Sabtu, 28 September 2019


PEMIMPIN
Oleh : Dailami*)

            Pesta demokrasi PEMILUKADA ACEH telah usai dan berlansung secara sukses dan damai walaupun setelah “pesta” ada daerah yang bergejolak kerusuhan seperti yang terjadi di Blang Keujeren Kabupaten Gayo Lues (Serambi Indonesia, Kamis 12 April 2012), tapi secara umum telah berlangsung secara sukses yang sebelumnya disangsikan oleh para pengamat dan elit politik bahwa PEMILUKADA ACEH akan terjadi banyak masalah dan berpotensi gagalnya PEMILUKADA. Ini terbantahkan dengan berjalannya PEMILUKADA dengan damai dan sukses.
            Hasil PEMILUKADA ACEH 2012 untuk provinsi dimenangkan oleh pasangan dr.Zaini abdullah dan Muzakkir Manaf dari partai PA dengan perolehan 1.327.695 suara atau 55,75% (. . hasil rekapitulasi KIP Aceh), jauh mengungguli dari kandidat-kandidat lain baik dari jalur koalisi partai maupun dari jalur independen, ini membuktikan bahwa masyarakat Aceh masih mempercayakan tampuk kepemimpinan provinsi Serambi Mekkah ini kepada para mantan kombatan GAM seperti pada Pilkada 2009 walaupun pada waktu tersebut kombatan GAM maju melalui jalur perseorangan.
            Pemimpin yang dihasilkan dalam PEMILUKADA ACEH 2012 adalah wajah baru dalam kancah kepemimpinan Aceh, mereka dahulunya dikenal sebagai lawan politik pemerintah Indonesia, bahkan mereka orang yang paling dicari oleh militer Indonesia sampai mereka menjadi pelarian politik di luar negeri. Namun dengan adanya perdamaian antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka di Helshinki Firlandia, mereka sekarang bisa menjadi orang nomor satu di bumi Serambi Mekkah.
            Mereka yang terpilih dalam PEMILUKADA ACEH yang lalu adalah hasil pilihan masyarakat Aceh secara demokratis, maka sudah semestinya pemimpin yang terpilih itu menjadi pemimpin rakyat, pemimpin yang terbaik untuk rakyat, pemimpin yang berpihak kepada rakyat, keberpihakan pemimpin kepada rakyat sangat diharapakan dan diimpikan oleh rakyat Aceh yang telah memilih mereka menjadi khalifah di bumi Serambi Mekkah ini. Hal ini dikarenakan rakyat Aceh telah lama berada dalam kehidupan yang serba susah dan melarat, kemiskinan dan keterbelakangan, tentu saja harapan rakyat Aceh kepada pemimpin baru agar dapat mengurangi kemiskinan-kemiskinan tersebut. Di samping itu pada saat ini Aceh secara umum masih kritis dalam persoalan keamanan, ini dapat ditandai dengan masih maraknya kekerasan dan kriminilitas di tengah-tengah masyarakat, masalah penegakan hukum dan syariat Islam semakin tidak jelas, di mana semakin lama rakyat semakin jauh dari agama. Oleh karena itu kepada pemimpin terpilih diharapkan dapat memperbaiki kemakmuran rakyat Aceh, sekaligus dapat memberikan kenyamanan hidup, terutama aman dalam berusaha dan tidak ada lagi pemerasan yang sifatnya ilegal.
            Masalah pemimpin, Islam melihatnya sebagai suatu keharusan yang harus ada dalam masyarakat, tidak mungkin dalam suatu daerah tidak ada yang memimpin. Rasulullah sendiri menyuruh ummatnya jika bepergian dua orang, maka salah satunya adalah sebagai pemimpin, begitu pentingnya pemimpin dalam Islam sehingga ada kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut pandangan Islam, diantaranya: Pertama adil, Orang yang tidak adil tidak layak duduk menjadi pemimpin/penguasa. Karena adil merupakan sifat pemimpin yang mesti ada, sebab jangankan urusan pemerintahan, dalam hal kesaksian pun yang lingkup masalahnya antara dia dan yang bersangkutan mesti adil, apalagi dalam aspek pemerintahan yang jaringannya meluas kepada rakyat banyak, tentu sangat tepat bila adil dijadikan kriteria yang mutlak.Rasulullah SAW pernah berkata bahwa, ”Karena keadilanlah, maka seluruh langit dan bumi ini ada.”Selanjutnya  Imam Ali Bin Abi Thalib mendefiniskan keadilan adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak. Penerapan sifat keadilan oleh seorang pemimpin ini dapat dilihat dari cara ia membagi ruang-ruang ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya pada rakyat yang dipimpinnya. Misalnya tidak ada diskriminasi kepada orang miskin dalam hal mendapatkan pelayanan dari pemerintah.
