Sekarang ini guru-guru pun sedang di tes kemampuan baca Qur'an, walaupun idealnya seorang guru harus lebih dari sekedar mampu membaca, yaitu harus mampu memahami bagaimana penafsiran sebuah ayat, walaupun tidak harus semua ayat, tapi setidaknya ayat ayat penting, seperti ayat dalam surat Fatihah yang kita baca dalam shalat.
Maka karena itulah seorang guru tidak hanya mampu membaca, tapi memahami tafsirannya.
Mengapa kita perlu memahami tafsir ?
Kenapa tidak cukup mampu membaca Qur'an saja??
Harus kita ingat bahwa Al Qur'an tidak turun di "ruang hampa", ia turun dalam ruang dan waktu tertentu yang mempunyai bermacam-macam tatanan sosial budaya yang terjadi pada tempat dan waktu tersebut, seperti periode Makkah dan Madinah dengan berbagai macam karakter umat saat itu.
Memang Al Qur'an punya hak untuk dibaca dengan baik dan benar, dihafal, dan di dengar.
Namun kenyataannya banyak sekali aspek dalam kehidupan kita yang kerap Al Qur'an "tidak hadir", Al Qur'an seolah hanya lembaran lembaran bacaan saja yang berasal dari "langit" dan diperlukan untuk dibaca pada saat tertentu.
Tapi peran Al Qur'an sebagai pedoman dan petunjuk hidup manusia sering luput dari nilai-nilai yang ada di dalamnya..
Budaya tipu menipu, mendhalimi , mencuri ( korupsi), masih menjadi budaya hingga kini.
Ini menjadi PR bagi lembaga di dunia pendidikan bagaimana merumuskan program yang tadinya bertujuan hanya mampu membaca saja, tapi harus mampu "memberdayakan" para pembacanya agar mampu mengambil ilmu, hikmah, dan hal-hal yang di kandung nya, supaya nilai nilai Al Qur'an bisa benar-benar "membumi" dalam kehidupan, tidak hanya menjadi koleksi dirumah yang diambil pada saat tertentu