Bagaimana hukum kita bagi muslim menyangkut 2 hal berikut ini:
1. Memasuki tempat ibadah agama lain ( bukan untuk ibadah, tapi hanya wisata)
2. Beribadah ditempat ibadah agama lain ( seperti shalat)
Untuk menjawab pertanyaan nomor satu ini kita bisa melihat dari kitab referensi kitab ulama muktabar ahli tafsir dibawah ini
واعلم أن كون المؤمن موالياً للكافر يحتمل ثلاثة أوجه أحدها : أن يكون راضياً بكفره ويتولاه لأجله ، وهذا ممنوع منه لأن كل من فعل ذلك كان مصوباً له في ذلك الدين ، وتصويب الكفر كفر والرضا بالكفر كفر ، فيستحيل أن يبقى مؤمناً مع كونه بهذه الصفة . وثانيها : المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر ، وذلك غير ممنوع منه . والقسم الثالث : وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم والمعونة ، والمظاهرة ، والنصرة إما بسبب القرابة ، أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر إلا أنه منهي عنه ، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره إلى استحسان طريقته والرضا بدينه ، وذلك يخرجه عن الإسلام
Artinya: Ketahuilah bahwa orang mukmin menjalin sebuah ikatan dengan orang kafir berkisar pada tiga hal.
Pertama, ia rela atas kekufurannya dan menjalin ikatan karena factor tersebut, Hal ini dilarang karena kerelaan terhadap kekufuran merupakan bentuk kekufuran tersendiri.
Kedua, interaksi sosial yang baik dalam kehidupan di dunia sebatas dlahirnya saja.
Ketiga, tolong-menolong yang disebabkan jalinan kekerabatan atau karena kesenangan, disertai sebuah keyakinan bahwa agama kekafirannya adalah agama yang tidak benar. Hal tersebut tidak menjerumuskan seorang mukmin pada kekafiran, tetapi ia tidak diperbolehkan (menjalin ikatan di atas). Sebab jalinan yang semacam ini (nomor 3) terkadang memberi pengaruh untuk memuluskan jalan kekafiran dan kerelaan terhadapnya. Dan faktor inilah yang dapat mengeluarkannya dari Islam”
( Tafsir Nawawi Juzuk 1 halaman 94 dan Tafsir imam Arrazi juzuk 8 halaman 10-11.)
2. Dari kitab majmuk syarah muhazzab imam Nawawi juzuk 3 halaman 168 sebagai berikut:
تُكْرَهُ الصَّلَاةُ فِي الْكَنِيسَةِ وَالْبِيعَةِ حَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَمَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَنَقَلَ التَّرْخِيصَ فِيهَا عَنْ أَبِي مُوسَى وَالْحَسَنِ وَالشَّعْبِيِّ وَالنَّخَعِيِّ وَعُمَرَ بن عَبْدِ الْعَزِيزِ وَالْأَوْزَاعِيِّ وَسَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَهِيَ رِوَايَةٌ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَاخْتَارَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ
الصلاة في مأوى الشيطان مكروهة بالاتفاق ، وذلك مثل مواضع الخمر والحانة ومواضع المكوس ونحوها من المعاصي الفاحشة ، والكنائس والبيع والحشوش ونحو ذلك ، فإن صلى في شيء من ذلك ولم يماس نجاسة بيده ولا ثوبه صحت صلاته مع الكراه
Artinya: Dimakruhkan shalat di gereja dan kuil yang diriwayatkan oleh Ibn al Umar ibn al-Khattab dan Ibn Abbas dan Malik ra dengan mereka dan menaqal akan rukhsah ( shalat pada gereja) dari Abu Musa al-Hasan dan Nakha'i dan Umar bin Abdul Aziz dan Auzai dan Said bin Abdul Aziz, sebuah riwayat dari Ibn Abbas dan telah memilih oleh Ibn al-Mundhir.
Sembahyang di tempat setan tidak disukai dengan ijma’, seperti tempat minuman anggur, tempat minum, tempat jalan, dan sejenisnya dari tempat maksiat, dan gereja,tempat jual beli, dan sejenisnya.
Jika dia shalat di salah satu dari itu dan tidak menyentuh najis dengan tangan atau pakaiannya, maka shalatnya sah, meskipun makruh.
Kesimpulan Hukumnya bisa Ditafsil / diperinci sebagai berikut:
1. Boleh apabila kedatangannya kunjungan wisata sebatas melihat tanpa ada perasaan senang terhadap mereka atau agamanya atau kemungkaran-kemungkaran yang lain.
2. Haram bahkan bisa menjadi kufur apabila kedatangannya disertai perasaan senang kepada agama mereka.
3. Hukum shalat di tempat peribadatan non muslim adalah sah tapi makruh jika ada izin dari mereka, jika tanpa izin maka haram.
4. Tempat ibadah non muslim yang ada patung berhalanya maka haram masuk ke situ dan makruh sholatnya
5. Makruh membaca kalam illahi di tempat peribadatan non muslim.
6. Jika dalam keadaan darurat semisal panas, dingin, hujan, takut terhadap musuh atau takut hewan liar maka tidak makruh semua hal di atas.
و الله اعلم با الصواب