            Kedua amanah/credible dapat dipercaya sebagai wujud keimanannya kepada Allah Swt. Dalam Islam seorang pemimpin harus memprioritaskan amanah Allah dan Rasulullah, pemimpin adalah pengemban amanah dari Allah dan RasulNya, karena apa yang dipimpinnya akan dimintai pertanggungjawabannya  oleh Allah Swt kelak di hari Akhirat sesuai dengan hadis Rasulullah “kullukum ra’in, wakullukum mas’ulun ‘an ra’yyatihi”, maka supaya bebas dari tuntutan Allah di mahkamah akhirat, sudah semestinya seorang pemimpin melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta tidak menyimpang dari ketentuan dan amanah tersebut. Apabila menyimpang dari ketentuan dan amanah Allah da RasulNya maka bersiap-siaplah menunggu pengadilan Allah di hari akhirat kelak, karena itulah harus ada perasaan takut kepada Allah terhadap apa yang dipimpinnya, seperti takutnya para sahabat Rasulullah Saw dalam memegang kekhalifahan Islam dikarenakan para sahabat yakin sekali bahwa apa yang mereka kerjakan baik urusan dunia maupun akhirat tetap akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Setelah memprioritaskan amanah Allah dan Rasulullah baru selanjutnya memprioritaskan amanah dari rakyat yang telah memilihnya, mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi atau partainya, menepati janji yang telah disampaikan pada saat kampanye supaya rakyat menjadi percaya kepada pemimpin yang terpilih, rakyat sudah sangat bosan terhadap janji-janji muluk tanpa ada realisasi dilapangan, kini saatnya pemimpin terbaru membuat perubahan. Peluang untuk melakukan perubahan sangat terbuka lebar mengingat mayoritas anggota parlemen berasal dari partai PA, kita tidak ingin lagi mendengar  alasan pihak eksekutif berselisih dengan pihak legislatif, mereka semua baik eksekutif maupun legislatif dipilih langsung oleh rakyat, dan kepada kepentingan rakyat lah mereka tunduk.
Ketiga Kafa’ah, yaitu memiliki kemampuan untuk memimpin ummat, menguasai ilmu yang berkaitan dengan manajemen pengaturan masyarakat, cerdas, dan matang secara kejiwaan. Seorang pemimpin dituntut bukan hanya sekedar formalitas pengangkatan dirinya sebagai pemimpin , tetapi juga kemampuan untuk dapat mengerti terhadap orang orang yang dipimpinnya, dapat menunjukkan empati kepada persoalan dan kebutuhan hidup mereka , dapat mensejahterakan kehidupan mereka dan menjalin hubungan yang penuh harmoni agar kebersamaan dengan rakyat tetap terjalin.
Aspek-aspek inilah yang kadang-kadang dilupakan oleh seorang calon pemimpin. Kadang jabatan itu dipandang sebagai kehormatan dan status sosial yang terhormat dalam masyarakat, jabatan dipandang sebagai sarana untuk mendapatkan kekuasaan dan kemewahan hidup, bukan dipandang sebagai amanah dan tangungjawab agung yang akan dimintai pertangungjawabannya baik sekarang oleh rakyat maupun nanti di mahkamah Ilahi. Kalau jabatan dianggap sebagai wasilah untuk memperoleh kemewahan, maka terkadang semua cara akan dilakukan untuk mendapatkannya. Kita berharap kepada pemimpin yang sudah terpilih semoga jabatan yang sudah diambang pintu-walaupun tidak tidak gratis-,agar dapat digunakan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan baru yang pro kepada rakyat, bukan pro kepada kerabat atau konglomerat, amiiiinn. .  . . . .

















