Sabtu, 11 Februari 2023
LAFAZH NIAT SHALAT JAMAK DAN QASHAR*
Selasa, 13 Desember 2022
TENTANG NIFAS
TENTANG HAID
A. Definisi Haid
Haid adalah darah yang keluar dari rahim secara berkala melalui vagina – bukan setelah melahirkan– pada usia subur (9 tahun lebih).
B. Hukum Mempelajari Haid
Setiap wanita wajib mempelajari haid dan hal-hal yang terkait. Bahkan sang suami tidak boleh melarang istrinya keluar rumah untuk belajar tentang hukum-hukum haid kecuali bila ia sanggup mengajar sendiri istrinya.
C. Usia Haid
Wanita dapat mengalami haid minimal sejak usia 9 tahun kurang 16 hari dengan hitungan kalender Hijriyah .
Wanita yang mengalami pendarahan beberapa hari sebelum usia minimal haid. Dan memanjang hingga memasuki usia minimal haid. Maka yang dihukumi haid hanya darah yang masuk pada usia minimal haid. Misalnya jika mengalami pendarahan 10 hari pada usia 9 tahun kurang 20 hari. Maka 4 hari pertama dari darahnya tidak dihukumi haid. Dan 6 hari berikutnya dihukumi haid.
Pendarahan yang terjadi pada masa monopouse dihukumi haid (bila tidak kurang dari 24 jam).
D. Masa Haid
Minimal masa haid adalah 24 jam jika darahnya keluar terus. Maksimalnya 15 hari 15 malam (360 jam) walaupun darahnya putus-putus, namun bila dijumlah darahnya mencapai 24 jam atau lebih.
Contoh; wanita yang pada tanggal 1 mengalami pendarahan 2 jam dan bersih 72 jam (3 hari). Kemudian mengalami pendarahan lagi 20 jam lalu bersih 10 hari. Selanjutnya keluar darah lagi 2 jam. Maka semua darahnya dihukumi haid. Karena jika dijumlah mencapai 24 jam dalam kurun waktu 15 hari.
Ulama berbeda pendapat mengenai masa bersih di sela-sela haid. Ada yang menghukumi haid, ada pula yang menghukumi suci.
Oleh karena itu wanita yang haidnya putus-putus, setiap darahnya berhenti wajib bersesuci dan shalat (bila mengikuti pendapat yang kedua).
Semisal ada orang mengalami haid 2 hari lalu bersih. Ia mengira dirinya sudah suci. Kemudian melaksanakan puasa. Selang 10 hari kemudian ternyata keluar darah lagi 2 hari. Maka semua darahnya dihukumi haid. Sedangkan puasa yang ia lakukan di masa bersih, bila mengikuti pendapat yang kedua, hukumnya sah. Namun bila mengikuti pendapat yang pertama (haid) ia wajib mengulangi lagi puasanya, sebab tidak sah.
Wanita yang kebiasaan haidnya 9 hari, lalu pada suatu saat mengalami pendarahan dua hari, dan bersih. Jika ada kemungkinan darahnya akan keluar lagi, ia boleh menunggu (tidak shalat) hingga hari ke 9. Namun jika ternyata darahnya tidak kembali lagi, ia harus mengqadha’ shalatnya .
Wanita yang mengalami haid dapat mengetahui bahwa darahnya bersih dengan cara memasukkan segumpal kapas ke dalam vagina. Bila pada kapas tersebut ada bercak (sekalipun hanya cairan keruh) berarti belum bersih / suci. Meskipun cairan tersebut tidak sampai mengalir ke vagina bagian luar (bagian yang tampak ketika sedang jongkok buang air) .
Banyak mereka yang salah paham dan menganggap cairan keruh keputihan bukan haid. Padahal kenyataannya empat mazhab menjelaskan yang sedemikian itu disebut haid .
