhum dalam aktivitas hariannya semasa hidup. Istri juga yang menyiapkan makan, minum, pakian, mengasuh anak-anak, dan sederet kerja-kerja penting lainnya, yang dilakukan free tanpa ada ‘gaji’ khusus.
Lalu tiba-tiba ketika suaminya meninggal dunia hanya mendapatkan seperempat (1/4) dari harta peninggalannya, dan sisanya yang tiga perempat (3/4) itu semuanya habis diperuntukkan untuk saudara-saudari mayyit.
Para ulama menuturkan bahwa sebab mendapatkan waris itu ada tiga hal:
1. Hubungan Nasab [النسب]
2. Hubungan Pernikahan [ النكاح]
3. Al-Wala' (memerdekakan budak)
Dari ketiga sebab mendapatkan waris diatas, para ulama sepakat bahwa hubungan nasab itu adalah sebab yang paling kuat dalam hal mendapatkan waris, maka dari sini dapatlah kita simpulkan bahwa ternyata ikatan persaudaraan itu lebih kuat ketimbang istri dimana status hubungannya adalah pernikahan, tentunya kenyataan ini didasari dengan beberapa sebab dan alasan sebagai berikut:
1. Bahwa hubungan pertalian nasab itu lebih dahulu ada ketimbang hubungan pernikahan. Maka hubungan persaudaraan lebih dulu ada ketimbang hubungan pernikahan, bahwa saudara almarhum pada contoh diatas lebih dulu ada secara ikatan ketimbang istri.
2. Bahwa hubungan nasab itu tidak bisa hilang sama sekali, beda dengan hubungan pernikahn, karena cerai bisa menghilangkan status hubungan pernikahan.
Jadi seberapun bencinya almarhum dengan saudara-saudarinya tetap saja tidak bisa memutuskan hubungan persaudaraan mereka, dan kondisi ini sangat berbeda dalam kontek hubungan pernikahan,dimana suatu saat ketika ada sebab-sebab tertentu memungkin hubungan pernikahan ini diputus.
3. Karena pertalian nasab bisa mengurangi bagian waris mereka yang ada dalam pertalian pernikahan.
Sebagai contoh bahwa keberadaan anak yang nasabnya dari ayah kandungnya bisa mempengaruhi bagian ibunya (istrinya ayah), kadang kala istri mendapatkan bagian seperempat (1/4) ketika mayyit tidak ada anak, dan dilain waktu istri mendapatkan seperdelapan (1/8) jika mayyit meninggal dalam keadaan memiliki anak keturunan yang masih hidup.
4. Bahwa mereka yang berada dalam pertalian nasab bisa mendapatkan harta waris dengan jalan furudh (bagia pasti) dan ashobah (sisa). Sedang istri atau suami hanya mendapat warisan dari satu jalur saja, yaitu jalur furudh, dan mereka berdua selamanya tidak akan pernah mendapkan sisa (ashabah).
Inilah beberapa alasan yang membuat hubugan pertalian nasab lebih kuat ketimbang hubungan pernikahan, walaupun kedua hubungan ini sama-sama menjadi sebab saling mewarisi satu dengan yang lainnya.
Maka dari itulah mari kita perhatikan dengan seksama firman Allah SWT berikut:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمْ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْن...
"dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu…" (QS. An-Nisa': 12).
Maka untuk itu juga Allah melanjutkan firmanNya dengan:
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa': 176)
Maka sadarlah kita mengapa istri dalam contoh kasus diatas malah lebih kecil bagiannya dari bagian yang diterima oleh saudara-saudara mayyit. Urusan pembagian ini sifatnya pemberian Allah, tidak ada wilayah ijtihad disini, bahwa bagian istri seperempat atau seperdelapan itu Allah SWT yang membaginya, bukan ulama. Inilah bentuk keadilan Allah SWT. Dan siapa lagi yang bisa lebih adil dari Allah SWT?
و الله اعلم باالصواب
Assalamualaikum Tgk,
BalasHapusSaya mau tanya, jika suami yg meninggal, meninggalkan istri dua orang, satu mempunyai anak, dan istri yg ke dua tidak mempunyai anak,
Dan anak almarhum meninggalkan 6 org anak dari istri pertama, 2 pr dan 4 lk,
Dan almarhum juga meninggalkan 1 anak perempuan dari isri ke dua, tp istri ini sudah cerai sejak lama, yg masih sah istri pertama dan ke tiga,
Dan almarhum bersamaan isri tua mempunyai harta hasil usahanya 10 ha kebun, dan dengan isrti yg ke tiga tidak ada harta,
Bagaimana cara pembagiannya menurut hukum🙏🙏