*)Penulis adalah Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara angkatan II 2012

                                                                                


KENDURI MAULID, BID’AH KAH?


KENDURI MAULID, BID’AH KAH?
Oleh : Tgk Dailami*)

Peringatan kelahiran Nabi SAW atau di Aceh lebih dikenal dengan “Molod” adalah sebuah kegiatan untuk memuliakan kelahiran Rasulullah SAW, di Aceh kegiatan ini sudah berlangsung secara turun temurun dan tidak di ketahui secara pasti sejak kapan kegiatan tersebut pertama kali terjadi di Aceh. Dalam catatan sejarah seperti yang tertulis di dalam kitab I’anathu Thalibin bahwa orang pertama yang merayakan maulid dari kalangan raja-raja adalah raja al-Mudhaffar Abu Said seorang penguasa di Irbil, Baghdad. Beliau adalah adik ipar dari sulthan Salahuddin al-Ayyubi yang merupakan Panglima Besar Perang Salib dari kaum muslimin. Pada perayaan itu raja al-Mudhaffar membuat perayaan yang sangat mewah, pada jamuan itu di sediakan 5000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju, dan 30.000 piring manisan. Dan pada perayaan maulid itu di hadiri oleh banyak ulama dan orang-orang sufi, biaya yang dikeluarkan untuk perayaan maulid tersebut adalah 300.000 dinar.
            Sampai sekarang, kegiatan ini menjadi rutinitas di berbagai daerah di Indonesia dan di seluruh belahan dunia yang di laksanakan oleh kaum muslimin. Dan tata cara pelaksanaannya pun berkembang mengikuti perkembamgan zaman sesuai dengan sosial budaya suatu daerah atau tempat. Dari yang paling sederhana seperti cukup dengan pembacaan kitab al-Barzanji seperti yang sering  kita lihat di desa-desa di Aceh, ataupun secara megah seperti yang di laksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti kantor Bupati ataupun kantor Gubernur, atau lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah dan di kampus yang di lakukan dengan bermacam-macam variasi.
            Namun pada akhir-akhir ini sudah banyak kelompok masyarakat ataupun perseorangan yang mengatakan bahwa peringatan kelahiran Nabi “Molod” adalah perbuatan bid’ah, bahkan ada yang menentang peringatan maulid Nabi SAW dengan berbagai argumen yang mengatakan bahwa peringatan ini adalah sesat menyesatkan yang di larang agama. Namun terkadang kelompok yang kontra peringatan maulid juga kurang arif dan bijaksana dalam menyampaikan argumennya, di lain pihak orang yang melaksanakan peringatan maulid itu sendiri juga banyak yang kurang memahami bahkan juga tidak menghayati dan mengerti apa sebenarnya hakikat maulid itu sendiri.Karena hal tersebut  maka penulis menilai bahwa waiar apabila timbul pro dan kontra masalah peringatan maulid yang sebenarnya merupakan kesalahan pemahaman mereka itu sendiri tentang hakikat peringatan maulid.
            Hafizh Assuyuti menyebutkan dalam kitab  Fatawi dalam bab walimah bahwa ada orang yang bertanya tentang perayaan maulid nabi pada bulan Rabi’ul awal apakah hukumnya menurut pandangan syara’, apakah terpuji atau tercela? Apakah pelakunya mendapat pahala atau tidak? Beliau menjawab “menurut saya, pada dasarnya perayaan maulid yaitu orang-orang berkumpul dan membaca apa yang mampu mereka baca dari al-Quran dan riwayat-riwayat tentang awal kehidupan Rasulullah Saw dan bukti-bukti yang terjadi ketika kelahiran beliau. Kemudian kepada mereka di hidangkan makanan dan minuman, kemudian sesudah makan mereka pergi dan mereka tidak melakukan selain itu, menurut Assuyuti itu merupakan bid’ah hasanah dan pelakunya mendapat pahala karena di dalamnya terdapat pengagungan terhadap Rasulullah SAW dan menampakkan kesenangan dan kebahagiaan dengan kelahiran rasulullah SAW.
            Secara garis besar, di kalangan ulama terdapat  dua kelompok yang pro dan kontra terkait peringatan maulid.