Kesalahpahaman ini berakibat fatal. Sebab sebagian besar wanita mengalami pendarahan haid seperti berikut. Mula-mula keluar cairan keruh keputihan. Dan itu berlangsung hingga 2 hari (misalnya). Lalu keluar merah 4 hari. Kemudian keluar cairan keruh lagi 2 hari. Maka haidnya 8 hari. Sementara ada anggapan bahwa yang dihukumi haid hanya darah merah (yang 4 hari) saja. Sedangkan yang keruh dihukumi suci. Jadi pada saat merahnya berganti keruh, ia pun mandi. Kenyataannya ia masih dalam keadaan haid. Maka mandinya tidak sah. Kelak ketika haidnya benar-benar telah suci dengan bersihnya cairan keruh, ia berkewajiban shalat. Dan shalatnya tidak akan pernah sah kecuali ia melakukan mandi hadats.
Setiap wanita haid wajib melihat keadaan darahnya ketika hendak tidur dan setiap menjelang akhir waktu shalat. Untuk mengetahui shalat yang wajib dilaksanakan bila darahnya berhenti (dan tidak kembali lagi).
Namun menurut mazhab Maliki walaupun darahnya akan kembali lagi tetap wajib shalat. Sebab mazhab Maliki sepakat bahwa masa bersih di sela-sela haid dihukumi suci.
Wanita yang mengeluarkan darah putus-putus selama 15 hari 15 malam tetapi setelah dijumlahkan masa keluarnya tidak sampai 24 jam, tidak dihukumi haid. Dalam masalah ini imam Abil Abbas dari kalangan Syafi’iyah menghukuminya haid (beserta masa bersih di sela2nya)
Wanita hamil yang mengalami pendarahan, menurut mazhab Syafii dan Maliki disebut haid. Namun menurut Hanafi dan Hambali bukan haid .
Sabtu, 10 Desember 2022
HUKUM BELAJAR DAN MEMAHAMI MASALAH HAID
Referensi kitab tentang hukum belajar masalah haid.
وَيَجِبُ عَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَعَلَّمَ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ مِنْ أَحْكَامِ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَالْإِسْتِحَاضَةِ فَإِنْ كَانَ زَوْجُهَا عَالِمًا لَزِمَهُ تَعْلِيْمُهَا وَإِلَّا فَلَهَا الْخُرُوْجُ لِسُؤَالِ الْعُلَمَاءِ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهَا وَلَيْسَ لَهُ مَنْعُهَا إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ هُوَ وَيُخْبِرُهَا فَتَسْتَغْنِيْ بِذَلِكَ.
Artinya: Hukumnya wajib bagi seorang wanita akan mengaji sesuatu yang dibutuhkan dari hukum-hukum haid, nifas dan istihadlat. Apabila suaminya pintar, maka wajib mengajar istrinya, dan apabila suaminya tidak pintar, maka boleh, bahkan wajib bagi istrinya keluar dari rumahnya untuk keperluan bertanya kepada ulama. Dan hukumnya haram bagi suami yang melarang istrinya keluar dari rumahnya untuk keperluan itu, kecuali suaminya akan bertanya kepada ulama, kemudian mengajarkan hukum-hukum itu kepada istrinya, sehingga istrinya itu tidak perlu lagi keluar rumah”. (Hasyiyah Al-Bajuri, 1/113).
BAB HAID
Definisi Haid
Haid menurut bahasa artinya ialah mengalir. Adapun menurut istilah syara’ sebagaimana telah dijelaskan dalam Fathul Qarib, yang mana memiliki ciri-ciri berwarna merah semu hitam menghanguskan.
فَالْحَيْضُ هُوَ) اَلدَّمُ (الْخَارِجُ) فِيْ سِنِّ الْحَيْضِ، وَهُوَ تِسْعُ سِنِيْنَ فَأَكْثَرُ (مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَّةِ)، أَيْ لَا لِعِلَّةٍ، بَلْ لِلْجِبِلَّةِ (مِنْ غَيْرِ سَبَبِ الْوِلَادَةِ).
Artinya: Haid adalah darah yang keluar ketika sudah masanya haid, yakni sembilan tahun atau lebih [dari kemaluan seorang wanita dalam kondisi sehat], yang bukan karena darah penyakit melainkan karena kodrati [di mana tidak disebabkan karena melahirkan. (Fathul Qarib: 10 )
Ukuran Masa Seputar Haidh
Penuturan memadai berkaitan hal ini disebutkan dalam Fathul Qarib:
(وَأَقَلُّ الْحَيْضِ) زَمَنًا (يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ) أَيْ مِقْدَارُ ذَلِكَ وهو أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُوْنَ سَاعَةً على الْإِتِّصَالِ الْمُعْتَادِ في الحَيْضِ (وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرُ يَوْمُا) بِلَيَالِهَا, فَإِنْ زَادَ عليها فهو إِسْتِحَاضَةٌ, (وَغاَلٍبُهُ سِتٌ أَوْ سَبْعُ) وَالْمُعْتَمَدُ في ذلك الإِسْتِقْرَاءُ.
(وَأَقَلُّ الطُّهْرِ) الْفَاصِلِ (بَيْنَ الْحَيْضَتَيْنِ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا) وَاحْتَرَزَ الْمُصَنَّفُ بقوله بَينْ الْحَيْضَتَيْنِ عن الفاصِلِ بَيْنَ حَيْضٍ وَنَِفَاسٍ إذَِا قُلْنَا بِالأصحِّ إنَّ الْحَامِلَ تَحِيْضُ فَإِنَّهُ يَجْوْزُ أَنْ يَكُوْنَ دُو}نهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمَا, (وَلاَ حَدَّ لِأَكْثَرِهِ) اَيِ الطاهِرْ فَقَدْ تَمَكَّثَ الْمَرْأَةُ دَهْرَا بِلاَ حَيْضٍ. أَمَّا غَالِبُ الطُّهْرِ فَيُعْتَبَرُ بِغَالِبِ الْحَيْض] فَإنْ كَان الْحَيْضُ سِتًّا فَالطَّهْرُ أَرْبَعُ وَعِشْرُوْنَ يَوْمَا, أوْ كَانَ الْحَيْضُ سَبْعًا فَالطَّهْرُ ثَلاَثَةٌ وَعِشْرُوْن يَوْمُا.
"(Paling sedikitnya haidh) dari segi waktunya (adalah sehari semalam) yakni ukuran paling sedikit haidh adalah dua puluh empat jam secara terus-menerus sewajarnya. (Paling banyaknya adalah lima belas hari) beserta malamnya. Bila lebih dari lima belas hari maka kelebihannya disebut dengan darah istihadhah. (Sedangkan yang umum terjadi adalah haidh selama enam atau tujuh hari). Landasan dari ukuran tadi diperoleh dari penelitian lapangan.
(Paling sedikitnya masa suci) yang memisah (antara dua siklus haidh adalah lima belas hari). Ucapan mushannif 'antara dua siklus haidh' sebagai antisipasi dari pemisah antara haidh dan nifas, ketika kita mengikuti qaul ashah bahwa wanita hamil mungkin haidh, sebab dimungkinkan masa suci antara haidh dan nifas kurang dari lima belas hari. (Tidak ada ketentuan mengenai ukuran paling lamanya masa suci) kadang dijumpai wanita yang tidak pernah haidh semasa hidupnya. Sedangkan masa suci yang umum terjadi adalah diukur dari umumnya masa haidh yang dialami. Bila haidhnya enam hari maka masa sucinya dua puluh empat hari, atau haidhnya tujuh hari maka masa sucinya berarti dua puluh tiga hari." (Fathul Qarib: 11)
و الله اعلم بالصواب
Minggu, 30 Oktober 2022
HUKUM MENDEHEM DALAM SEMBAHYANG
Oleh: Tgk Dailami, M.Pd
Untuk menjawab pertanyaan apa mendehem dapat membatalkan sembahyang, berikut ini kita kaji pembahasan para ulama tentang mendehem dalam sembahyang:
1. Syekh Zakariyya Al-Anshari mengatakan:
ولا بتنحنح لتعذر ركن قولي ) لا لتعذر غيره كجهر ؛ لأنه ليس بواجب فلا ضرورة إلى التنحنح له
Artinya, “Dan (tidak batal) disebabkan berdehem karena sulitnya mengucapkan rukun qauli, bukan sulitnya bacaan lainnya, seperti anjuran membaca keras, karena hal tersebut tidak wajib, maka tidak ada keterdesakan untuk berdehem,”
(Syekh Zakariyya al-Anshari, Fathul Wahhab Hamisy Hasyiyatul Bujairimi ‘alal Wahhab, juz I, halaman 245)
2. Syekh Sulaiman Al-Bujairimi menegaskan:
والظاهر أن المراد ظهر بكل مرة من التنحنح ونحوه حرفان فأكثر لأن الصوت الغفل لا عبرة به كما صرح بذلك وفي كلامه ولو نهق كالحمار أو صهل كالفرس أو حاكى شيئا من الطيور ولم يظهر من ذلك حرف مفهم أو حرفان لم تبطل صلاته وإلا بطلت.