Pertama. Ibnu Taimiyah yang tidak mengakui legalitas peringatan maulid Nabi SAW mengatakan bahwa peringatan maulid adalah bid’ah dan tidak di sukai oleh ulama salaf karena tidak adanya Nash yang menganjurkannya dan juga tidak pernah di jumpai peringatan tersebut pada masa para sahabat, tabi’ maupun tabi’in sehingga peringatan tersebut merupakan pembaharuan yang di tolak dalam agama sesuai dengan hadis Nabi SAW ;”Barangsiapa memperbaharui dalam urusan agama maka tertolak”. Dan hadis Nabi SAW:”Tiap-tiap bid’ah adalah sesat, dan tiap-tiap yang sesat adalah masuk neraka”. Berdasarkan hadist tersebut kelompok Ibnu Taimiyah menolak peringatan kelahiran Nabi SAW karena tidak ada perintah untuk memperingatinya bahkan menurut kelompok ini peringatan maulid Nabi adalah di larang dalam agama. Apalagi melihat kenyataan sekarang peringatan maulid tidak lebih dari sekadar rutinitas tahunan yang mengeluarkan biaya yang tidak sedikit tanpa memikirkan makna dan nilai-nilai perjuangan Rasulullah yang terkandung dalam peringatan maulid tersebut, contohnya sering kita lihat banyak orang yang sekadar ikut-ikutan merayakannya dan bahkan ada orang yang merayakannya  secara pribadi, begitu selesai kegiatan tersebut malah shalat lima waktu saja bisa terabaikan, padahal shalat itu sendiri adalah tonggak agama, ironis memang!
Kedua. Mayoritas ulama sekarang menganggap peringatan maulid adalah kegiatan yang di benarkan oleh agama berdasarkan beberapa hadist melalui ijtihad mereka seperti yang tersebut di dalam kitab fatawi as-Suyuti:”Hukum asal amalan maulid adalah bid’ah yang tidak di dapatkan dari seorang ulama salaf pun selama tiga abad. Walaupun demikian sungguh terdapat berbagai kebaikan dan juga sebaliknya, karena itulah siapa saja yang melihat kebaikan yang ada di dalamnya dan menjauhi kebalikannya, maka peringatan maulid adalah bid’ah hasanah. Jika tidak demikian, maka bukan bid’ah hasanah, akan tetapi bid’ah madzmumah”. Imam as-Suyuthi juga memberikan dalil lain yaitu aqiqah Nabi SAW bagi dirinya sendiri, padahal kakek beliau Abdul Muthalib sudah mengaqiqahi setelah tujuh hari kelahiran Nabi SAW, dan aqiqah hanya di syariatkan satu kali seumur hidup. Maka perbuatan Nabi SAW ini dapat di pahami sebagai rasa syukur atas kelahiran beliau di dunia ini
Sudah selayaknya bagi orang Islam untuk mensyukuri, berbahagia dan senang atas kelahiran Nabi SAW yang merupakan karunia yang tiada ternilai harganya dari Allah SWT, apalagi nikmat iman dan islam yang merupakan nikmat yang paling terbesar dari Allah SWT lantaran di utusnya Nabi SAW kepada umat manusia, dan juga untuk memperbaiki akhlak manusia yang sudah sangat bobrok pada waktu itu sesuai dengan sabda beliau: “Innama Bu’istu Li utammima makarimal akhlak( Aku di utus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia)”.
Dan sangat patut dan wajar bagi kita ummat Nabi Muhammad SAW apabila kita mengenang dan mengingat kembali peristiwa yang sangat bersejarah tersebut untuk kita jadikan sebagai momentum untuk meningkatkan kembali nilai-nilai spritualitas kita yang mulai pudar kearah yang lebih baik lagi. Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa hakikat peringatan maulid adalah sebagai perantaraan ungkapan rasa senang dan syukur kita atas kelahiran sang juru penyelamat umat yang mesti lakukan sebagaimana perintah Allah SWT: “Dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152)
Dari fakta khilafiyah ini, walaupun di Aceh khilafiyah ini jarang muncul ke permukaan publik, tapi semestinya kita dapat menentukan sikap bijaksana tanpa harus ikut terseret ke dalam konflik khilafiyah yang dapat membawa ummat Islam ke dalam jurang pemisah dan berpecah belah. Padahal banyak sekali persoalan besar yang terjadi dalam masyarakat yang harun s di selesaikan oleh umat Islam pada saat ini. Kita harapkan kepada Ulama-ulama kita sebagai pelita kehidupan supaya memberikan pemahaman maulid yang sebenarnya kepada masyarakat  kita sehingga masyarakat tahu bagaimana sebenarnya hakikat kita memperingati  kelahiran Nabi SAW, agar kegiatan yang di laksanakan tersebut  benar-benar dapat menjadikan kita seorang Muslim yang sejati yang mengikuti jejak-jejak perjuangan dan suri teladan dari Nabi SAW, dan agar kegiatan tersebut bukan sekedar rutinitas tahunan.. Wallahu a’alam bissawab.

*) Penulis adalah Tgk. Dailami, S.Pd.I. Pengajar di Dayah Babussalam Matang Kuli dan
    Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara Gelombang II (2012).


















Assalamualaikum wr wb
Selamat datang di blog saya, semoga blog ini dapat memberikan mamfaat untuk kita semuanya, aminnn
Saran masukan teman teman pengunjung sangat saya harapkan demi kesempurnaan blog saya ke depannya.
Demikian harapan dari saya, mohon maaf atas segala kekurangannya, dan saya ucapakan syukran katsiran...


Hormat kami


Dailami Suffah Pirak