Artinya, “ Dan yang jelas bahwa maksud nampak dengan tiap kali dari berdehem dan semisalnya adalah menampakkan dua huruf atau lebih. Karena suara yang tidak dikenal tidak dianggap sebagaimana dijelaskan oleh sang pengarang. Dan dalam statemennya, bila mushalli bersuara seperti suara keledai atau meringkik seperti suara kuda atau menceritakan satu dari beberapa suara burung dan tidak memperlihatkan satu huruf yang memahamkan, atau dua huruf, maka tidak batal shalatnya. Bila tidak demikian, maka batal,”
( Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi ‘ala Syarhi Manhajit Thullab, juz I, halaman 245).
3. Imam Nawawi menyebutkan:
وأما التنحنح فحاصل المنقول فيه ثلاثة أوجه الصحيح الذى قطع به المصنف والاكثرون ان بان منه حرفان بطلت صلاته والا فلا والثانى لا تبطل وان بان حرفان قال الرافعي وحكى هذا عن نص الشافعي والثالث ان كان فمه مطبقا لم تبطل مطلقا والا فان بان حرفان بطلت والا فلا وبهذا قطع المتولي وحيث ابطلنا بالتنحنح فهو ان كان مختارا بلا حاجة فان كان مغلوبا لم تبطل قطعاولو تعذرت قراءة الفاتحة الا بالتنحنح فيتنحنح ولا يضره لانه معذور وان أمكنته القراءة وتعذر الجهر الا بالتنحنح فليس بعذر علي أصح الوجهين لانه ليس بواجب ولو تنحنح امامه وظهر منه حرفان فوجهان حكاهما القاضى حسين والمتولي والبغوي وغيرهم أحدهما يلزمه مفارقته لانه فعل ما يبطل الصلاة ظاهرا واصحهما ان له الدوام على متابعته لان الاصل بقاء صلاته والظاهر أنه معذور والله اعلم
Artinya: Adapun dalam masalah berdehem dalam sembahyang didalamnya terdapat tiga pendapat :
1.Menurut pendapat yang shahih yang diputuskan oleh Imam Nawawi dan kebanyakan ulama fiqih, bila sampai keluar dari dehemnya dua huruf maka batal, bila tidak keluar tidak batal sembahyang nya.
2.Menurut imam Rafi'i dengan menghikayahkan bahwa ini pendapat as-Syaafi’i “Tidak batal meskipun keluar darinya dua huruf”
3.Pendapat ketiga “Bila saat berdehem, bibirnya tertutup maka tidak batal secara mutlak (baik keluar dua huruf atau tidak) bila bibirnya terbuka bila sampai keluar dari dehemnya dua huruf maka batal, bila tidak keluar tidak batal” pendapat ini dipilih oleh al-Mutawally.
Berdehem dengan ketentuan hukum diatas bila memang bersifat ikhtiyari, maksudnya ikhtiyari adalah seseorang masih dapat menguasai diri untuk tidak berdehem.
sedang bila berdehem yang bersifat ‘tidak dapat ia kuasai’ artinya dalam keadaan dharurat maka tidak membatalkan shalat secara mutlak karena uzur.
• Bila seseorang berhalangan membaca surat fatihah kecuali dengan berdehem maka dehemnya tidak membahayakan (membatalkan) shalatnya karena hal tersebut tergolong udzur baginya.
• Bila memungkinkan baginya membaca fatihah hanya saja tidak dapat mengeraskan bacaannya kecuali saat disertai dehem maka bukan tergolong udzur baginya menurut yang paling shahih dari dua pendapat karena mengeraskan bacaan dalam shalat bukan hal yang wajib.
• Bila seorang makmum mendengar imam shalatnya berdehem hingga nampak dua huruf didalamnya, menurut Iman Qadhi Husen, Imam Mutawali, imam Baghwi dan lainnya dalam hal ini terdapat dua pendapat :
Wajib mufaaraqah (memisahkan diri dari imam) karena imamnya menjalankan hal-hal yang dapat membatalkan shalat secara lahiriyahnya. Menurut pendapat yang paling shahih, tetap mengikuti imamnya karena kaidah asal “shalat imamnya tetap dihukumi sah, dan dhahirnya dehemnya udzur baginya”.
(Al-Majmu’ ala Syarah al-Muhadzdzab IV/79-80 )
و الله اعلم بالصواب
Minggu, 23 Oktober 2022
NAJIS BERCAMPUR BAHAN BANGUNAN
Menjawab pertanyaan tentang bahan bangunan bercampur najis apalagi bangunan masjid, kita bisa merujuk beberapa keterangan dalam kitab Fiqh Mazhab Syafii sebagai berikut”
1. Dalam Kitab Nihayatuz Zain karya Syekh Nawawi Banten dihalaman 8 disebutkan:
لو بنى المسجد بالاجر المعجون بالزبل و فرشت ارض المسجد به عفي عنه فتجوز الصلاة عليه و المشى عليه و لو مع رطوبة الرجل
Artinya: Apabila sebuah masjid dibangun dengan batu merah yang bahan dasarnya bercampur dengan kotoran hewan, kemudian lantai masjid dipasangi dengan batu tersebut, maka dimaafkan dan diperbolehkan melakukan shalat dan berjalan di atasnya meskipun kaki dalam keadaan basah.
2. Dalam Kitab Hasyiyah al-Jamal karya Syekh Sulaiman bin Jamal Juz 1 halaman 555:
وهل يجوز بيع الطوب المعجون بالزبل إذا أحرق وبناء المساجد به وفرش أرضها به ويصلى عليه بلا حائل وإذا اتصل به شيء من بدن المصلي أو ملبوسه في شيء من صلاته هل تصح صلاته أو لا ؟؟؟
فأجاب بما صورته الحمد لله نعم الخزف وهو الذي يؤخذ من الطين ويضاف إليه السرجين مما عمت به البلوى فيحكم بطهارته وطهارة ما وضع فيه من ماء أو مائع لأن المشقة تجلب التيسير. وأما الآجر المعجون بالسرجين ونحوه فيجوز بيعه وبناء المساجد به وفرش أرضها به وتصح الصلاة عليه بلا حائل
Artinya: Bolehkah menjual batu bata yang diaduk dengan kotoran binatang bila dibakar, digunakan membangun masjid, dijadikan lantai masjid, dilakukan shalat di atasnya dengan tanpa penghalang semacam sajadah, bila bersentuhan dengan badan atau pakaian orang shalat apakah sah shalatnya?
Maka menjawab ia: Tembikar yang dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran saat membuatnya maka dihukumi suci. Sedang batu bata yang dicampur dengan kotoran hewan dan sejenisnya, maka boleh menjualnya dan boleh pula membangun masjid dengannya, menjadikannya alas masjid serta sah shalat di atasnya meski tanpa memakai kain penghalang.
3. Dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin karya Sayyid Abdurrahman Ba’lawi Halaman 17:
وقال القاضي بطهور المصبوح بالنجس أي مطلقا
Al-Qadli ( Qadhi Husen) berpendapat tentang sucinya barang yang dicetak bercampur najis secara mutlaq.
Dari beberapa keterangan dalam kitab-kitab mazhab Imam Syafii di atas, baik dalam kitab matan, hasyiyah maupun kitab fatwa, semua sepakat bahwa bahan bangunan masjid yang berasal dari campuran benda najis tidak menjadikan bangunan itu najis. Ia tetap dihukumi suci, walaupun bangunan masjid..
Semoga dapat bermanfaat..
و الله اعلم بالصواب
Senin, 18 Juli 2022
TIDUR, BATALKAH WUDHUK?
Satu hal yang sering dialami para Jamaah Jumat adalah tertidur saat khatib sedang berceramah, kalau tertidur pasti hilang kesadaran, dalam kondisi tidak sadar seperti ini apakah tidak batal wudhuknya? bukankah salah satu hal yang membatalkan wudhuk adalah hilang akal seperti tidur.